Peran guru sangat
penting. Guru akan
sangat menentukan keberhasilan siswanya, karena dengan
kemampuannya,gurulah yang akan memerahkan atau menghijaukan siswanya. Alasannya,
sang guru yang akan menentukan proses pembelajarannya, di mana sang guru akan
mengorganisasikan pengalaman
belajar siswa sehingga
mereka dapat mengubah
penampilan mereka secara bermakna
atau tidak. Di
samping itu, cara
sang guru ketika membantu siswanya belajar akan
menentukan keberhasilan siswanya. Oleh sebab itu, guru
merupakan kata kunci
bagi para siswanya.
Pembelajaran sebagai perwujudan real dari proses
pendidikan menempati posisi
strategis dalam mengupayakan
perubahan kearah yang
lebih baik dari kehidupan manusia.
Manusia sebagai mahluk
tuhan yang memiliki
akal sudah sewajarnya memikirkan
pemecahan masalah berdasarkan informasi yang
telah dicapainya sehingga kehidupannya
menjadi dinamis. Generasi
baru yang lahir akan
terus terlibat dalam
proses transformasi dengan
belajar pada generasi sebelumnya dan
mengupyakan kondisi yang lebih
baik disbanding masa sebelumnya. Oleh
karena itulah pendidikan
menjadi komponen kehidupan
yang mutlak adanya. Electronic Education adalah salah satu konsep dalam
teknologi pendidikan yang sangat mungkin untuk diaplikasikan dalam mencapai
kemajuan yang berarti
dibidang pendidikan.
Konsep tersebut
merupakan hal yang praktis dan bisa dilaksanakan dengan alternative biaya murah
ataupun dengan pada modal tergantung kemampuan yangada. Visi dasar
ini tentunya bisa
menjadi rujukan para
pemula yang ingin memasuki e-Education agar tidak
menjumpai kekecewaan dalam
perjalannya di waktu kemudian.
Jaringan global yang dihadirkan e-Education membuat interaksi individu yang
satu dengan individu yang lain menjadi begitu luas dalam rentang waktu yang
sangat pendek. Oleh karenanya
masalah yang mungkin timbul
juga lebih besar dan luas dibanding bila membangun dunia
pendidikan konvensional. Ada banyak keuntungan yang dapat
diperoleh tetapi ada juga masalah besar yang mengkin timbul
karenanya seperti benturan
peradaban/ ideologi pelanggaran hukum
dan lain sebagainya..
Sistem
informasi berbasis komputer
dalam kenyataannya banyak membantu pekerjaan manusia, jika
dibandingkan dengan sistem informasi yang
masih menggunakan cara-cara
manual. Peranan sistem
informasi berbasis komputer dalam
lembaga pendidikan sangat
penting dalam rangka mencapai
tujuan pendidikan. Tugas dari sistem informasi berbasis komputer adalah
memberikan kemudahan informasi
yang digunakan dalam perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
dan pengendalian terhadap kegiatan
suatu lembaga pendidikan
sehingga tujuan
institusional suatu lembaga
pendidikan tersebut dapat
tercapai. Sistem
informasi berbasis
computer yang baik juga
sangat membantu dalam pembelajaran terutama
terkait dengan media
pembelajaran.
Penyediaan
informasi yang sempurna
akan sangat membantu
dalam tujuan pembelajaran sebab
siswa akan lebih
jelas dalam memahami permasalahan yang ada. Di era Teknologi sekarang ini, ilustrasi
visual bukanlah hal yang sulit untuk dioptimalkan dalam
meyampaikan pesan pembelajaran.
Bilamana ini dapat direalisasikan maka
akan meminimalisasi pengalaman
belajar yang verbalistik yang pada giliran berikutnya akan
mendukung kualitas proses dan hasil belajar.
Banyak kebudayaan
di dunia yang
memberi pengaruh terhadap masyarakatnya menjadi sangat
sensitif dan memiliki kapabilitas untuk memahami pesan melalui rangsangan
visual /indera penglihatan. Oleh karena itu pesan visual sudah sangat
familier dalam kehidupan
manusia. Baik masyarakat tradisional maupun masyarakat
modern masih banyak melakukan
komunikasi secara visual dan bahkan mengisi sebagaian besar
waktunya saat tidak tidur. Hadirnya televisi mampu menyeret warga dunia untuk
terlibat secara intens berkomunikasi melalui media ini.
Apalagi sekaran muncul
teknologi internet semakin
menambah maraknya komunikasi visual.
Kapasitas
manusia dalam menerima masukan dan menghasilkan keluaran adalah terbatas. Kenyataan
lebih banyak menyediakan
masukan dari pada
yang dapat diterima oleh sistem
pengolahan manusia. Manusia mengurangi masukan sampai batas tertentu.
Oleh karenanya kemasan
informasi sangat menentukan
kapasitas informasi . Sebagai ilustrasi adalah pesan/informasi yang
dikemas dalam bentuk gambar jauh lebih efisien
daripada informasi dalam bentuk
simbol verbal. Kata pepatah, satu gambar setara dengan
seribu kata-kata.
Konon
menurut para ahli
komunikasi, delapan puluh
persen kegiatan manusia dalam
mendapatkan informasi diperoleh
melalui indera penglihatan (visual) Tentu
saja ini berlaku
untuk orang yang
secara normal dapat
melihat.
Menurut Plato,
bahasa visual merupakan
bahasa universal yang
tidak terintangi oleh perbedaan
makna kata-kata dari beragam
bahasa yang ada
di dunia. Ini berarti bahwa bahasa visual mempunyai
arti yang sama untuk setiap orang yang menerimanya. Yang disebut visual adalah
apa yang dapat dilihat, sehingga semua hal yang dapat dilihat masuk kategori
visual. Konsep visual ini dapat dijelaskan dengan rangsangan yang mengenai
indera penglihatan.Namun demikian, melihat belum tentu sampai menimbulkan
pengertian. Pada taraf melihat, pengertian tidak serta merta
akan mengikuti. Untuk
mencapai pengertian maka
orang harus meresapkan apa yang
dilihatnya ke otak sekaligus mengkaitkan dengan maklumat yang telah dimiliki
sebelumnya. Komunikasi visual ini sangat efektif. Efektivitas sejumlah indera
untuk menerima rangsangan
yakni sebagai berikut:
indera penglihatan sebesar 83%,
indera pendengaran 11%,
indera penciuman sebesar 3,5%,
indera peraba sebesar
1,5%, indera perasa
sebesar 1%.
Komunikasi visual
sebagai suatu proses
penyampaian dan penerimaan pesan
dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan simbol-simbol atau lambang-lambang visual
merupakan aktivitas keseharian
manusia. Yang dimaksud dengan
simbol-simbol visual adalah penggunaan lambang, gambar yang dapat dilihat oleh
mata. Komunikasi visual dibanding dengan bentuk komunikasi yang lain akan
memiliki kelebihan dan kelemahan. Bentuk komunikasi ini terkait dengan pemanfaatan
indera penglihatan, yang
sangat mungkin akan
mengalami kelelahan dalam melakukan aktivitas mengamati. Di dunia yang
dihadapi ini ada sekian banyak objek
yang harus dilihat
dalam satuan waktu yang
kecil seperti satuan detik, sehingga terkadang
ada objek yang tidak
terekam dalam memori.
Komunikasi
visual biasanya merupakan model
komunikasi langsung. Model
ini tergolong yang paling sederhana dan bersifat satu arah. Model ini tentu
saja cocok untuk
menggambarkan peran ilustrasi
visual dalam pembelajaran. Biasanya ilustrasi visual
dirancang untuk komunikasi satu arah.
Teori-teori pembelajaran terbaru juga membahas pentingnya
komunikasi visual dalam pembelajaran.
Pertama adalah teori
Gestalt, Persepsi visual
dapat diperoleh dari suatu
observasi yang simpel,
hal ini dikemukakan oleh
Max Wertheimer. Teori ini
menjelaskan bahwa pandangan
pata akan mengmbil keseluruhan stimuli
visual baru kemudian
pada masuk mapa coherent
image.
Penekanan
teori Gestalt pada
persepsi visual adalah atensi
terhadap bentuk individual bagaimana
menciptakan isi gambar.
Teori Gestal memberi
pelajaran bahwa komunikasi visual
perlu mengkombinasikan elemen-elemen dasar kedalam bentuk yang bermakna. Pada
umumnya kita telah paham bahwa sinyalsinyal
non verbal sangat
berpengaruh dalam komunikasi,
bahkan lebih banyak sinyal non verbal yang akan kita
hadapi. Dalam hal ini alat peraga/media menjadi piranti yang
sangat penting yang
seyogyanya digunakan dalam
proses komunikasi. Dengan begitu tujuan dari kegiatan komunikasi akan tercapai
dengan baik. Jadi tak
pelak lagi pesan-pesan
visual digunakan untuk
membantu orang dalam melakukan
interpretasi secara akurat
terhadap lambang-lambang visual. Pesan-pesan visual
ini akan mempengaruhi
sikap-sikap, opini, maupun
aspek yang lain. Oleh karena itu perlu adanya kemahiran dalam membaca
pesan-pesan visual.
Kedua adalah
teori Konstruktivism, yang
dikembangkan oleh Julian Hochberg bahwa
mata seorang pengamat
bergerak secara konstan
dalam menciptakan suatu citra. Pengamat akan mengkonstruksi hal-hal yang
dilihatnya yang kemudian oleh otak akan dikombinasi sebagai bentuk keseluruhan.
Ketiga adalah
Semiotics/Semiologi yang menyatakan bahwa banyaknya yang diketahui
orang merupakan seberapa
banyak yang dia lihat.
Citra yang dibentuk lebih banyak
ditentukan oleh interes dan hal-hal yang dapat diingat serta dipahami dari
suatu apa yang dilihatnya. Teori ini
juga mengemukakan tiga jenis anda/
simbol dalam komuniasi
visual yakni Iconic
signs, Indexical signs, Symbolic signs.
Sistem pembelajaran
pada hakekatnya adalah
proses komunikasi yang berorientasi pada
tujuan. Komunikasi visual
sudah seharusnya dilakukan mengingat pesan belajar menyangkut
hal-hal yang kongkrit terjadi atau ada dalam kehidupan. Keterlibatan secara
aktif dalam menangkap pesan visual merupakan aktivitas mengamati
dan bukan sekedar
melihat. Hal ini
ditegaskan oleh Lowry (1967) bahwa: ”Looking and seeing are as different as babbling andspeaking. To look
means that our eyes operate only to the extentthat they keep us from being
hit by
a car, …Seeing is an
act that occurs only with effort.” Demikian halnya dengan pendapat
Soelarko (1980): “Melihat
sesuatu belum tentu
menimbulkan pengertian.
Penglihatan itu tidak
disusul dengan pengertian akan artinya
bendabenda serta pandangan yang berada di mukanya.” Seperti halnya
Lowry, ia juga membedakan aktivitas melihat
dengan mengamati. Pembelajaran
visual menyuguhkan pesan belajar dalam bentuk materi belajar yang
bersifat ikonik.Lebih lanjut Tversky
yang dikutip oleh
Dwyer (1978) mengungkapkan bahwa informasi
(pesan) verbal dan
visual dipahami secara
berbeda tergantung atas
penggunaan informasi yang diperoleh peserta belajar. Menurutnya, informasi visual
akan diubah untuk disimpan dalam bentuk verbal simbolik. Namun ketika informasi
ini akan diungkapkan kembali, maka terlebih dulu diubah dari bentuk verbal
simbolik menjadi bentuk visual. Bahasa lisan dan tulisan menurut Astini Su’udi (1990)
merupakan simbol komunikasi
verbal. Semestinya penggunaan simbol verbal ini tidaklah
mendominasi komunikasi dalam kegiatan pembelajaran.
Selain menyangkut
aspek proses belajar
sebagai bentuk komunikasi, pembelajaran visual pun harus
dikembangkan secara sistemik sampai pada aspek evaluasi. Salah
satu bentuk evaluasi
adalah pengukuran pendidikan
yang mencapaup beberapa ranah,
yangbiasa digolongkan menjadi
pengukuran bidang kognitif,
bidang afektif dan bidang psikomotor. Di
dalam pengukuran pendidikan , Dali S Naga (1992) mengemukakan bahwa
objek evaluasi merupakan ciri, sifat yang tersembunyi (latent traits0 yang terdapat pada peserta belajar.
Oleh karena itu, objek evaluasi
tidak dapat diukur
secara langsung. Pengukuran
dilakukan dengan memberi stimulus
dan diharapkan akan
menimbulkan respon yang menggambarkan kemampuan,
hasil belajar atau
ciri lain dari
objek pengukuran pendidikan.
Bilamana proses
komunikasi dalam pembelajaran
berbentuk komunikasi visual, maka
sudah seharusnya aspek
evaluasi pun relevan
dengannya. Namun pada kenyataannya
hal ini belum
terjadi. Ungkapan Hegen
yang dikutip oleh Dwyer
(1978) bahwa: ”Most of
the widely used
general cognitive ability
test depend to same
degree on languages.” Tentu saja
kondisi semacam ini
akan menimbulkan masalah yang
serius dalam pembelajaran
khususnya, dan pendidikan pada
umumnya. Tes yang
selama ini diselenggarakan lebih
banyak menuntut kemampuan berbahasa
dari pada kompetensi
yang seharusnya diaktualisasikan. Hal
ini tentusaja merupakan suatu bias
komunikasi dalam evaluasi
pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar