Sejak reformasi
bergulir, semangat nilai-nilai
Pancasila mulai mengendur
dan nilainilai kebangsaan pun
kian menurun. Pancasila disudutkan dalam pemahaman sejarah seiring dengan
hancurnya kekuasaan Orde
Baru yang pada waktu itu
sangat giat menjalankan program
P-4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) sebagai pilar untuk
menanamkan nilai-nilai Pancasila.
Dengan realitas
kehidupan bangsa yang
terus mengalami perubahan
dan perkembangan. Sosialisasi penanaman
nilai-nilai Pancasila yang
seharusnya terus dilaksanakan
melalui program yang
dianggap berhasil dengan tujuan
pemantapan pemahaman idiologi kian
tersingkirkan. Berbagai program
bahkan kurikulum Pendidikan Pancasila
tidak lagi dimasukan
dalam strategi penanaman
nilai-nilai Pancasila. Hal ini
bisa di buktikan
dengan kajian dan
studi kamademik untuk
mendalami Pancasila yang
semakin tidak popular
dan tidak diminati
oleh semua lapisan masyarakat.
Akhirnya nilai-nilai Pancasila tidak
lagi dikenal dan sedikit demi sedikit
bangsa kita terserabut
dari jati dirinya
sendiri. Pernyataan ini
di perkuat pendapat
Try Sutrisno (Mack
Dieter, 1996) yang
menyatakan: Pembangunan yang tidak
berakar pada nilai
fundamental budaya bangsanya
akan berakibat pada hilangnya kepribadian dan jati diri
bangsa yang bersangkutan. Bangsa yang demikian pada gilirannya
akan runtuh, baik
disebabkan kuatnya tekanan
pengaruh dari luar maupun oleh pengeroposan dari dalam
tubuhnya sendiri.
Kita bisa
melihat betapa
terdegradasinya nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara Indonesia. Milsanya
saja, kita dapat
melihat nilai-nilai individualisme kian
melebarkan sayap-sayapnya dalam
kehidupan masyarakat bangsa ini; bentrokan dan konflik yang terus
bergejolak akibat dari
etnosentrisme berlebih diantara
suku bangsa dan
hilangnya pigur wakil rakyat dan pemimpin bangsa yang disebabkan
bercokolnya kepentingan dan
politisasi atas dasar
kepentingan pribadi dan
kelompok. Akhirnya masyarakat semakin tidak
terkontrol, mereka menjadi
liar karena tidak
lagi mendapatkan petunjuk dan
tidak lagi peduli terhadap cita bangsayang ditegaskan dalam Pancasila. Hal
ditegaskan dalam Desain Induk Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 (2010)
bahwa telah terjadi:
(1) disorientasi dan
belum dihayati nilai-nilai
Pancasila sebagai filosofi dan
ideologi bangsa, (2)
keterbatasan perangkat kebijakan
terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai
esensi Pancasila, (3)
bergesernya nilai etika
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, (4) memudarnya kesadaran
terhadap nilai-nilai budaya
berbangsa dan bernegara,
(5) ancaman disintegrasi
bangsa, dan (6) melemahnya kemandirian bangsa.
Urgensi dan
eksistensi Pancasila kembali
menjadi wacana akademik
dengan berkumpulnya para peminat,
pengembang bahkan pemikir
untuk kembali menerapkan strategi-strategi
mendasar agar nilai-nilai Pancasila dapat kembali hidup dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Wacana tersebut
dipicu dengan realitas masyarakat
pasca reformasi yang
tidak kunjung memberikan perubahan positif yang signifikan
untuk membangun bangsa ini menjadi lebih baik.
Masyarakat saat
ini seolah kehilangan
orientasi yang sudah
kritis. Oleh sebab
itu, penataan karakter bangsa dengan merevitalisasi nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara
mutlak diperlukan. Hal
ini tentu saja beralasan kuat,
seperti yang lansir
dalam Desain induk
Pembangunan Karakter Bangsa Tahun
2010-2025 (2010) yang
menyatakan bahwa secara ideologis, pembangunan karakter
merupakan upaya mengejawantahkan ideologi
Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar