Sebelum kita membuat gambaran tentang berbagai koordinat yang berbeda, dalam memberikan efek terhadap kedua bentuk sistem dalam pangsa politik, maka kita harus memahami keduanya. Diperlukan dua penjelasan tentang pengertian, yang sangat mendominasi konstitusi masyarakat. Yakni: Kapitalisme Pasar dan Demokrasi.
Kapitalisme pasar dipahami sebagai sistem, di mana
1. Barang-barang dapat dipertukarkan secara bebas di
pasar
2. Produksi barang-barang berdasarkan sistem
kapitalisme, terutama berlandaskan kewenangan kekuasaan ekonomi swasta atas
alat-alat produksi
3. Terdapat pihak
penerima upah di satu pihak dan pemilik modal di lain pihak
4. Tak ada
regulasi, paling-paling hanyalah lembaga-lembaga yang membingkai di luar pasar
Demokrasi merupakan prestasi historis, yang
1. Hendak merealisasikan gagasan kebebasan yang sama
bagi segenap manusia satu masyarakat dalam satu negara.
2. Menerapkan
otonomi politik lewat keputusan mayoritas yang demokratis
3. Memberi peluang partisipasi bagi semuanya dalam
sebuah masyarakat yang berkonstitusi (negara).
Pengetahuan yang kurang mendalam dalam menganalisa
akan makna demokrasi mengakibatkan bentuk – bentuk penyimpangan yang
menenggelamkan arah sistem demokrasi. Kita melihat negara kita. Dalam beberapa
tahun terakhir diguncang dalam kekeringan Demokrasi. Mengapa? Sebuah pertanyaan
yang mungkin akan sulit dijawab. Tapi disini ada sebuah gambaran yang menarik.
Pertama, kapitalis yang berkembang di negara kita bagai
aliran yang mengalir tanpa henti.
Kedua, moral – moral mulia mengarah pada moral – moral
yang dianggap tercela bagi negara.
Ketiga, hukum memandang rendah manusia yang tak punya.
Keempat, kekuatan berdasarkan golongan yang ras sepadan atau golongan
yang mempunyai pengaruh.
Dalam
menentukan arah demokrasi, kita sebagai warga yang menghargai dan menyayangi
bangsa harus memisahkan akan kapitalis dan Demokrasi. Kapitalis dan demokrasi merupakan penentang
dalam menjalankan pemerintahan. Jika kapitalis dilaksanakan dalam demokrasi
maka akan terjadi hambatan – hambatan yang tak inginkan.
Kapitalisme
pasar menghambat demokrasi, bila
1. kekuasaan segelintir atas alat-alat produksi
menyebabkan perbedaan pembagian kekayaan, yang bertentangan dengan kebebasan
dan partisipasi bagi semua dalam masyarakat,
2. ketimpangan kekuasaan antara majikan dan pekerja
begitu dominannya, sehingga secara keseluruhannya bertentangan dengan
kemanndirian pengurusan kehidupan pekerja; kapitalsime pasar lewat nafsu meraup
laba segelintir bertentangan dengan kesejahteraan bersama,
Padahal
Masyarakat lahir sebagai „tatanan yang spontan“, dimana subyek-suyek ekonomi
berhubungan dan bersaing satu sama dengan lainnya lewat pasar. Tugas yang
diemban oleh negara sebatas mendefinisikan aturan-aturan umum terkait sikap
setiap individu terhadap sesamanya (bandingkan Conert 2002: 287). Masalahnya,
dengan demikian kebebasan dan demokrasi bakal menjadi barang langka yang hanya bisa dinikmati oleh
segelintir , sehingga “tatanan spontan”-nya Hayek menjadi kehilangan
arti. Juga, bahwa kebebasan ekonomi seseorang dalam free fight
capitalism menjadi penyebab kondisi darurat ekonomi dan
ketidakbebasan bagi yang lain. Sampai di sini, kita tidak akan menelusuri
lebih jauh berbagai argumen Hayek. Bahasan baik dan mendalam, bisa
dibaca dalam karya Conert.
Menurut Wilhelm Roepkes, liberalisme itu merupakan
satu-satunya alternatif terhadap bentuk tatanan masyarakat tiran dari
sosialisme. “Barang siapa yang menolak kolektivisme“,Tapi, ekonomi pasar adalah kebebesan pasar, kebebasan harga dan ongkos yang
lentur. Artinya kemampuan penyesuaian dan penjajahan produsen berada di bawah
kendali (kekuasaan) permintaan. Secara negatif berarti kebalikan dari monopol
dan konsentrasi serta anarkhi kelompok-kelompok kepentingan, yang merambah di
semua negara seperti tempat-tempat mucikari. Ekonomi pasar berarti, prinsip
kollektif yang usang dan bejat itu harus diganti regulasi pasar sebagai
satu-satunya prinsip yang tersedia bagi sebuah tatananan masyarakat yang
terdeferensiasi rinci dan berteknolgi tinggi. Namun, harus dijamin agar proses
ekonomi berjalan, maka regulasi tersebut harus tanpa kepalsuan dan (tidak
boleh) membusuk oleh kuasa monopoli “ (Röpke 1946: 74).
Sosialisme
demokrasi sebagai model pemikiran dan sosial demokrasi sebagai kekuatan politik
memiliki tradisi pemikiran panjang, yang terkait erat dengan lahirnya gerakan
Buruh. Berbeda dengan konsep konservatif dan Liberal, model pemikiran politik
ini terbukti mampu melakukan perubahan. Ini menyangkut model pemikiran yang
selalu memiliki kesadaran mencatat kesejarahannya. Oleh karena itu sangat
berguna untuk menengok kembali sejarah gagasan aliran sosial ini.
“Negara
memiliki fungsi mensukseskan pengembangan kebebasan serta pengembangan
umat manusia. Tujuan negara, dengan demikian,
bukanlah sekedar melindungi kepemilikan pribadi dan kebebasan pribadi yang
konon menurut ide burjuasi telah ada di dalam sebuah negara. Tujuan negara
seharusnya lebih pada mempersatukan orang per orang ke dalam kondisi mencapai
sebuah tangga
keberadaan, yang tidak mungkin dicapai oleh orang per
orang; mereka (harus) dimungkinkan untuk menggapai pendidikan, kekuasaan dan
kebebasan yang tidak mungkin dicapai secara sendiri-sendiri.” (Lassalle
1987:222 dst.).
Paling
utama dalam penentuan sosialisme demokratis adalah ketiga nilai-nilai dasarnya,
yaitu „kebebasan, keadilan dan solidaritas“. Dari nilai-nilai dasar inilah,
kubu sosialdemorasi menguraikan tuntutan-tuntutan utamanya, yakni pengakuannya
terhadap kebebasan dan demokrasi.
“Tidak ada sosialisme tanpa kebebasan. Sosialisme
hanya bisa direalisasikan lewat demokrasi, dan demokrasi hanya bisa
terampungkan oleh sosialisme“ (pernyataan prinsip-prinsip dari kaum
Internasional yang sosialistis, Frankfurtam Main 1951, zit. nach Dowe /
Klotzbach 2004: 269)
Pemehaman ini akan memberikan adanya perbedaan pada
kebebasan, maka sosialisme yang demokratis kian jelas membedakan dirinya dari
rezim-rezim totaliter. Sejarah kita ditempa oleh sosialisme demokratis, satu
(tatanan) masyarakat dari insan-insan yang bebas dan setara, di mana
nilai-nilai dasar kita terealisasi, Sosialisme demokratis menuntut satu tatanan
ekonomi, negara dan masyarakat, di mana nilai-nilai dasar secara warganegara,
politik, sosial dan ekonomi bagi segenap manusia dijamin. Bagi kami, Sosialisme
demokratis tetaplah menjadi visi satu (tatanan) masyarakat yang adil dan
solidaris,dan perealisasiannya menjadi tugas kami secara terus-menerus.Prinsip
tindakan kami adalah sosial demokrasi.
Sosial demokrasi menghadapi tantangan globalisasi
pasar terhadap pengaruh pasar uang dan penjungkirannya terhadap pasar kerja
untuk bereaksi dan menentukan, bagaimana menciptakan perimbangan antara
kapitalisme pasar dengan demokrasi. Orientasi nilai-nilai kami adalah
demokrasi, kebebasan, persamaaan, keadilan, internasionalisme dan solidaritas.
Kesemuanya itu tidak terlepas dari perdamaian, penjagaan dan perawatan alam
serta emansipasi. Ide sosialisme demokratis menjadi visi utama buat
perkembangan tujuan-tujuan politik Kubu Kiri. Tindakan-tindakan politik Kubu
Kiri berangkat dari hubungan antara tujuan, cara dan orientasi nilai-nilai.
Kebebasan dan keadilan sosial, demokrasi dan sosialisme itu saling membutuhkan.
Keadilan tanpa kebebasan individu berujung pada
ketidakmandirian dan heteronomi. Kebebesan tanpa
persamaan itu hanyalah kebebasan bagi kelompok kaya. Manusia yang menindas dan
memeras sesamanya itu juga tidak bebas. Tujuan dari Sosialisme Demokratis, yang
hendakmenundukkan kapitalisme melalui proses transformatoris, adalah satu
(tatanan) masyarakat dengan kebebasan itu tidak membatasi yang lain, melainkan
sebagai persyaratan buat kebebasannya sendiri.
Sumber : Tobias Gombert dkk. ........ Landasan Sosial Demokrasi. Friedrich-Ebert-Stiftung Akademie für Soziale Demokratie Bonn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar