ANAK TUNANETRA YANG MENYANDANG KETUNAAN LAIN - Sastra Education

Breaking

Minggu, 27 November 2016

ANAK TUNANETRA YANG MENYANDANG KETUNAAN LAIN



Hasil survey RNIB (Walker et al., 1992) dan beberapa penelitian lainnya menunjukkan bahwa mayoritas anak tunanetra menyandang ketunaan lain yang berupa ketunaan fisik, inderia, ataupun kognitif. Beberapa alat asesmen yang telah dideskripsikan di atas, seperti Proyek Reynell Zinkin dan Oregon, menyangkut masalah ketunagandaan ini juga. Bila instrumen-instrumen ini terutama menyangkut faktor-faktor perkembangan yang operatif hingga usia lima atau enam tahun, maka akan kurang relevan bila dipergunakan untuk mengases keterampilan dan kemajuan anak usia sekolah, terutama pada masa remaja. Anak-anak tertentu yang sudah lebih besar demikian terlambat perkembangannya sehingga hampir tak dapat dihindari bahwa asesor akan memfokuskan asesmennya pada kompetensi yang normalnya diperoleh pada awal masa kanak-kanak. Dalam keadaan demikian, banyak item tes dalam prosedur Reynell Zinkin dan Oregon akan masih tepat.

Satu sistem yang bebas usia dan yang dapat mengungkapkan lebih banyak informasi daripada yang tersirat dalam judulnya adalah Vision for Doing (Aitken & Buultjens, 1992). Keuntungan besar dari sistem ini adalah bahwa asesmen dan remediasi diperlakukan sebagai satu. Sementara penekanannya adalah pada metode asesmen penglihatan fungsional anak yang menyandang ketunaan ganda, sistem ini juga mengungkapkan tentang bagaimana anak-anak ini dapat dibantu untuk mengembangkan dan memanfaatkan penglihatannya itu untuk memperluas pemahamannya tentang obyek, peristiwa, dan fenomena lain dari lingkungan fisik dan sosialnya. Pencipta sistem ini menggambarkan sasaran utamanya adalah untuk "membantu staf yang bukan spesialis dalam bidang ketunanetraan". Tujuan tersebut tentu tercapai; dan nilainya bagi guru spesialis pun sama besarnya.
Satu instrumen lain yang didasarkan atas keyakinan bahwa asesmen dan pengajaran itu harus sejalan adalah the Next Step on the Ladder (Simon, 1986). Instrumen ini merupakan hasil dari penelitian dan praktek yang dikembangkan selama bertahun-tahun di unit tunarungu-netra pada rumah sakit Lea di Bromsgrove, di bawah kepemimpinan Gerry Simon. Meskipun penekanan instrumen ini adalah pada pemanfaatan sisa penglihatan yang masih dimiliki anak, tetapi orientasinya secara umum adalah ke arah membekali anak agar dapat berfungsi secara lebih mandiri di dalam lingkungan rumah dan sekolahnya.
Satu instrumen yang telah dibuat untuk kebutuhan subyek yang lebih tua adalah the Profile of Adaptive Skills (Stockley & Richardson, 1991). Instrumen tersebut dideskripsikan sebagai satu skala penilaian untuk mengukur keterampilan sosial dan personal bagi remaja akhir dan dewasa muda penyandang kesulitan belajar tingkat sedang hingga parah. Salah satu karakteristiknya yang unik adalah bahwa profil yang muncul dari catatan tentang prestasi klien dapat memberikan informasi bagi klien itu sendiri, bagi instrukturnya dan majikannya, dan kemudian dapat dipergunakan oleh pihak-pihak lain yang bertanggung jawab atas kesejahteraannya dan perkembangannya lebih lanjut. Karena dirancang untuk dilaksanakan berulang-ulang, maka instrumen ini dapat mengungkapkan bagaimana kemajuan keterampilan, kemampuan dan kemandirian klien itu. Penerapannya di lembaga pendidikan lanjutan bagi tunanetra menunjukkan bahwa instrumen ini valid dan praktis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar