BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian
Setiap anak diciptakan
Tuhan secara berbeda satu sama lain. Tidak semua anak diciptakan secara
sempurna. Beberapa dari mereka terlahir dengan memiliki keterbatasan atau
ketidakmampuan, baik fisik maupun psikis. Para awam sering menyebut mereka
sebagai anak penyandang cacat. Istilah lain dari anak penyandang cacat adalah
anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang
membutuhkan pendidikan dan pelayanan khusus untuk mengembangkan segenap potensi
yang mereka miliki (Hallahan & Kauffman, 2006, p.8). Para anak berkebutuhan
khusus mungkin saja mengalami gangguan atau ketunaan, seperti gangguan fisik
(tunadaksa), emosional atau perilaku, penglihatan (tunanetra), komunikasi,
pendengaran (tunarungu), kesulitan belajar (tunalaras), atau mengalami retardasi mental
(tunagrahita). Adapun beberapa anak mengalami lebih dari satu gangguan atau
ketunaan. Mereka dikenal sebagai anak tunaganda / tuna
majemuk.
Anak tuna majemuk adalah anak yang mengalami
dua hambatan atau lebih. Misalnya anak tuna netra plus tuna rungu, tuna rungu
plus tuna grahita, dan lain-lain. Tentu saja hal ini akan berdampak pada
perkembangan anak (perkembangan motorik, perkembangan kognitif, perkembangan komunikasi,
dll) yang akan berkembang lebih lambat dibandingkan dengan anak-anak dengan
stau hambatan. Selain itu dari hasil observasi saya, saya dapat menyimpulkan
bahwa, beberapa anak dengan hambatan ganda biasanya menunjukkan perilaku yang
berbeda seperti Kurang komunikasi atau sama sekali tidak dapat berkomunikasi,
jurang dalam keterampilan menolong diri sendiri, jarang berperilaku dan
berinteraksi yang sifatnya konstruktif.
Untuk membantu
anak-anak dengan hambatan khusus tersebut agar dapat mandiri atau paling tidak
dapat mengungkapkan apa yang ia inginkan atau ia rasakan, maka sangat di
perlukan sebuah layanan pendidikan khusus yang dapat membantu memandirikan
anak-anak tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
A.
Tujuan
Observasi
Berdasarkan masalah di atas, maka
tujuan observasi ini adalah :
1.
Untuk mengetahui tentang anak tunaganda
2.
Mengetahui kemampuan apa yang
dimiliki anak multipel dan juga hamabatan
3.
Untuk mengetahui masalah dan
penangganannya
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa hambatan bagi anak multipel
2.
Bagaimana kemampuan anak multipel
atau ketrampilan apa yang harus diberikan?
3.
Bagaimana penangganannya ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hambatan
Anak Multipel
Pada tahun ajaran
1999-2000, Departemen Pendidikan negara Amerika melaporkan bahwa mereka
menyediakan pendidikan khusus dan terkait pelayanan kepada 112.993 siswa
penyandang cacat ganda (Laporan Kongres Tahunan ke 23, 2001). Hal ini merupakan
salah satu gambaran bahwa anak-anak dengan hambatan ganda sebenarnya juga
berhak mendapatkan pendidikan dan pendidikan yang di dapat harus di imbangi
dengan perhatian dari orang tua. Dan menurut apa yang dituangkan oleh ibu Primaningrum pada
artikelnya itu sangat tepat karena dengan terjalinnya komunikasi yang baik
antara orang tua dan sekolah akan sangat membantu proses pembelajaran yang
dilakukan oleh si anak. Selain itu dengan melakukan diskusi dengan guru dan
psikologi akan membantu orang tua tentang bagaimana cara menangani dan merawat
anak dengan hambatan ganda.
Sekolah untuk
anak dengan hambatan ganda sebaiknya menyediakan pendidikan ataupun
instruksi untuk melakukan sesuatu untuk anak-anak dengan perkembangan yang
signifikan, kognitif, kasar dan halus motor, akademik, bahasa, dan penundaan
sosial. Program pendidikan terpadu disediakan oleh staf khusus termasuk guru
pendidikan khusus, terapis fisik dan pekerjaan, speechlanguage spesialis,
seorang perawat bersertifikat, paraprofesional dan subjek khusus guru (seni,
musik, pendidikan jasmani, media). Program ini terdiri dari program individual,
kelompok kecil dan kelas model instruksi yang diberikan oleh guru dengan
bantuan dari para profesional. Siswa diberi kesempatan untuk berinteraksi
dengan siswa lainnya dan guru melalui beberapa program, pada waktu
istirahat dan makan siang. Setiap Program siswa dirancang untuk
mengintegrasikan penggunaan augmentatif dan teknologi saat yang tepat. Biasanya
laporan kemajuan selesai empat kali setahun. Laporan ini mencerminkan kemajuan
anak-anak ke arah tujuan mereka dan IEP tujuan dan ditinjau setiap tahun.
Transportasi untuk siswa disediakan sebuah rumah untuk dasar sekolah akomodasi
dibuat untuk kursi roda dan hambatan keamanan saat yang tepat.
B. Ketrampilan dan Kemampuan Anak
Multipel
Keterampilan pertama
yang diajarkan kepada anak-anak dengan hambatan ganda adalah mengajarkan
kemandirian paling tidak dalam lingkungan terbatas. Beberapa masalah yang harus
dipertimbangkan ketika membuat pilihan keterampilan adalah kesehatan mahasiswa
dan keselamatan, program masa depan, tingkat kemandirian, usia kelayakan dan
logistik instruksi.
Salah satu anak tuna
majemuk yang menjadi perhatian adalah anak MDVI. MDVI (Multi disabilities
with visual impairment) merupakan sebutan untuk anak tuna majemuk dengan
gangguan penglihatan adalah anak yang mengalami hambatan atau ketunaan
(tunagrahita, tunadaksa, tuna rungu, autisme dan lain lain) yang disertai
gangguan atau hambatan penglihatan (Tunanetra). Karena kombinasi efek
dari hilangnya penglihatan dan pendengaran akan jauh lebih besar
ketika dibandingkan dengan bila mereka hanya mengalami salah
satunya. Karena hal ini akan berdampak pada pembangunan konsep diri, lingkungan
dan konsep komunikasi.
Anak dengan hambatan penglihatan ganda memiliki keterlambatan dan mempunyai tipe menyimpang. Dalam perkembangannya, keterlambatan pada anak MDVI mencakup sosial, intelektual fisik dan bahasa. Dari segi kemampuan kognitif anak MDVI memiliki tingkat kognitif yang bevariasi ini bergantung kepada kelainan yang di sandangnya, ini dikarenakan keterbatasan fungsi penglihatan anak serta keterbatasan lain menyebabkan anak MDVI mengalami kesulitan dalam mengembangkan potensi pada berbagai aspek kehidupan.
C. Permasalahan dan Penannganannya
Sama seperti
permasalahan yang dialami anak dengan hambatan ganda lainnya, anak-anak MDVI
juga mengalami hambatan di bidang fisik, intelektual, dan sosial, ataupun
gabungan dari berbagai bidang tersebut membuat anak tunaganda cenderung tumbuh,
berkembang, dan belajar jauh lebih lamban daripada anak yang mengalami ketunaan
lain, ada juga kesulitan itu berupa keterbatasan dalam kemampuan berkomunikasi,
hambatan perkembangan fisik dan motorik, keterbatasan dalam kemampuan
bina-bantu diri, jarangnya menampilkan perilaku konstruktif dan berinteraksi
dengan orang lain, dan seringnya menampilkan perilaku yang tidak sesuai di
masyarakat.
Salah satu permasalahan
yang sangat menarik adalah komunikasi. Setiap manusia yang hidup di muka
bumiini selalu berkomunikasi. Karena dengan melalui komunikasi, hubungan
dibentuk dan dipertahankan. Setiap orang harus belajar tentang cara
menafsirkan dan memberi tanggapan terhadap komunikasi yang dilakukan oleh anak-anak
terutama anak dengan MDVI dalam upaya membentuk sebuah ikatan yang akan menjadi
dasar perkembangan selanjutnya. Karena anak MDVI berkomunikasi dengan cara yang
berbeda karena hambatan utamanya adalah hambatan penglihatan, dari hasil
observasi saya anak-anak MDVI biasanya berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
tubuh. Ada beberapa hal yang harus di pahami anak MDVI agar dapat berkomunikasi
dengan baik, seperti penanaman konsep lingkungan, kebutuhan peribadi, kegiatan
sehari-hari, dan lain-lain.
Muatan informasi yang
dapat dikumpulkan anak tidak hanya tergantung pada banyaknya dan
jenis penglihatan dan pendengaran yang mereka miliki, namun juga pada cara
mereka belajar menggunakan penglihatan dan pendengaran itu. Masing-masing
anak belajar memanfaatkan informasi sensorik yang tersedia dengan caranya
sendiri. Beberapa anak berinteraksi dengan dunianya terutama dengan
sentuhannya; sementara yang lain mungkin lebih bergantung pada penglihatan dan
pendengarannya. Bagi kebanyakan anak, kombinasi dari kesemuanya itu akan paling
bermanfaat.
Bagi anak lainnya, menggunakan pendengaran, penglihatan, dan
sentuhan pada saat yang bersamaan terasa membingungkan dan, dalam situasi
yang berbeda, mereka mungkin memilih untuk menggantungkan terutama pada satu
indera.
Beberapa anak menggunakan penglihatan dan pendengarannya secara tidak
konsisten. Suatu saat mereka nampak menggunakan penglihatannya dengan baik; di
lain waktu mereka tidak demikian. Demikian juga halnya, seorang anak mungkin
mendengar dengan baik pada suatu saat, dan di saat lain tidak. Hal ini dapat
membingungkan bagi orang tua dan juga para penyedia pelayanan. Walaupun
pemeriksaan audiologis dan ophthalmologis yang lengkap merupakan hal yang
sangat penting, pemeriksaan itu mungkin tidak dapat memberikan cukup
penjelasan tentang bagaimana anak MDVI khususnya, yang menggunakan sisa kemampuan melihat dan
mendengarnya. Pengamatan secara cermat ini dapat di lakukan di tempat yang akrab bagi mereka dan pada saat-saat yang berlainan.
Dari sebuah artikel
yang dimuat oleh web hellen keller tentang beberapa cara mencermati isyarat-isyarat anak-anak dalam berkomunikasi berikut:
§ Nafasnya mungkin berubah ketika ia mendengar
suara kakek, mengenali orang yang ia kenal dan ia cintai dalam kehidupannya.
§ Ia mungkin membuka mulutnya dengan penuh
semangat ketika sendok menyentuh bibirnya, yang secara jelas menunjukkan bahwa
ia menginginkan makanan lagi.
§ Ia mungkin
tetap menutup mulutnya ketika sendok mendekati mulutnya, dan bila kita
mencoba melanjutkan pemberian makanan, ia mungkin melengoskan
kepalanya, bersandar ke kursinya, mengeraskan badan, atau menjadi marah.
§ Ketika diajak bermain pat-a-cake games,
ia mungkin meraih tangan kakaknya sebagai tanda bahwa ia ingin terus bermain.
§ Ketika ibu
berhenti menggoyang-goyangkan sang anak di kursi goyangnya, ia mungkin
menggerakkan badannya dalam goyangan ringan, yang menunjukkan bahwa ia
ingin digoyang-goyang lagi.
§ Ketika ayah diam sebentar dalam suatu permainan
yang paling disukai, setelah berkata “Saya akan menyentuh hidungmu,” ia
mungkin akan senang dan mengantisipasi datangnya ciuman.
§ Ia mungkin secara aktif dan penuh semangat ikut
serta menyanyikan lagu yang dikenalinya dan permainan gerakan, (seperti “Row,
Row, Row Your Boat,” selama lima menit; maka anda akan merasa
keikutsertaannya mungkin mengendur. Ia mungkin memiringkan kepalanya ke
samping. Bila anda tetap bersikukuh dengan melanjutkan interaksi itu ia mungkin
secara aktif menolak menggerakkan tangannya bersama tangan anda, mengeraskan
sekujur tubuhnya, dan menoleh ke arah lain. Jelas ia telah bosan.
§ Ia mungkin merangkak ke pintu dan duduk, atau
memukul pintu, sebagai tanda bahwa ia ingin keluar. Kemudian, ia bahkan mungkin
mengapit tangan anda dan menggandeng anda ke arah pintu sebagai tanda
permohonan untuk pergi keluar.
§ Selama ia mandi, ia mungkin mencipakkan
tangannya ke air. Ketika ia diam sejenak, ayahnya mencipakkan tangannya
dekat tangan si anak, dan kemudian berdiam sejenak. Si anak akan mencipakkan
air lagi. Interaksi timbal balik dengan bantuan “maju-mundur” dan “bergantian”
membantu membangun “pembicaraan” tahap awal.
Beberapa cara tersebut
dapat dikembangkan menjadi sebuah komunikasi. Dan dalam web ini juga dijelaskan
bahwa ada empat dasar pemikiran tentang pengembangan komunikasi dini, yaitu:
§ Mengembangkan suatu hubungan yang erat dan
saling percaya dengan anak;
§ Menggunakan kebiasaan sehari-hari yang
konsisten, dimana anak terlibat secara penuh;
§ Memberikan isyarat/ penanda kepada anak sehingga
ia dapat belajar mengantisipasi apa yang akan terjadi;
§ Memberikan kesempatan kepada anak untuk memiliki
kendali atas lingkungannya.
Menciptakan rutinitas atau kebiasaan yang dapat diprediksi dengan awal dan
akhir yang jelas. Kegiatan-kegiatan rutin tersebut seperti makan, berpakaian,
mandi, dan bermain, dan pikirkan tentang bagaimana untuk memberikan pemahan kepada anak agar dapat belajar untuk
mengetahui apa yang akan terjadi, kapan
kejadian itu berawal, dan kapan kejadian itu akan berakhir. Misalnya memberikan pemahaman tentang makan ketika lapar.
Libatkan anak anda dalam keseluruhan kegiatan. Seperti halnya di Rawinala tempat saya berobservasi untuk lebih mengenal
apa itu anak multiple dissabilities dan memahami tentang MDVI. Waktu itu kelas
yang saya amati sedang mempelajari kegiatan sehari-hari yaitu memasak. Pada
saat itu ketika saya beranya kepada guru kelas tersebut apa tujuan dari
kegiatan ini? Guru tersebut menjawab, anak akan mengetahui urutan kegiatan dan
mengembangkan berbagai konsep melalui partisipasi aktifnya dalam kegiatan
secara utuh.
Seorang anak MDVI harus secara fisik berpartisipasi dalam seluruh
urutan dari suatu kegiatan dalam upaya mengumpulkan informasi yang sama yang
dikumpulkan anak lainnya hanya dengan melihat. Misalnya, pada saat makan, guru dan muridnya pergi ke dapur bersama-sama, membuka lemari
dapur, mengeluarkan mangkuk, mengeluarkan makanan, membuka laci untuk mengambil
sendok dan menaruh makanan ke dalam mangkuk. Kemudian guru mengajarkan cara untuk mencuci bahan-bahan makanan, dan cara
meletakkan makanan pada tempat memasak. Kemudian setelah selesai memasak guru
mengajari anak untuk mencuci peralatan yang telah digunakan untuk memasak dan membawa makanan yang sudah hangat ke meja. Pada
saat mulai makan, guru menyentuhkan celemek-makannya, sebelum memakaikannya ke murid, dan ketika selesai
makan, guru dapat membantu melepaskan celemek-makannya. Kemudian membawa piring atau mangkuk kotor ke tempat cuci
piring bersama-sama dan membuka kran air untuk membersihkannya. Melalui
kegiatan itu, guru menawarkan berbagai tanda sederhana kepada murid (lapar,makan, minum, selesai,
dan mencuci).
Dalam berkomunikasi gunakan isyarat yang sesuai. Gunakan isyarat yang
sederhana, konsisten, dan terhormat yang akan dapat dipahami oleh anak. Isyarat
harus secara jelas berkaitan dengan kegiatan dari perspektif anak dan
disampaikan sesaat sebelum kegiatan dimulai. Untuk memberitahu bahwa saat
makan sudah tiba, seperti yang dilakukan guru kelas tempat saya berobsevasi tadi, guru menyentuhkan tangannya
di salah satu alat makan, yang mengisyaratkan waktu untuk makan, keudian guru berhenti sejenak untuk melihat responnya, dan kemudian memberikan lagi beberapa alat makan lainnya. Dengan cara ini, anak akan belajar mengantisipasi kegiatan-kegiatan yang
sudah terbiasa baginya.
seorang anak penyandang MDVI perlu dilibatkan dalam suatu lingkungan dengan
berbagai variasi bentuk komunikasi yang kaya. Ini meliputi kata-kata,
isyarat/tanda, bahasa tubuh, isyarat sentuhan, isyarat benda, isyarat gerakan,
isyarat kontekstual, isyarat auditoris dan /atau visual. Seperti yang di contohkan oleh guru yang mengajar di sekolah Rawinala yang
menggunakan bahasa-bahasa dalam bentuk
yang dapat ia pahami dan bersifat konsisten. Hal tersebut sangat penting untuk membiasakan anak agar terbiasa
dengan bahasa isyarat. Dan ketika guru merespon komunikasi anak, guru memberikan isyarat yang sederhana.
Menurut guru tersebut
untuk menjaga dan merawat anak MDVI kita harus peka seperti seorang ibu yang
akan merespon tangisan anaknya dengan mengatakan “Oh kau lapar ya nak”, kita
harus memberikan respon dengan menggunakan isyarat sehingga anak akan secara
perlahan-lahan mempelajari bahwa “setiap kali aku lapar dan menangis, ibu
selalu melakukan hal ini; mungkin bila aku melakukan hal yang sama, aku
tidak perlu menangis.”
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pokok pembahasan
diatas dapat ditarik kesimpulan mengenai apa yang ada pada anak Multipel. Anak
tuna majemuk adalah anak yang mengalami dua hambatan atau lebih. Salah satu
anak tuna majemuk yang menjadi perhatian adalah anak MDVI. MDVI (Multi
disabilities with visual impairment) merupakan sebutan untuk anak tuna majemuk
dengan gangguan penglihatan adalah anak yang mengalami hambatan atau ketunaan
(tunagrahita, tunadaksa, tuna rungu, autisme dan lain lain) yang disertai
gangguan atau hambatan penglihatan (Tunanetra).
Biasanya anak MDVI
memiliki perilaku yang berbeda dengan anak hambatan ganda lainnya. Dari hasil
observasi, dapat menyimpulkan bahwa hal ini disebabkan karena anak MDVI
mengalami hambatan penglihatan sehingga membuat persepsi visual tentang
lingkungan menghilang, dan menurut saya hal ini berakibat kurangnya rasa
percaya terhadap suasana dan orang yang belum di kenal dan cenderung merasa
takut berbicara tentang rasa takut saya mengambil kesimpulan ini karena dari
beberapa anak MDVI yang saya temui selalu merasa takut dengan menunjukkan
gerakan-gerakan aneh bahkan berteriak histeris, yang menurut gurunya itu
merupakan tanda bahwa ia sedang ketakutan. Masalah prilaku yang kerap terjadi
pada anak MDVI diantaranya adalah self simulation, self injury, tantrum, dan
agresif terhadap orang lain.
Self simulation adalah suatu perilaku yang berulang kali dilakukan seperti
tidak menunjukkan tujuan lain selain menstimulasi kemampuan sensori diri
sendiri, seperti memutar mutar suatu benda, mengibas ngibaskan tangan,
menjambak rambut sendiri, menggigit bibir,dan lain lain.
Self injury adalah tingkah laku yang melukai atau tingkah laku yang menyebbkan
cedera pada diri sendiri. Seperti menggigit, mecolok mata, mencakar dan
lainnya, kadang self injury merupakan kegiatan self simulation yang terlalu
intens. Hal ini kan menjadi masalah apabila dapat melukai diri sendiri dan juga
apabila sering dilakukan akan menggangu proses pembelajaran. Menurut saya cara
yang tepat untuk menghindari perbuatan ini adalah dengan mengalihkan kegiatan
tersebut dengan kegiatan lain atau dengan menggunakan benda lain untuk
mengurangi kegiatan melukai diri sendiri misalnya jika anak suka mencakar,
gunakan saja sarung tangan agar tidak terasa sakit.
Tantrums adalah perpaduan dari berbagai tingkah laku, bisa saja ia melkukan dan
self–injury, berteriak, menangis, bersikap brutal, dan agresif sekaligus,
biasanya hal ini terjadi ketika anak menolak melakukan sesuatu, namun terkadang
penyebabnya dapat timbul tanpa diduga sebelumnya atau tanpa sebab yang jelas.
Seperti yang sudah di jelaskan pada paragraf sebelumnya bahwa sebaiknya orang
tua atau guru bisa lebih peka dan mengetahui apa yang anak inginkan. Sehingga
ketika anak sedang tantrun, atau menangis dsb orang tua bisa tahu apa yang
sebenarnya anak inginkan, dan mengetahui apa yang harus dilakukan.
Agresif penyebabnya bisa jadi tidak dapat diketahui atau muncul tanpa sebab
yang jelas, namun bisa jug muncul karena sebab-sebab tertentu yang hanya
diketahui oleh orang yang sudah cukup mengenal anak tersebut. Agresif berbeda
dengan tantrum karena anak dengan sifat agresif tidak memunculkan sifat sifat
yang lainnya seperti yang ada pada anak tantrum.
Sebagaimana telah di ketahui, banyak keterangan dapat diperoleh dari tingkah
laku seseorang. Dari hasil pengamatan itu sering dapat membantu guru maupun
orang tua dalam merawat anak MDVI.
Demikian pula baik guru
maupun orang tua sangat memerlukan “tanda” atau “petunjuk” dari tingkah laku
anak MDVI. Suatu tingkah laku tidak sesuai dalam suatu pola sosial yang tidak
diterima dapat menandakan suatu kecemasan. Sangat penting bagi kita untuk mengerti
mengapa anak melakukan tindakan tersebut. Dengan mengetahui alasannya dapat
mencari solusi untuk menanganinya. Biasanya dengan memberika apa yang ia
inginkan maka akan meredakan perilaku-perilaku yang dapat merugikan dirinya dan
orang lain.
B. Saran
“Berfikir tentang
apa yang akan Anda pikirkan buatlah diri Anda menjadi kuat dalam setiap yang
akan Anda kerjakan.”
SUMBER
Hellen Keller National Center Perkins School for the
Blind Teaching Research yang didalamnya sudah mencakup banyak sumber dalam pembahasannya.
http://www.slbkbatam.org/index.php?pilih=hal&id=77www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/125956-649...%20Literatur
Buku Psikologi
Perawatan yang di karang oleh Prof. Dr. Singgih D Gunarsa dan Dra.My.Y. Singgih
D. Gunarsa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar