SOSIAL DEMOKRASI - Sastra Education

Breaking

Rabu, 19 Oktober 2016

SOSIAL DEMOKRASI



Sebelum kita membuat gambaran tentang berbagai koordinat yang berbeda, dalam memberikan efek terhadap kedua bentuk sistem dalam pangsa politik, maka kita harus memahami keduanya. Diperlukan dua penjelasan tentang pengertian, yang sangat mendominasi konstitusi masyarakat. Yakni: Kapitalisme Pasar dan Demokrasi.
Kapitalisme pasar dipahami sebagai sistem, di mana
1.      Barang-barang dapat dipertukarkan secara bebas di pasar
2.      Produksi barang-barang berdasarkan sistem kapitalisme, terutama berlandaskan kewenangan kekuasaan ekonomi swasta atas alat-alat produksi
3.       Terdapat pihak penerima upah di satu pihak dan pemilik modal di lain pihak
4.       Tak ada regulasi, paling-paling hanyalah lembaga-lembaga yang membingkai di luar pasar
Demokrasi merupakan prestasi historis, yang
1.      Hendak merealisasikan gagasan kebebasan yang sama bagi segenap manusia satu masyarakat dalam satu negara.

2.       Menerapkan otonomi politik lewat keputusan mayoritas yang demokratis
3.      Memberi peluang partisipasi bagi semuanya dalam sebuah masyarakat yang berkonstitusi (negara).
Pengetahuan yang kurang mendalam dalam menganalisa akan makna demokrasi mengakibatkan bentuk – bentuk penyimpangan yang menenggelamkan arah sistem demokrasi. Kita melihat negara kita. Dalam beberapa tahun terakhir diguncang dalam kekeringan Demokrasi. Mengapa? Sebuah pertanyaan yang mungkin akan sulit dijawab. Tapi disini ada sebuah gambaran yang menarik.
Pertama, kapitalis yang berkembang di negara kita bagai aliran yang mengalir tanpa henti.
Kedua, moral – moral mulia mengarah pada moral – moral yang dianggap tercela bagi negara.
Ketiga, hukum memandang rendah manusia yang tak punya.
Keempat, kekuatan berdasarkan golongan yang ras sepadan atau golongan yang mempunyai pengaruh.
Dalam menentukan arah demokrasi, kita sebagai warga yang menghargai dan menyayangi bangsa harus memisahkan akan kapitalis dan Demokrasi.  Kapitalis dan demokrasi merupakan penentang dalam menjalankan pemerintahan. Jika kapitalis dilaksanakan dalam demokrasi maka akan terjadi hambatan – hambatan yang tak inginkan.
Kapitalisme pasar menghambat demokrasi, bila
1.      kekuasaan segelintir atas alat-alat produksi menyebabkan perbedaan pembagian kekayaan, yang bertentangan dengan kebebasan dan partisipasi bagi semua dalam masyarakat,
2.      ketimpangan kekuasaan antara majikan dan pekerja begitu dominannya, sehingga secara keseluruhannya bertentangan dengan kemanndirian pengurusan kehidupan pekerja; kapitalsime pasar lewat nafsu meraup laba segelintir bertentangan dengan kesejahteraan bersama,
Padahal Masyarakat lahir sebagai „tatanan yang spontan“, dimana subyek-suyek ekonomi berhubungan dan bersaing satu sama dengan lainnya lewat pasar. Tugas yang diemban oleh negara sebatas mendefinisikan aturan-aturan umum terkait sikap setiap individu terhadap sesamanya (bandingkan Conert 2002: 287). Masalahnya, dengan demikian kebebasan dan demokrasi bakal menjadi barang langka yang hanya bisa dinikmati oleh segelintir , sehingga “tatanan spontan”-nya Hayek menjadi kehilangan arti. Juga, bahwa kebebasan ekonomi seseorang dalam free fight capitalism menjadi penyebab kondisi darurat ekonomi dan ketidakbebasan bagi yang lain. Sampai di sini, kita tidak akan menelusuri lebih jauh berbagai argumen Hayek. Bahasan baik dan mendalam, bisa dibaca dalam karya Conert.
Menurut Wilhelm Roepkes, liberalisme itu merupakan satu-satunya alternatif terhadap bentuk tatanan masyarakat tiran dari sosialisme. “Barang siapa yang menolak kolektivisme“,Tapi, ekonomi pasar adalah kebebesan pasar, kebebasan harga dan ongkos yang lentur. Artinya kemampuan penyesuaian dan penjajahan produsen berada di bawah kendali (kekuasaan) permintaan. Secara negatif berarti kebalikan dari monopol dan konsentrasi serta anarkhi kelompok-kelompok kepentingan, yang merambah di semua negara seperti tempat-tempat mucikari. Ekonomi pasar berarti, prinsip kollektif yang usang dan bejat itu harus diganti regulasi pasar sebagai satu-satunya prinsip yang tersedia bagi sebuah tatananan masyarakat yang terdeferensiasi rinci dan berteknolgi tinggi. Namun, harus dijamin agar proses ekonomi berjalan, maka regulasi tersebut harus tanpa kepalsuan dan (tidak boleh) membusuk oleh kuasa monopoli “ (Röpke 1946: 74).
            Sosialisme demokrasi sebagai model pemikiran dan sosial demokrasi sebagai kekuatan politik memiliki tradisi pemikiran panjang, yang terkait erat dengan lahirnya gerakan Buruh. Berbeda dengan konsep konservatif dan Liberal, model pemikiran politik ini terbukti mampu melakukan perubahan. Ini menyangkut model pemikiran yang selalu memiliki kesadaran mencatat kesejarahannya. Oleh karena itu sangat berguna untuk menengok kembali sejarah gagasan aliran sosial ini.
            “Negara memiliki fungsi mensukseskan pengembangan kebebasan serta pengembangan
umat manusia. Tujuan negara, dengan demikian, bukanlah sekedar melindungi kepemilikan pribadi dan kebebasan pribadi yang konon menurut ide burjuasi telah ada di dalam sebuah negara. Tujuan negara seharusnya lebih pada mempersatukan orang per orang ke dalam kondisi mencapai sebuah tangga
keberadaan, yang tidak mungkin dicapai oleh orang per orang; mereka (harus) dimungkinkan untuk menggapai pendidikan, kekuasaan dan kebebasan yang tidak mungkin dicapai secara sendiri-sendiri.” (Lassalle 1987:222 dst.).
Paling utama dalam penentuan sosialisme demokratis adalah ketiga nilai-nilai dasarnya, yaitu „kebebasan, keadilan dan solidaritas“. Dari nilai-nilai dasar inilah, kubu sosialdemorasi menguraikan tuntutan-tuntutan utamanya, yakni pengakuannya terhadap kebebasan dan demokrasi.
“Tidak ada sosialisme tanpa kebebasan. Sosialisme hanya bisa direalisasikan lewat demokrasi, dan demokrasi hanya bisa terampungkan oleh sosialisme“ (pernyataan prinsip-prinsip dari kaum Internasional yang sosialistis, Frankfurtam Main 1951, zit. nach Dowe / Klotzbach 2004: 269)
            Pemehaman ini akan memberikan adanya perbedaan pada kebebasan, maka sosialisme yang demokratis kian jelas membedakan dirinya dari rezim-rezim totaliter. Sejarah kita ditempa oleh sosialisme demokratis, satu (tatanan) masyarakat dari insan-insan yang bebas dan setara, di mana nilai-nilai dasar kita terealisasi, Sosialisme demokratis menuntut satu tatanan ekonomi, negara dan masyarakat, di mana nilai-nilai dasar secara warganegara, politik, sosial dan ekonomi bagi segenap manusia dijamin. Bagi kami, Sosialisme demokratis tetaplah menjadi visi satu (tatanan) masyarakat yang adil dan solidaris,dan perealisasiannya menjadi tugas kami secara terus-menerus.Prinsip tindakan kami adalah sosial demokrasi.
            Sosial demokrasi menghadapi tantangan globalisasi pasar terhadap pengaruh pasar uang dan penjungkirannya terhadap pasar kerja untuk bereaksi dan menentukan, bagaimana menciptakan perimbangan antara kapitalisme pasar dengan demokrasi. Orientasi nilai-nilai kami adalah demokrasi, kebebasan, persamaaan, keadilan, internasionalisme dan solidaritas. Kesemuanya itu tidak terlepas dari perdamaian, penjagaan dan perawatan alam serta emansipasi. Ide sosialisme demokratis menjadi visi utama buat perkembangan tujuan-tujuan politik Kubu Kiri. Tindakan-tindakan politik Kubu Kiri berangkat dari hubungan antara tujuan, cara dan orientasi nilai-nilai. Kebebasan dan keadilan sosial, demokrasi dan sosialisme itu saling membutuhkan. Keadilan tanpa kebebasan individu berujung pada
ketidakmandirian dan heteronomi. Kebebesan tanpa persamaan itu hanyalah kebebasan bagi kelompok kaya. Manusia yang menindas dan memeras sesamanya itu juga tidak bebas. Tujuan dari Sosialisme Demokratis, yang hendakmenundukkan kapitalisme melalui proses transformatoris, adalah satu (tatanan) masyarakat dengan kebebasan itu tidak membatasi yang lain, melainkan sebagai persyaratan buat kebebasannya sendiri.


Sumber : Tobias Gombert dkk. ........ Landasan Sosial Demokrasi. Friedrich-Ebert-Stiftung Akademie für Soziale Demokratie Bonn

Tidak ada komentar:

Posting Komentar