WISANGGENI : Menggugat Keadilan Batara - Sastra Education

Breaking

Kamis, 01 Juni 2017

WISANGGENI : Menggugat Keadilan Batara





Novel ini menceritakan tentang sebuah petualangan seorang bocah antara hidup dan mati untuk menggugat keadilan batara. Mereka adalah Wisanggeni berserta sabahat setianya Manuhara, Birawa, Mayangkara, Janaka, Semar, Gareng, Petruk, Bagong.
Cerita ini menceritakan tentang kehidupan bayi laki-laki yang dibunuh karena perintah raja Suralaya. Akan tetapi ia berhasil bertahan hidup untuk menegakkan keadilan batara, karena kegelapan saat itu menguasai kahyangan suralaya.
Novel ini juga mengisahkan tentang semangat juang dari bocah yang lahir karena kesalahan batara tetapi ia berhasil menaklukkan seluruh mayapada, dengan kekuatan dan kehebatan semenjak ia di buang di Kawah Candradimuka.
Aku lahir di Deksinageni kahyangan Batara Brama, Dewa penguasa api suralaya. Aku lahir dari satria Pandawa Janaka dan Dewi Dresnala. Kelahiranku membuat kahyangan Suralaya terjadi perdebatan dalam politik keluarga. Dewasrani menginginkan ibuku, ia berusaha membunuhku dan ayahnya.
Kesulitan dan kegelapan terus mempengaruhi kahyangan Suralaya. Aku dibuang Batara Yama dan Indra di Kawah Candradimuka. Kawah Candradimuka tidak membunuh diriku, ia membuatku tumbuh dewasa. Batara Narada menyelamatkanku. Aku diletakkan di hutan Kurusetra. Awal petualanganku dimulai saat aku menginjakkan kaki di Marcapada.
Hutan Kurusetra adalah hutan luas 1/8 luas dunia, hutan penuh hal – hal aneh dan menakutkan. Saat aku di hutan Kurusetra aku menemukan sahabat setiaku Mendha. Ia menemani petualanganku. Kisah penuh hidup dan mati. Ancaman hutan kuru bermula saat Gajah situbanda ingin membunuhku.
Politik suralaya dibawah ke marcapada. Hutan Kurusetra tak bersahabat denganku. Gajah Situbanda memburu diriku. Ia menerjang diriku hingga aku akan terusir dari Kurusetra. Aku bersama Mendha berhasil selamat dari ancaman Situbanda.
Aku terdampar di lembah Tua, seorang pertapa bernama Eyang Guru Mulia menerimaku sebagai muridnya. Aku diberi keris Kalabendu dan ajian pengawak braja. Keris yang dapat ditunjamkan jika mantra dirapalnya. Ajian yang dapat merubah diriku menjadi jilatan api membara sepanas matahari.
Kepergian Eyang Mulia membuat sedih dan duka. Datang kegelapan di Lembah Tua, Raja Parang Gupita, raja raksasa buta berperilaku angkara murka. Ia berhasil memnunjamkan pusaka ke tubuh kecil hingga aku terlulai lemah tak berdaya. Mendha sedih dan duka mendengar Wisanggeni mendapat luka di tubuhnya. Mendha merawatku hingga aku sembuh total dari semua luka.
Aku bertapa di batu untuk menguatkan ilmu dan pusaka. Keberhasilan Wisanggeni membuatnya untuk melakukan perjalanan dalam menaklukan hewan buas Kurusetra. Aku bersama Mendha mencari Gajah Situbanda. Perjalanan ini akan memberikan aku kekuatan dan kehebatan sebelum menyelematkan ibuku.
Di lembah Tua akan berjalan menuju tempat aku bertemu Gajah Situbanda. Keanehan hutan kurusetra makin terasa. Cekaman dan kegelapan menyelimutinya.  Aku bertemu kera bijak Kurusetra dari pertapa Kendalisada Mayangkara/ Senggana. Aku bertemu dengan Situbandan salah satu pimpinan bernama Manuhara. Dengan ajian pengawak braja aku berhasil menaklukkannya.
Perjalanan selanjutnya menaklukkan raja hutan Kurusetra. Macan Birawa takluk dalam ajian pengawak braja. Tapi dalam perjalanan kami pernah di tipu kancil hingga membuat aku terluka. Birawa dan Manuhara menjadi sahabat setiaku.
Dalam gerbang di lembah Emas aku bertemu orang yang belum pernah aku lihat. Mulut lebar membuat orang ketawa. Ia mengaku bernama Bagong. Ia penunjuk jalan mencari ayahku yang suka bertapa. Di lembah hijau, kami menemukan masalah yang menghimpit dalam pencariannya. Pasukan kuda Dewasrani mondar- mandir di sekitar Lembah hijau. Aku terkukai tak berdaya dalam perjalananku mencari ayahku. Luka dalam yang aku rasakan saat pedang pasukan raksasa buta suruh dewasrani menunjam ke tubuhku. Aku bertemu ayahku saat luka dalam terasa menyakitkan. Perjalanan membawaku ke Pertapan Dahana.
Aku melihat kakekku dan membekali diri untuk melakukan tugas dalam menggugat keadilan Batara. Aku ditemani Semar, Gareng, Petruk  dan Bagong serta ayahku, Birawa, Manuhara dan Mayangkara.
Langkah kami tersesat di kahyangan Suralaya. Semar sebagai penunjuk jalan terlalu sombong hingga kami tersesat di sentra Ganda Mayit tempat semayam Batari Durga. Aku hampir mati disana. Kegelapan bukan disitu saja perjalanan kami menuju ke gerbang Selo Manangkep seperti kisah yang menakutkan salju tebal dan gangguan raksasa serta serigala anjing Dewasrani membuat aku luka dalam.
Di Indraloka kami mendapat sambutan hanggat. Hingga Batara Indra mengantarku menuju Jonggring Saloka. Aku menanyakan ibuku pada Batara Guru. Ia diam tak menjawab pertanyaanku. Aku membuat ia agar memberiku jawaban dari pertanyaanku. Batari Durga yang ada dalam paseban memberi tekanan kegelapan yang kuat. Ia marah dan murka . Batara Guru memberi perintah untuk membunuhku
Batara Yama menyerangku, Panyarikan memburu. Hingga Durga membasmiku. Aku menaiki tahta marcupumanik, aku merapal ajianku, api menjilat dalam tubuhku. Batara Guru memberiku jawaban yang aku minta.
Aku terbang ke Parang Gupita. Aku memburu Dewasrani. Ia menghilang tiba- tiba saat api membara tubuhku. Aku berhasil menggugat keadilan batara, pemimpin kahyangan Suralaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar