Ramadhan & Pancasila - Sastra Education

Breaking

Sabtu, 25 Mei 2019

Ramadhan & Pancasila


Isu publik sedang mengancam kestabilan negara saat ini. Para politisi bertindak bukan untuk negera tetapi karena gensi dan jabatan. Akhir dari pesta demokrasi, Indonesia di radang duka. Kematian yang menimpa para petugas kpps menjadi tragedi luar biasa.
Pancasila sebagai ideology bangsa mungkin bukan menjadi pegangan para politisi negara. Mereka hanya mementingkan hak idealisme tanpa memperhatikan rakyatnya. Pancasila hanya sampingan yang tak diperlukan dalam politik bangsa. Harga Pancasila sebagai jiwa bangsa telah ditelan idealisme dan kemerosatan moral.
Politisi bertindak dalam menunjang kebutuhan semata. Dimana demokrasi dari rakyat untuk rakyat oleh rakyat hanya menjadi pandangan belaka. Konsep hidup gaya tinggi yang diagung menjadi refenrensi kebutuhan yang wajib mereka jaga.
Bulan ramadhan apa mereka tetap sama?
Melihat banyak hal-hal yang baik yang diburuk. Hal buruk yang dibaikkan.  Semata-mata isu publik yang tak memperhatikan fakta, hal ini mengapa isu public sebagai tombak media hanya dipakai politisi untuk pengalihkan kuasa. Legitimasi politik public yang harus menjaga sekarang malah public yang mencela dan menghina. Mata-mata politisi yang mengabdi, mereka malah menghalalkan cara untuk menduduki jabatannya.

Mengapa Indonesia menjadi ribut hanya karena kalah suara.?
Gengsi dan jabatan. Zaman milenial ini mungkin banyak mata memandang bahwa kebutuhan tersier adalah lebih utama dari kebutuhan pokok. Ideology Pancasila menjadi titik berat untuk Indonesia menjadi pudar karena gengsi dan jabatan.  Muncul isu public tentang ‘people power’ dalam bulan ramadhan merupakan pukulan berat legitimasi Pancasila. Pandangan Pancasila sebagai ideology bangsa sedikit tercoreng karenanya.
Ramadhan bulan puasa. Seharusnya mental dan akhlak dalam puasa tidak terbatas pada  pengendalian diri menghadapi kebutuhan  pokok jasmani saja, akan tetapi berkembang sampai kepada pengendalian diri dalam menghadapi kebutuhan kejiwaan dan sosial yang tidak kalah  pentingnya  dalam kehidupan manusia. Pancasila dan iman adalah tonggak utama. Isu public karena gengsi dan jabatan seharusnya  hilang dalam iman, taqwa dan pancasila.  Para politisi seharusnya berfikir cerdas, bukan berfikir bebas tanpa iman, taqwa dan Pancasila.
People Power apa manfaatnya?
Apa itu menguatkan Pancasila? Apa itu idaman rakyat Indonesia? Apa itu menjaga kesatuan Indonesia? Apa itu ujung tombak pemersatu bangsa? Apa itu wujud persatuan Indonesia? Apa itu bhineka tunggal ika?
Pemikiran yang terbelegu ekspektasi dunia, gengsi dan jabatan adalah wujud syetan dunia yang merendahkan martabat manusia. Berapa banyak perselisihan, pertengkaran dan kerenggangan hubungan terjadi akibat tidak terpenuhinya kebutuhan kejiwaan dan social. Berbagai macam prahara politik yang terjadi adalah wujud isu public untuk meningkat gengsi dan jabatan semata.
Rakyat menjadi landasan dalam memperjuangankan kepopulerannya, rakyat menjadi loncatan kekuasaannya. Rakyat menjadi ujung tombak untuk jabatannya. Mereka memikirkan jabatan, mereka menjaga gengsinya.
Apa itu sikap Pancasila?
Tentu saja bukan. Jika kita pemikir cerdas.
Pancasila sebagai dasar etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara diberdayakan melalui kebebasan masyarakat untuk mendasari suatu sikap mental atau attitude. Proses penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila sesungguhnya merupakan proses psikologis dan proses social kultural.  Secara  sederhana  proses  itu  digambarkan  sebagai  suatu  proses mengenal, mengerti, menghayati, mengamalkan dan memiliki kesadaran diri.
Perbuatan mengenal dan mengerti merupakan bagian yang integral dari proses kognitif termasuk di dalamnya proses berpikir seseorang. Proses menghayati merupakan suatu proses afektif yakni proses psikologis yang menyentuh perasaan seseorang. Sedangkan proses mengamalkan merupakan tindakan nyata yang tentunya harus telah dilandasi oleh proses kognitif sebelumnya. Kesadaran diri merupakan suatu sikap yang dapat disimpulkan dari pengenalan, pengertian, penghayatan dan pengamalan. Pancasila, yang di dalamnya termasuk agama dan kebudayaan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan sumber nilai yang menuntut sikap. Untuk mewujudkan sikap inilah setiap individu warga negara seyogianya mengenal, mengerti, menghayati dan mengamalkan Pancasila. Oleh karena itu, pengembangan segi-segi psikologis tentang tingkah laku menurut Pancasila menuntut dikembangkan proses pemancasilaan berbagai segi kehidupan. Untuk menghasilkan generasi bangsa penuh cita-cita Pancasila.
Ramadhan adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan cara untuk membersihkan serta meningkatkan martabat kejiwaan.
Indonesia adalah Pancasila. Indonesia merdeka dibulan ramadhan penuh aroma surga. Tak sepantasnya tercoreng karena isu public yang mengguncang iman dan pancasila.  Gengsi dan jabatan yang memandang rendah manusia harus hilang dan lenyap dalam pemikiran orang Indonesia. Pancasila yang menjadi tombak pemersatu harus terjaga dan terbina sempurna. Melihat hal maka ini tak ada salah bulan ramadhan berkah Pancasila Indonesia.
Ramadhan adalah bulan untuk kita dapat menghindarkan diri dari berbagai maksiat.  Sebab puasa bisa menundukkan hawa nafsu yang mendorong tindakan maksiat.  Puasa juga merupakan latihan bagi manusia untuk bersabar dalam menahan lapar, haus, dan mencegah hawa nafsu. Selanjutnya, kesabaran yang dipelajari dari puasa akan diterapkan diseluruh aspek kehidupannya.
Tawadlu’ dalam berpolitik adalah wujud kita mencinta ramadhan dan Pancasila. Karena jiwa ini secara tabiaat akan mencari kesenangan  dan  rasa  lapang  serta  tidak  ingin  terbebani  sehingga  akan menimbulkan  keinginan  lari  dari  peribadatan  dan  tetap  dalam kesenangannya. Maka apabila seorang hamba mampu menundukkan dirinya dengan  melaksanakan  perintah  Alloh  dan  menjauhi  laranganNya,  sungguh ia telah tawadhu' dalam peribadatan menjadi tombak politik Pancasila Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar