MAKSIMAL PENGLIHATAN DENGAN TEKNOLOGI DALAM PEMBELAJARAN - Sastra Education

Breaking

Kamis, 01 Juni 2017

MAKSIMAL PENGLIHATAN DENGAN TEKNOLOGI DALAM PEMBELAJARAN



Peran  guru  sangat  penting.  Guru  akan  sangat menentukan keberhasilan siswanya, karena dengan kemampuannya,gurulah yang akan memerahkan atau menghijaukan siswanya. Alasannya, sang guru yang akan menentukan proses pembelajarannya, di mana sang guru akan mengorganisasikan pengalaman  belajar  siswa  sehingga  mereka  dapat  mengubah  penampilan  mereka secara  bermakna  atau  tidak.  Di  samping  itu,  cara  sang  guru  ketika membantu siswanya belajar akan menentukan keberhasilan siswanya. Oleh sebab itu,  guru  merupakan  kata  kunci  bagi  para  siswanya.
Pembelajaran sebagai perwujudan real dari proses pendidikan menempati posisi  strategis  dalam  mengupayakan  perubahan  kearah  yang  lebih  baik  dari kehidupan  manusia.  Manusia  sebagai  mahluk  tuhan  yang  memiliki  akal  sudah sewajarnya  memikirkan  pemecahan  masalah  berdasarkan informasi  yang  telah dicapainya  sehingga  kehidupannya  menjadi  dinamis.  Generasi  baru  yang  lahir akan  terus  terlibat  dalam  proses  transformasi  dengan  belajar  pada  generasi sebelumnya  dan  mengupyakan  kondisi  yang  lebih  baik  disbanding  masa sebelumnya.  Oleh  karena  itulah  pendidikan  menjadi  komponen  kehidupan  yang mutlak adanya. Electronic Education adalah salah satu konsep dalam teknologi pendidikan yang sangat mungkin untuk diaplikasikan dalam  mencapai  kemajuan  yang  berarti  dibidang  pendidikan.
Konsep  tersebut merupakan hal yang praktis dan bisa dilaksanakan dengan alternative biaya murah ataupun dengan pada modal tergantung kemampuan yangada. Visi  dasar  ini  tentunya  bisa  menjadi  rujukan  para  pemula  yang  ingin memasuki  e-Education agar  tidak  menjumpai  kekecewaan  dalam  perjalannya  di waktu kemudian. Jaringan global yang dihadirkan e-Education membuat interaksi individu yang satu dengan individu yang lain menjadi begitu luas dalam rentang waktu  yang  sangat pendek.  Oleh  karenanya  masalah  yang mungkin  timbul  juga lebih besar dan luas dibanding bila membangun dunia pendidikan konvensional. Ada banyak keuntungan yang dapat diperoleh tetapi ada juga masalah besar yang mengkin  timbul  karenanya  seperti  benturan  peradaban/ ideologi  pelanggaran hukum dan lain sebagainya..
Sistem  informasi  berbasis  komputer  dalam  kenyataannya  banyak membantu pekerjaan manusia, jika dibandingkan dengan sistem informasi yang  masih  menggunakan  cara-cara  manual.  Peranan  sistem  informasi berbasis  komputer  dalam  lembaga  pendidikan  sangat  penting  dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Tugas dari sistem informasi berbasis komputer  adalah  memberikan  kemudahan  informasi  yang digunakan dalam  perencanaan,  pengorganisasian,  pengarahan,  dan  pengendalian terhadap  kegiatan  suatu  lembaga  pendidikan   sehingga  tujuan institusional  suatu  lembaga  pendidikan   tersebut  dapat  tercapai.  Sistem informasi  berbasis  computer   yang  baik  juga  sangat  membantu  dalam pembelajaran  terutama  terkait  dengan  media  pembelajaran. 
Penyediaan informasi  yang  sempurna  akan  sangat  membantu  dalam  tujuan pembelajaran  sebab  siswa  akan  lebih  jelas  dalam  memahami permasalahan yang ada.  Di era Teknologi sekarang ini, ilustrasi visual bukanlah hal yang sulit untuk dioptimalkan  dalam  meyampaikan  pesan  pembelajaran.  Bilamana  ini  dapat direalisasikan  maka  akan  meminimalisasi  pengalaman  belajar  yang  verbalistik yang pada giliran berikutnya akan mendukung kualitas proses dan hasil belajar.
Banyak  kebudayaan  di  dunia   yang  memberi  pengaruh  terhadap masyarakatnya menjadi sangat sensitif dan memiliki kapabilitas untuk memahami pesan melalui rangsangan visual /indera penglihatan. Oleh karena itu pesan visual sudah  sangat  familier  dalam  kehidupan  manusia.  Baik masyarakat  tradisional maupun  masyarakat  modern  masih banyak  melakukan  komunikasi  secara  visual dan bahkan mengisi sebagaian besar waktunya saat tidak tidur. Hadirnya televisi mampu menyeret warga dunia untuk terlibat secara intens berkomunikasi melalui media  ini.  Apalagi  sekaran  muncul  teknologi  internet  semakin  menambah maraknya  komunikasi  visual.
Kapasitas manusia dalam menerima masukan dan menghasilkan keluaran adalah terbatas.  Kenyataan  lebih  banyak  menyediakan  masukan  dari  pada  yang  dapat diterima oleh sistem pengolahan manusia. Manusia mengurangi masukan sampai batas  tertentu.  Oleh  karenanya  kemasan  informasi  sangat  menentukan  kapasitas informasi . Sebagai ilustrasi adalah pesan/informasi yang dikemas dalam bentuk gambar  jauh  lebih efisien  daripada  informasi  dalam  bentuk  simbol  verbal.  Kata pepatah, satu gambar setara dengan seribu kata-kata.
 Konon  menurut  para  ahli  komunikasi,  delapan  puluh  persen  kegiatan manusia  dalam  mendapatkan  informasi  diperoleh  melalui  indera  penglihatan (visual)  Tentu  saja  ini  berlaku  untuk  orang  yang  secara  normal  dapat  melihat.
Menurut  Plato,  bahasa  visual  merupakan  bahasa  universal  yang  tidak  terintangi oleh  perbedaan  makna  kata-kata  dari  beragam  bahasa  yang  ada  di  dunia.  Ini berarti bahwa bahasa visual mempunyai arti yang sama untuk setiap orang yang menerimanya. Yang disebut visual adalah apa yang dapat dilihat, sehingga semua hal yang dapat dilihat masuk kategori visual. Konsep visual ini dapat dijelaskan dengan rangsangan yang mengenai indera penglihatan.Namun demikian, melihat belum tentu sampai menimbulkan pengertian. Pada taraf melihat, pengertian tidak serta  merta  akan  mengikuti.  Untuk  mencapai  pengertian  maka  orang  harus meresapkan apa yang dilihatnya ke otak sekaligus mengkaitkan dengan maklumat yang telah dimiliki sebelumnya. Komunikasi visual ini sangat efektif. Efektivitas sejumlah  indera  untuk  menerima  rangsangan  yakni  sebagai  berikut:  indera penglihatan  sebesar  83%,  indera  pendengaran  11%,  indera  penciuman  sebesar 3,5%,  indera  peraba  sebesar  1,5%,  indera  perasa  sebesar  1%.
Komunikasi  visual  sebagai  suatu  proses  penyampaian dan  penerimaan pesan dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan simbol-simbol atau  lambang-lambang  visual  merupakan  aktivitas  keseharian  manusia.  Yang dimaksud dengan simbol-simbol visual adalah penggunaan lambang, gambar yang dapat dilihat oleh mata. Komunikasi visual dibanding dengan bentuk komunikasi yang lain akan memiliki kelebihan dan kelemahan. Bentuk komunikasi ini terkait dengan  pemanfaatan  indera  penglihatan,  yang  sangat  mungkin  akan  mengalami kelelahan dalam melakukan aktivitas mengamati. Di dunia yang dihadapi ini ada sekian  banyak  objek  yang  harus  dilihat  dalam  satuan waktu  yang  kecil  seperti satuan  detik, sehingga  terkadang  ada  objek  yang tidak  terekam dalam memori.
Komunikasi visual biasanya  merupakan  model  komunikasi langsung. Model ini tergolong yang paling sederhana dan bersifat satu arah. Model ini tentu saja  cocok  untuk  menggambarkan  peran  ilustrasi  visual  dalam  pembelajaran. Biasanya ilustrasi visual dirancang untuk komunikasi satu arah.
Teori-teori pembelajaran terbaru juga membahas pentingnya komunikasi visual  dalam  pembelajaran.  Pertama  adalah  teori  Gestalt,  Persepsi  visual   dapat diperoleh  dari  suatu  observasi  yang  simpel,  hal  ini dikemukakan  oleh   Max Wertheimer.  Teori  ini  menjelaskan  bahwa  pandangan  pata  akan  mengmbil keseluruhan  stimuli  visual  baru  kemudian  pada  masuk mapa  coherent  image.
Penekanan  teori  Gestalt  pada  persepsi  visual  adalah atensi  terhadap  bentuk individual  bagaimana  menciptakan  isi  gambar.  Teori  Gestal  memberi  pelajaran bahwa  komunikasi  visual  perlu  mengkombinasikan   elemen-elemen  dasar kedalam bentuk yang bermakna. Pada umumnya kita telah paham bahwa sinyalsinyal  non  verbal  sangat  berpengaruh  dalam  komunikasi,  bahkan  lebih  banyak sinyal non verbal yang akan kita hadapi. Dalam hal ini alat peraga/media menjadi piranti  yang  sangat  penting  yang  seyogyanya  digunakan  dalam  proses komunikasi. Dengan begitu tujuan dari kegiatan komunikasi akan tercapai dengan baik.  Jadi  tak  pelak  lagi  pesan-pesan  visual  digunakan  untuk  membantu  orang dalam  melakukan  interpretasi  secara  akurat  terhadap lambang-lambang  visual. Pesan-pesan  visual  ini  akan  mempengaruhi  sikap-sikap,  opini,  maupun  aspek yang lain. Oleh karena itu perlu adanya kemahiran dalam membaca pesan-pesan visual.
Kedua  adalah  teori  Konstruktivism,  yang  dikembangkan  oleh  Julian Hochberg  bahwa  mata  seorang  pengamat  bergerak  secara  konstan  dalam menciptakan suatu citra. Pengamat akan mengkonstruksi hal-hal yang dilihatnya yang kemudian oleh otak akan dikombinasi sebagai bentuk keseluruhan.
Ketiga  adalah  Semiotics/Semiologi  yang  menyatakan bahwa   banyaknya yang  diketahui  orang  merupakan  seberapa  banyak  yang dia  lihat.   Citra  yang dibentuk lebih banyak ditentukan oleh interes dan hal-hal yang dapat diingat serta dipahami dari suatu apa yang dilihatnya. Teori ini  juga mengemukakan tiga jenis anda/  simbol  dalam  komuniasi  visual  yakni  Iconic  signs,  Indexical  signs, Symbolic signs.
Sistem  pembelajaran  pada  hakekatnya  adalah  proses  komunikasi  yang berorientasi  pada  tujuan.  Komunikasi  visual  sudah  seharusnya  dilakukan mengingat pesan belajar menyangkut hal-hal yang kongkrit terjadi atau ada dalam kehidupan. Keterlibatan secara aktif dalam menangkap pesan visual merupakan aktivitas  mengamati  dan  bukan  sekedar  melihat.  Hal  ini  ditegaskan  oleh  Lowry (1967) bahwa: ”Looking and seeing are as different as babbling andspeaking. To look means that our eyes operate only to the extentthat they keep us from being hit  by  a car,  …Seeing  is an  act that  occurs only  with effort.”  Demikian halnya dengan  pendapat  Soelarko  (1980):  “Melihat  sesuatu  belum  tentu  menimbulkan pengertian.  Penglihatan  itu  tidak  disusul  dengan  pengertian akan  artinya  bendabenda serta pandangan yang berada di mukanya.” Seperti halnya Lowry, ia juga membedakan  aktivitas  melihat  dengan  mengamati.  Pembelajaran  visual menyuguhkan pesan belajar dalam bentuk materi belajar yang bersifat ikonik.Lebih  lanjut  Tversky  yang  dikutip  oleh  Dwyer  (1978)  mengungkapkan bahwa  informasi  (pesan)  verbal  dan  visual  dipahami  secara  berbeda  tergantung atas penggunaan informasi yang diperoleh peserta belajar. Menurutnya, informasi visual akan diubah untuk disimpan dalam bentuk verbal simbolik. Namun ketika informasi ini akan diungkapkan kembali, maka terlebih dulu diubah dari bentuk verbal simbolik menjadi bentuk visual. Bahasa lisan dan tulisan menurut Astini Su’udi  (1990)  merupakan  simbol  komunikasi  verbal.  Semestinya  penggunaan simbol verbal ini tidaklah mendominasi komunikasi dalam kegiatan pembelajaran.
Selain  menyangkut  aspek  proses  belajar  sebagai  bentuk  komunikasi, pembelajaran visual pun harus dikembangkan secara sistemik sampai pada aspek evaluasi.  Salah  satu  bentuk  evaluasi  adalah  pengukuran  pendidikan  yang mencapaup  beberapa  ranah,  yangbiasa  digolongkan  menjadi  pengukuran  bidang kognitif, bidang afektif dan bidang psikomotor. Di  dalam pengukuran pendidikan , Dali S Naga (1992) mengemukakan bahwa objek evaluasi merupakan ciri, sifat yang tersembunyi (latent  traits0 yang terdapat pada peserta belajar. Oleh karena itu,  objek  evaluasi  tidak  dapat  diukur  secara  langsung.  Pengukuran  dilakukan dengan  memberi  stimulus  dan  diharapkan  akan  menimbulkan  respon  yang menggambarkan  kemampuan,  hasil  belajar  atau  ciri  lain  dari  objek  pengukuran pendidikan.
Bilamana  proses  komunikasi  dalam  pembelajaran  berbentuk  komunikasi visual,  maka  sudah  seharusnya   aspek  evaluasi  pun  relevan  dengannya.  Namun pada  kenyataannya  hal  ini  belum  terjadi.  Ungkapan  Hegen  yang  dikutip  oleh Dwyer  (1978)  bahwa:  Most  of  the  widely  used  general  cognitive  ability  test depend  to  same  degree  on  languages.” Tentu  saja  kondisi  semacam  ini  akan menimbulkan  masalah  yang  serius  dalam  pembelajaran  khususnya,  dan pendidikan  pada  umumnya.   Tes  yang  selama  ini  diselenggarakan  lebih  banyak menuntut  kemampuan  berbahasa  dari  pada  kompetensi  yang  seharusnya diaktualisasikan.  Hal  ini  tentusaja  merupakan  suatu bias  komunikasi  dalam evaluasi pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar