POLEMIK REFORMASI - Sastra Education

Breaking

Senin, 12 Juni 2017

POLEMIK REFORMASI



Sejak  reformasi  bergulir,  semangat  nilai-nilai  Pancasila  mulai  mengendur  dan  nilainilai kebangsaan pun kian menurun. Pancasila disudutkan dalam pemahaman sejarah seiring  dengan  hancurnya  kekuasaan  Orde  Baru  yang  pada  waktu  itu  sangat  giat menjalankan program P-4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) sebagai pilar  untuk  menanamkan  nilai-nilai  Pancasila.

Dengan  realitas  kehidupan  bangsa  yang  terus  mengalami  perubahan  dan perkembangan.  Sosialisasi  penanaman  nilai-nilai  Pancasila  yang  seharusnya  terus  dilaksanakan  melalui  program  yang  dianggap  berhasil dengan  tujuan  pemantapan pemahaman  idiologi  kian  tersingkirkan.  Berbagai  program  bahkan  kurikulum Pendidikan  Pancasila  tidak  lagi  dimasukan  dalam  strategi  penanaman  nilai-nilai Pancasila.  Hal  ini  bisa  di  buktikan  dengan  kajian  dan  studi  kamademik  untuk  mendalami  Pancasila  yang  semakin  tidak  popular  dan  tidak  diminati  oleh  semua lapisan masyarakat. Akhirnya nilai-nilai Pancasila  tidak lagi dikenal dan sedikit demi sedikit  bangsa  kita  terserabut  dari  jati  dirinya  sendiri.  Pernyataan  ini  di  perkuat  pendapat  Try  Sutrisno  (Mack  Dieter,  1996)  yang  menyatakan:  Pembangunan  yang tidak  berakar  pada  nilai  fundamental  budaya  bangsanya  akan  berakibat  pada hilangnya kepribadian dan jati diri bangsa yang bersangkutan. Bangsa yang demikian pada  gilirannya  akan  runtuh,  baik  disebabkan  kuatnya  tekanan  pengaruh  dari  luar maupun oleh pengeroposan dari dalam tubuhnya sendiri.
Kita  bisa  melihat  betapa terdegradasinya  nilai-nilai Pancasila  dalam  kehidupan  bermasyarakat,  berbangsa  dan  bernegara  Indonesia.  Milsanya  saja,  kita  dapat  melihat  nilai-nilai  individualisme  kian  melebarkan  sayap-sayapnya dalam kehidupan masyarakat bangsa ini; bentrokan dan konflik yang terus bergejolak  akibat  dari  etnosentrisme  berlebih  diantara  suku  bangsa  dan  hilangnya pigur wakil rakyat dan pemimpin bangsa yang disebabkan bercokolnya kepentingan dan  politisasi  atas  dasar  kepentingan  pribadi  dan  kelompok.  Akhirnya  masyarakat semakin  tidak  terkontrol,  mereka  menjadi  liar  karena  tidak  lagi  mendapatkan petunjuk dan tidak lagi peduli terhadap cita bangsayang ditegaskan dalam Pancasila. Hal ditegaskan dalam Desain Induk Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025  (2010)  bahwa  telah  terjadi:  (1)  disorientasi  dan  belum  dihayati  nilai-nilai  Pancasila sebagai  filosofi  dan  ideologi  bangsa,  (2)  keterbatasan  perangkat  kebijakan  terpadu dalam  mewujudkan  nilai-nilai  esensi  Pancasila,  (3)  bergesernya  nilai  etika  dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, (4) memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya  berbangsa  dan  bernegara,  (5)  ancaman  disintegrasi  bangsa,  dan  (6) melemahnya kemandirian bangsa.
Urgensi  dan  eksistensi  Pancasila  kembali  menjadi  wacana  akademik  dengan berkumpulnya  para  peminat,  pengembang  bahkan  pemikir  untuk  kembali menerapkan strategi-strategi mendasar agar nilai-nilai Pancasila dapat kembali hidup dalam  kehidupan  bermasyarakat,  berbangsa  dan  bernegara.  Wacana  tersebut  dipicu dengan  realitas  masyarakat  pasca  reformasi  yang  tidak  kunjung  memberikan perubahan positif yang signifikan untuk membangun bangsa ini menjadi lebih baik.
Masyarakat  saat  ini  seolah  kehilangan  orientasi  yang  sudah  kritis.  Oleh  sebab  itu, penataan karakter bangsa dengan merevitalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,  berbangsa  dan  bernegara  mutlak  diperlukan.  Hal  ini  tentu  saja beralasan  kuat,  seperti  yang  lansir  dalam  Desain  induk  Pembangunan  Karakter Bangsa  Tahun  2010-2025  (2010)  yang  menyatakan  bahwa secara  ideologis, pembangunan  karakter  merupakan  upaya  mengejawantahkan  ideologi  Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar