Guru profesional adalah guru yang dalam melaksanakan tugas
profesi kependidikan mampu menunjukkan keprofesionalannya yang ditandai dengan
penguasaan kompetensi akademik kependidikan dan kompetensi penguasaan substansi
dan/atau bidang studi sesuai bidang ilmunya (M.Furqon, 2009). Dalam rangka menyiapkan guru yang profesional
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan telah mengamanatkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai guru. Persyaratan
kualifikasi akademik seorang guru telah dibuktikan dengan telah dimilikinya
ijazah minimal S-1 atau D-4. Kompetensi pokok sebagai guru adalah kompetensi
paedagogik, personal, sosial dan profesional (M.Furqon. 2007). Selain itu
seorang guru juga harus memiliki sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Dalam hal ini, maka Konselor adalah
tenaga pendidik profesional yang telah menyelesaikan pendidikan akademik
strata satu (S-1) program
studi Bimbingan dan Konseling dan program Pendidikan Profesi
Konselor dari perguruan
tinggi penyelenggara program
pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. Sedangkan
bagi individu yang menerima pelayanan profesi
bimbingan dan konseling disebut konseli, dan pelayanan bimbingan dan konseling
pada jalur pendidikan formal
dan nonformal diselenggarakan oleh konselor.
Kualifikasi akademik
konselor dalam satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal adalah:
1. Sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan
dan Konseling.
2. Berpendidikan profesi konselor.
Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam
kegiatan BK, yaitu:
a. Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar
informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan
akademik maupun umum.
b. Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus,
jadwal pelajaran dan lain-lain.
c. Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan
serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya
(aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di
dalam proses belajar-mengajar.
d. Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan
belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
e. Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
f.
Transmitter,
guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
g. Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam
proses belajar-mengajar.
h. Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
i.
Evaluator,
guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik
maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak
didiknya berhasil atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA
·
Muhammad Furqon Hidayatulloh,
2009. Guru Sejati: Membangun Insan Berkarakter Kuat dan Cerdas. Surakarta:
Yuma Pustaka.
·
Drs. Marsudi, Saring, S.H, M.Pd dkk .2003.Layanan
Bimbingan Konseling di Sekolah. Surakarta : Muhammadiyah University Press
2003
·
Prof. Walgito, Bimo, Dr. 2004.
Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Penerbit Andi.
·
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional
·
Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 27
Tahun 2008 Tanggal 11 Juni 2008.
·
Winkel.
WS.1997. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta : PT.Gramedia
Widiasarana Indonesia.
·
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
·
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
74 Tahun 2008 tentang Guru
·
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2008 Tentang Standar Kualifikasi
Akademik Dan Kompetensi Guru Pendidikan Khusus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar