Islam Sokoguru Pancasila - Sastra Education

Breaking

Jumat, 24 Mei 2019

Islam Sokoguru Pancasila


Pancasila menghadapi tantangan yang cukup berat. Nilai-nilai luhur Pancasila kian tergerus oleh zaman, baik dalam tata kelola pemerintahan maupun dalam kehidupan sosial kemasyarakatan sehari-hari. Padahal, Pancasila merupakan roh bangsa yang semakin dibutuhkan untuk menghadapi tantangan dan persoalan bangsa ini. Ketegangan politik dan konflik kedaerahan kerap menghiasi berita di koran-koran dalam negeri. Takdir sebagai bangsa dengan pluralitas semakin luntur. Padahal sejarah telah menunjukkan bahwa pluralitas dan kebhinekaan Indonesia disatukan dan diikat oleh Pancasila sebagai dasar negara.
Pancasila oleh Bung Karno bukanlah teka-teki melainkan nilai “spirit” Islam dalam Pancasila yang menghargai ajaran islam sebagai sokogurunya. Pancasila tidak bertentangan dengan ajaran islam. Pancasila merupakan nafas islam sejati. Kita tahu bahwa Islam adalah agama rahmah bagi sekalian alam, mencintai kerukunan, toleransi, keadilan, gender, dan semua sendi kehidupan dunia. Indonesia didirikan dengan dasar Pancasila yang menganut asas kebangsaan, artinya dasar kesamaan sebagai bangsa Indonesia, bukan atas dasar kesamaan agama, etnis, atau budaya. Nilai-nilai syariat Islam secara implisit dan eksplisit terdapat pada masing-masing sila dalam pancasila.
Penerimaan Pancasila saat itu bukanlah serta merta diterima begitu saja sebagai dasar negara, banyak perdebatan di antara berbagai kalangan sebelum akhirnya Pancasila diputuskan dan diakui sebagai dasar negara. Kalangan negarawan muslim Indonesia tidak menyetujui karena nilai-nilai syariat Islam belum terakomodasi, baik secara implisit maupun eksplisit dalam sila-silanya. Kemudian pada perkembangannya, Pancasila dianggap sebagai akar dari persoalan kekisruhan bangsa ini sehingga muncul kelompok fundamentalis dan ekstremis yang menginginkan syariat Islam menjadi dasar negara.
Salah satu putra NU pernah menyatakan dalam tulisan, Pancasila tidak hanya dirumuskan oleh tokoh nasional saja. Ada tokoh ulama yang ikut serta dalam proses penyusunan dasar negara tersebut, seperti KH. Wahid Hasyim dari kalangan NU maupun ulama lain dari kalangan Muhammadiyah.

Jadi mengapa kita belum yakin bahwa Pancasila adalah bagian dari islam?
Kita tahu bahwa para tokoh ulama itu pasti memberikan warna yang berdampak pada rumusan Pancasila yang Islami, yaitu Pancasila yang menampakkan ke-rahmatan lil ‘alamin ajaran Islam, bukan Pancasila yang jauh dari dan sepi dari nilai-nilai keislaman.
Sisi kebangsaan Pancasila menurut syariat yang selama ini menjadi pertentangan dan perdebatan.  Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan nilai kebangsaan yang religius. Tetapi apa kita yakin bahwa itu bertentangan dengan syariat. Kita tengok surah Al Ikhlas. Surah Al-Ikhlas diakui sebagai inti dari ajaran Islam, yaitu Pengakuan atas Keesaan Tuhan. Nilai ini kemudian diletakkan dalam basis utama fondasi filosofi bangsa yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.Kebangsaan atau nasionalisme Indonesia sama sekali tidak bertentangan dengan nilai syariah bukan, bahkan dalam arti luhur nasionalisme itu sendiri disyariatkan oleh Allah SWT. Negara ini dibangun atas dasar kesamaan kebangsaan, bukan atas kesamaan agama atau yang lainnya sehingga sila kebangsaan menjadi sila  pertama pada pidato lahirnya Pancasila 1 Juni 1945.
Membangun Indonesia merdeka bukan berdasar atas kesamaan keagamaan, tetapi berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa yang menganugerahi bangsa Indonesia dengan kemerdekaan. Tuhan dalam agama Islam adalah Esa, tidak ada yang menandingi ataupun menyekutui-Nya. Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti bahwa meskipun Indonesia bukan negara agama, tetapi agama merupakan nilai luhur yang dijunjung tinggi dalam penyelenggaraan negara. Penduduk yang beragama tentu memiliki ajaran luhur yang menjadikan pemeluknya selalu berada dalam kebaikan dan kebenaran selama mengikuti ajaran agamanya. Indonesia bukanlah negara sekuler yang tidak mengakui agama dalam  pemerintahannya, dan bukan negara agama yang menjadikan agama mayoritas sebagai agama negara. Melainkan, sebagai negara berketuhanan Yang Maha Esa yang mengakui agama sebagai spirit dalam penyelenggaraan negara.
Soekarno dan Pancasila
Soekarno menegaskan bahwa kemerdekaan yang dimiliki oleh Indonesia ini adalah berkah dan rahmat dari Tuhan. Maka dari itu, prinsip ketuhanan tak bisa  lepas  dari  dasar  negara Indonesia. Indonesia  dengan  beragam  pemeluk agama hendaknya bertuhan secara berkeadaban, artinya saling menghormati satu sama lain antar pemeluk agama yang berbeda.
Bung Karno memandang bahwa Ketuhanan merupakan final cause/ultimate causeyang menjadikan Tuhan merupakan tujuan akhir dari pengamalan dan pengabdian manusia di dunia. Mengagungkan Tuhan tidaklah harus menempatkan atau menyebut namanya di awal kalimat. Dalam ideologi Islam, menyebut nama Tuhan, baik di awal maupun di akhir tidaklah menjadi masalah bagi-Nya, karena semua arah dan tempat adalah milik-Nya. Sebagaimana bunyi firman-Nya:
Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan dia Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. al-Hadiid [57]: 3).
Keselarasan sila pertama Pancasila dengan syariat Islam terlihat dalam alQur’an yang mengajarkan kepada umatnya untuk selalu mengesakan Tuhan, seperti dalam Surat al-Baqarah, ayat 163 yang memiliki arti;
“Dan Tuhan kamu itu  adalah Tuhan Yang Maha Esa . Tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Murah, lagi Maha Penyayang”
Konsep ini menunjukkan bahwa dasar kehidupan bernegara rakyat Indonesia adalah ketuhanan. Di dalam Islam, konsep ini biasa disebut hablum min Allah yang merupakan esensi dari tauhid berupa hubungan manusia dengan Allah Swt.
Pancasila Ideology Bangsa
Tapi satu hal yang perlu diingat bahwa Pancasila bukanlah sesuatu yang harus disakralkan, ia adalah buatan manusia yang tak lepas dari kekurangan. Pensakralan dan penyalahtafsiran yang terjadi selama ini akibat keegoan masing-masing penguasa dalam usaha untuk melanggengkan kekuasaannya di bumi pertiwi. Dalam hal ini, bukan berarti Pancasila tidak relevan dengan Indonesia sekarang  sehingga  harus  diganti  demi  menata  kembali  negara  ini.  Pancasila tetap sesuatu yang kontekstual selama ia diposisikan sebagai dasar negara tanpa penafsiran yang sarat kepentingan individu. Kembali untuk selalu diingat bahwa lahirnya Pancasila adalah untuk menyatukan seluruh warga negara Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu jua).
Pancasila sebagai dasar negara atau ideologi negara tidaklah bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin(rahmat bagi semesta alam), Islam sangat relevan dan fleksibel dalam segala bidang kehidupan. Islam mengatur segala para pemeluknya dalam segala hal, baik itu kehidupan individu maupun sosial kemasyarakatan. Kedalaman nilai filosofis Pancasila yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai ajaran Islam hendaknya memperkuat posisi kita sebagai negara Indonesia yang beragama. Beragama yang berkeadaban dengan menghormati semua pemeluk agama yang ada, sebagaimana yang dicita-citakan oleh Bung Karno. Oleh sebab itu, kita sebagai warga negara Indonesia dan masyarakat yang beragama senantiasa melaksanakan, menjaga, dan mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyarakat, dan beragama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar