Pancasila
menghadapi tantangan yang cukup berat. Nilai-nilai luhur Pancasila kian tergerus
oleh zaman, baik dalam tata kelola pemerintahan maupun dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan sehari-hari.
Padahal,
Pancasila merupakan roh bangsa yang semakin dibutuhkan untuk menghadapi
tantangan dan persoalan bangsa ini.
Ketegangan politik dan konflik kedaerahan kerap menghiasi berita di koran-koran
dalam negeri. Takdir sebagai bangsa dengan pluralitas semakin luntur. Padahal
sejarah telah menunjukkan bahwa pluralitas dan kebhinekaan Indonesia disatukan
dan diikat oleh Pancasila sebagai dasar negara.
Pancasila oleh Bung Karno bukanlah teka-teki melainkan
nilai “spirit” Islam dalam Pancasila yang menghargai ajaran islam sebagai
sokogurunya. Pancasila tidak bertentangan dengan ajaran islam. Pancasila
merupakan nafas islam sejati. Kita tahu bahwa Islam adalah agama rahmah bagi
sekalian alam, mencintai kerukunan, toleransi, keadilan, gender, dan semua
sendi kehidupan dunia. Indonesia didirikan dengan dasar Pancasila yang menganut
asas kebangsaan, artinya dasar kesamaan sebagai bangsa Indonesia, bukan atas
dasar kesamaan agama, etnis, atau budaya. Nilai-nilai syariat Islam secara
implisit dan eksplisit terdapat pada masing-masing sila dalam pancasila.
Penerimaan Pancasila saat itu bukanlah serta merta
diterima begitu saja sebagai dasar negara, banyak perdebatan di antara berbagai
kalangan sebelum akhirnya Pancasila diputuskan dan diakui sebagai dasar negara.
Kalangan negarawan muslim Indonesia tidak menyetujui karena nilai-nilai syariat
Islam belum terakomodasi, baik secara implisit maupun eksplisit dalam
sila-silanya. Kemudian pada perkembangannya, Pancasila dianggap sebagai akar
dari persoalan kekisruhan bangsa ini sehingga muncul kelompok fundamentalis dan
ekstremis yang menginginkan syariat Islam menjadi dasar negara.
Salah satu putra NU pernah menyatakan dalam tulisan,
Pancasila tidak hanya dirumuskan oleh tokoh nasional saja. Ada tokoh ulama yang
ikut serta dalam proses penyusunan dasar negara tersebut, seperti KH. Wahid
Hasyim dari kalangan NU maupun ulama lain dari kalangan Muhammadiyah.
Jadi mengapa kita belum yakin bahwa Pancasila adalah
bagian dari islam?
Kita tahu bahwa para tokoh ulama itu pasti memberikan
warna yang berdampak pada rumusan Pancasila yang Islami, yaitu Pancasila yang
menampakkan ke-rahmatan lil ‘alamin ajaran Islam, bukan Pancasila yang jauh
dari dan sepi dari nilai-nilai keislaman.
Sisi kebangsaan Pancasila menurut syariat yang selama
ini menjadi pertentangan dan perdebatan.
Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan nilai kebangsaan yang
religius. Tetapi apa kita yakin bahwa itu bertentangan dengan syariat. Kita
tengok surah Al Ikhlas. Surah Al-Ikhlas diakui sebagai inti dari ajaran Islam,
yaitu Pengakuan atas Keesaan Tuhan. Nilai ini kemudian diletakkan dalam basis
utama fondasi filosofi bangsa yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.Kebangsaan atau
nasionalisme Indonesia sama sekali tidak bertentangan dengan nilai syariah
bukan, bahkan dalam arti luhur nasionalisme itu sendiri disyariatkan oleh Allah
SWT. Negara ini dibangun atas dasar kesamaan kebangsaan, bukan atas kesamaan
agama atau yang lainnya sehingga sila kebangsaan menjadi sila pertama pada pidato lahirnya Pancasila 1 Juni
1945.
Membangun Indonesia merdeka bukan berdasar atas
kesamaan keagamaan, tetapi berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa yang
menganugerahi bangsa Indonesia dengan kemerdekaan. Tuhan dalam agama Islam
adalah Esa, tidak ada yang menandingi ataupun menyekutui-Nya. Ketuhanan Yang
Maha Esa mengandung arti bahwa meskipun Indonesia bukan negara agama, tetapi
agama merupakan nilai luhur yang dijunjung tinggi dalam penyelenggaraan negara.
Penduduk yang beragama tentu memiliki ajaran luhur yang menjadikan pemeluknya
selalu berada dalam kebaikan dan kebenaran selama mengikuti ajaran agamanya.
Indonesia bukanlah negara sekuler yang tidak mengakui agama dalam pemerintahannya, dan bukan negara agama yang
menjadikan agama mayoritas sebagai agama negara. Melainkan, sebagai negara
berketuhanan Yang Maha Esa yang mengakui agama sebagai spirit dalam
penyelenggaraan negara.
Soekarno
dan Pancasila
Soekarno menegaskan bahwa kemerdekaan yang dimiliki
oleh Indonesia ini adalah berkah dan rahmat dari Tuhan. Maka dari itu, prinsip
ketuhanan tak bisa lepas dari
dasar negara Indonesia.
Indonesia dengan beragam
pemeluk agama hendaknya bertuhan secara berkeadaban, artinya saling
menghormati satu sama lain antar pemeluk agama yang berbeda.
Bung Karno memandang bahwa Ketuhanan merupakan final cause/ultimate causeyang menjadikan
Tuhan merupakan tujuan akhir dari pengamalan dan pengabdian manusia di dunia.
Mengagungkan Tuhan tidaklah harus menempatkan atau menyebut namanya di awal
kalimat. Dalam ideologi Islam, menyebut nama Tuhan, baik di awal maupun di
akhir tidaklah menjadi masalah bagi-Nya, karena semua arah dan tempat adalah
milik-Nya. Sebagaimana bunyi firman-Nya:
Dialah
yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan dia Maha mengetahui
segala sesuatu. (QS. al-Hadiid
[57]: 3).
Keselarasan sila pertama Pancasila dengan syariat
Islam terlihat dalam alQur’an yang mengajarkan kepada umatnya untuk selalu
mengesakan Tuhan, seperti
dalam Surat al-Baqarah, ayat 163 yang memiliki arti;
“Dan Tuhan kamu itu
adalah Tuhan Yang Maha Esa . Tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha
Murah, lagi Maha Penyayang”
Konsep ini menunjukkan bahwa dasar kehidupan bernegara
rakyat Indonesia adalah ketuhanan. Di dalam Islam, konsep ini biasa disebut hablum
min Allah yang merupakan esensi dari tauhid berupa hubungan manusia
dengan Allah Swt.
Pancasila
Ideology Bangsa
Tapi satu hal yang perlu diingat bahwa Pancasila
bukanlah sesuatu yang harus disakralkan, ia adalah buatan manusia yang tak
lepas dari kekurangan. Pensakralan dan penyalahtafsiran yang terjadi selama ini
akibat keegoan masing-masing penguasa dalam usaha untuk melanggengkan
kekuasaannya di bumi pertiwi. Dalam hal ini, bukan berarti Pancasila tidak
relevan dengan Indonesia sekarang
sehingga harus diganti
demi menata kembali
negara ini. Pancasila tetap sesuatu yang kontekstual
selama ia diposisikan sebagai dasar negara tanpa penafsiran yang sarat
kepentingan individu. Kembali untuk selalu diingat bahwa lahirnya Pancasila
adalah untuk menyatukan seluruh warga negara Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal
Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu jua).
Pancasila sebagai dasar negara atau ideologi negara
tidaklah bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Sebagai agama yang
rahmatan lil ‘alamin(rahmat bagi semesta alam), Islam sangat relevan dan
fleksibel dalam segala bidang kehidupan. Islam mengatur segala para pemeluknya
dalam segala hal, baik itu kehidupan individu maupun sosial kemasyarakatan.
Kedalaman nilai filosofis Pancasila yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai
ajaran Islam hendaknya memperkuat posisi kita sebagai negara Indonesia yang
beragama. Beragama yang berkeadaban dengan menghormati semua pemeluk agama yang
ada, sebagaimana yang dicita-citakan oleh Bung Karno. Oleh sebab itu, kita
sebagai warga negara Indonesia dan masyarakat yang beragama senantiasa
melaksanakan, menjaga, dan mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyarakat, dan beragama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar