PENGERTIAN ASESMEN - Sastra Education

Breaking

Minggu, 27 November 2016

PENGERTIAN ASESMEN



Asesmen memiliki beberapa pengertian yang pada dasarnya adalah  suatu prosses untuk mengenal dan memahami lebih dalam tentang sesuatu. Menurut Ronald L. Tailor merupakan proses pengumpulan informasi atau data tentang penampilan individu yang relevan untuk mengambil keputusan, sedangkan menurut John Salvia & James E Ysseldyke (1981), asesmen sebagai suatu proses untuk menentukan dan memahami penampilan individu-individu dan lingkungannya.
Pada tahun 1991, Munawir Yusuf mendefinisikan Deteksi kelainan Anak (DKA) sebagai usaha guru dan orang tua untuk mengetahui apakah anak didik memiliki kelainan fisik, mental, emosi, dan sosial.
Kegiatan asesmen memberikan manfaat antara lain :

1.    Untuk mengetahui mengenai identitas anak secara lengkap dan terperinci
2.    Untuk mengetahui tingkat kemampuan dan kebutuhan anak
3.    Pedoman untuk mengklasifikasi dan menyusun program-program kegiatan anak
4.    Pedoman untuk penyusunan program dan strategi pengejaran
5.    Pedoman untuk penyusunan pengajaran individu


  1. TUJUAN ASESMEN
Tujuan asesmen adalah untuk mengenal dan memahami anak dalam menentukan diagnosis. Diagnosis digunakan untuk menetapkan kemungkinan masalah yang dihadapi anak serta latar belakangnya, sehingga program yang dibuat sesuai dengan kebutuhannya.



  1. KEGUNAAN ASSESMEN
Kegunaan asesmen menurut John Salvia & James E. Yssdyke (1981) yang dikutip Musjafak A. (1995). Kegunaan hasil asesmen adalah :
1.      Skrining anak
2.      Klasifikasi atau penempatan anak
3.      Perencanaan program
4.      Evaluasi program
5.      Asesmen kemajuan individu anak

  1. TEMPAT MELAKUKAN ASESMEN
Asesmen dapat dilakukan di tempat anak belajar dan bergaul, dalam keseharian melakukan aktifitas kehidupan, atau ditempat dimana mereka melakukan terapi dan konsultasi masalah kesehatannya.
            Tempat tersebut yaitu :
1.      Sekolah
2.       Rumah
3.       klinik tumbuh kembang, klinik fisioterapi dan klinik bina bicara (speech therapy)
4.      Lembaga konsultasi bagi anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus
5.      Laboratorium pendidikan luar biasa
6.      Rumah sakit unit Instalasi Rehabilitasi Medik

  1. ASPEK YANG MENJADI OBYEK ASESMEN
Aspek yang menjadi obyek asesmen dalam pengumpulan data dan informasi masalah anak adalah tentang :
1.      Identitas anak
2.      Riwayat tumbuh kembang anak, pendidikan dan riwayat sakit (anamnesa)
3.      Kondisi dan kemampuan fisik
a.       Kondisi fisik anak
b.      Kemampuan melakukan kegiatan sehari-hari
c.       Kemampuan koordinasi
4.      Kondisi dan kemampuan psikis anak
a.       Sikap dan kehidupan emosional
b.      Kepribadian
c.       Bakat,minat, dan hobi
5.      Kemampuan intelektual anak
a.       Intelektual luar biassa tinggi (superior)
b.      Intelektual dibawah rata-rata (retardasi mental)
6.      Aspek sosial
7.      Aspek perilaku

  1. KERJA TIM PELAKSANA ASESMEN
Pelaksana asesmen tidak dapat dilakukan terpisah, tetapi perlu dibentuk satu tim kerja yang ada relevasinya ,dan telah terlatih sebagai ahli dalam bidang asesmen. Tim tersebut  terdiri dari:
1.      Guru umum yang terlatih bidang PLB
2.      Guru Khusus
3.      Psikolog
4.      Perawat, pekerja sosial
5.      Administrator/tata usaha sekolah bidang akademik
6.      Terapis, dokter umum, dokter ahli, dokter rehabilitasi
7.      Orang tua, teman dekat
8.      Lembaga Swadaya Masyarakat yang mengkhususkan bidang PLB

  1. PROSEDUR ASESMEN
Prosedur asesmen adalah urutan kegiatan asesmen dan awal sampai akhir, yang terdiri dari 3 tahap, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan tahap diagnosis dan tindak lanjut.


1.      Tahap persiapan meliputi kegiatan :
a.         Perumusan program asesmen yang berisi perumusan tujuan,sasaran,obyek asesmen,pelaksana,tempat,waktu dan jadwal pelaksanaan
b.         Persiapan instrument asesmen, baik instrument yang dikembangkan sendiri.
c.         Persiapan alat-alat dan tempat asesmen
2.      Tahap pelaksanaan meliputi kegiatan :
a.     Pengisian formulir identitas  anak dan keluarganya
b.    Pengecekan identitas
c.    Assesmen riwayat anak
d.   Observasi kondisi anak
e.    Tes anak secara umum
f.     Tes kemampuan gerak
g.    Pelaksanaan tes khusus
h.    Tes kecacatan penyerta
3.      Tahap diagnosis
Merupakan prosedur penentuan, jenis kecacatan apa hasil dari asesmen yang telah dilakukan disertai rekomendasi dan para ahli (team work) dan selanjutnya menentukan prognosis dan perencanaan tindakan lebih lanjut. Asesmen untuk anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus, pada umumnya sama hanya berbeda pada aspek yang menjadi obyek sasaran. Misalnya untuk anak tunanetra, aspek penginderaan, pendengaran, penciuman, rata-rata yang dites kemampuan dari indera-indera tersebut. untuk anak tunadaksa kemampuan motorik, sebagai aspek yang menjadi obyek sasaran dan kemampuan motorik yang masih dapat dikembangkan.

Contoh instrument tes sebagai alat untuk asesmes bagi anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus:

1)      Asesmen bagi Anak Tunanetra
a)      Asesmen bagi anak tuna netra total,meliputi:
1.      Identifikasi anak secara umum.
2.      Penyebab kebutaan dan waktu mengalami kebutaan.
3.      Kemampuan yang dimiliki anak, seperti:
Ø  Keterampilan dasar
Ø  Kemandirian anak dalam mengerjakan sesuatu,tanpa diperintah
Ø  Melalui intruksi oleh guru, apakah anak dapat melakukannya
Ø  Dengan petunjuk peragaan, apakah anak mengerti yang diperintahkan
4.      Kemampuan dalam bidang akademik meliputi berbahasa, membaca, menulis, berhitung.
5.      Kemampuan dalam bekerja dan berkarya.
6.      Kemampuan mengadakan sosialisasi.
7.      Kebutuhan anak secara menyeluruh, misalnya kebutuhan akan kemampuan untuk membaca, menulis, berhitung, berjalan mandiri dan lain sebagainya.
b)      Asesmen bagi anak tuna netra low vision, untuk mengetahui tingkat ketajaman penglihatan dan untuk menentukan tingkat fungsi daya liat.
1.      Mengukur berapa jarak antara mata anak dengan halaman kertas atau benda yang dipegangnya misal 10 cm, 15 cm, dan  20 cm.
2.      Bagaimana care melihatnya, apakah dengan kedua matanya sekaligus, hanya menggunakan satu mata saja, atau satu persatuan baru kedua-duanya,menggerakkan kepalanya dalam mengamati gambar atau menggerakan kertas dalam mengamati gambar hingga bisa menemukan titik gambar yang dimaksud.
3.      Bagaimana dalam menangkap gambar, dapat sekaligus, melihat bagian demi bagian secara berurut, atau melihat secara sembarang.
4.      Komentar dan reaksi anak saat melihat gambar.
5.      Bagaimana perhatian saat melihat gambar, terang, santai, atau acuh tak acuh.
6.      Bagaimana reaksi terhadap cahaya, menghindari atau mencari cahaya agar dapat melihat dengan jelas.
7.      Penggunaan cahaya penerangan 25W,  40W, atau 100W,
8.      Reaksi lainnya, seperti menangis, tertawa, menaikkan alis, takut, meraba-raba benda yang sedang dibawa, mengubah-ubah posisi benda dari dekat ke jauh atau sebaliknya.
9.      Penggunaan warna yang dapat dilihat, umumnya warna dasar yaitu hitam, merah, biru, hijau, dan kuning pada kertas putih.
10.  Dapat dipergunakan spidol kecil untuk membuat sebuah gambar sederhana seperti garis, kurva, lingkaran atau sebagainya pada kertas. Dari tes dapat terlihat, apakah anak masih mampu meniru atau tidak, karena gambar akan terlihat ditengah, diatas atau diluar garis.
2)      Asesmen bagi Anak Tunarungu
Aspek yang menjadi objek asesmen yaitu:
a)      Identitas anak
b)      Riwayat tumbuh kembang anak, pendidikan dan riwayat sakit (anamnesa)
c)      Riwayat perkembangan wicara
d)     Sekolah/ pendidikan
e)      Hubungan sosial
f)       Riwayat keluarga
g)      Hasil pemeriksaan medis
h)      Pemeriksaan pernapasan
i)        Tingkah laku
j)        Kesan intelegensi
k)      Pemeriksaan alat wicara
l)        Pemeriksaan gigi
m)    Pemeriksaan lidah
n)      Pemeriksaan langit-langit keras
o)      Pemeriksaan palatopharing
p)      Pemeriksaan fauces
q)      Pemeriksaan rongga hidung ( Nasal Cavities )
r)       Pemeriksaan pergerakan oral
3)      Asesmen bagi Anak Tunagrahita
Aspek yang  menjadi obyek asesmen, yaitu:
a)      Identitas anak
Identitas anak disertai kelengkapan nama, tempat tanggal lahir,alamat,diagnose dokter yang menangani disertai terapis-terapis yang menangani anak tersebut.
b)      Kemampuan sensori atau penginderaandalam keterampilan mendengar, perabaan (taktil), penglihatan, penciuman dan rasa.
c)      Kemampuan motorik (gerakan), kasar atau halus dalam bergerak dan posisi tubuh serta koordinasi mata dan tangan atau mata, tangan dan kaki.
d)     Perilaku sosial dan psikis serta kemampuan bantu diri (bina diri).
e)      Kemampuan pre-akademik dalam hal kemampuan berbahasa reseptif dan bahasa ekspresif
4)      Asesmen bagi Anak Tunadaksa
Teknik/metode sesmen anak tunadaksa, terdiri dari teknik tes dan non tes yaitu observasi, interview, tes dan pemeriksaan klinis. Sedangkan instrumen yang distandarisasikan dan istrumen hasil perkembangan yang berupa table atau format yang berisi keterangan atas obyek-obyek asesmen. Prosedur asesmen anak tunadaksa umumnya terdiri dari tahap persiapan, pelaksanaan asesmen, diagnosa, dan tindak lanjut.
Asesmen terhadap laterisasi, yaitu penggunaan bagian tubuh yang dominan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
a)      Laterisasi tangan, dilakukan dengan care menyuruh anak mengabil obyek (member salam, melempar kearah sasaran tertentu, menggunting, dan memasukan mote ke dalam botol).
b)      Laterisasi kaki, kematangannya dapat diketahui dengan cara menyuruh anak melakukan aktivitas kaki, misalnya menendang bola kearah sasaran tertentu,bersila, berdiri dan melompat dengan satu kaki, membuat garis lingkaran dengan jari kaki dan sebagainya.
c)      Laterisasi mata, dapat diketahui dengan cara menyuruh anak melihat sesuatu dengan menggunakan alat bantu (teropong tunggal, melalui lubang kunci, dan membidik sasaran) kemudian dilakukan pemeriksaan berulang-ulang. Dalam analisis diadakan perbandingan mana yang lebih dominan yang digunakan.
Istrumen Identifikasi Aspek Sosial
Salah satu instrumen untuk identifikasi aspek sosial anak istrumen kematangan sosial dari Edgar A.D. tahun 1935 adalah tes VSMS (Vineland Sosial Maturity Scale), untuk anak 0-15 tahun. Isi instrumen tersebut membagi 6 wilayah sebagai wilayah penyusun dari “daya bermasyarakat”, yaitu:
a.       Kebiasaan kerja yang melekat pada dirinya
1.      Sikap terhadap pekerjaan
2.      Gairah kerja
3.      Daya tahap
4.      Curahan perhatian
5.      Kehematan
b.      Data kerja
1.      Daya hitung
2.      Panjangnya dan kuatnya daya paham
3.      Pengenalan waktu
4.      Perhatian atas benda/ perihal berbahaya
5.      Daya pemberesan pekerjaan, dst
c.       Daya tindak/ mobilitas
1.      Daya kendali/atur waktu
2.      Daya tindak yang diperlakukan dalam rangka pekerjaan
3.      Daya paska kerja, dst
d.      Daya tukar pesan
1.      Kemampuan mengucapkan/mengungkapkan salam
2.      Memberikan jawaban
3.      Pelaporan pekerjaan
4.      Pesan-pesan, dst
e.       Keikutsertaan dalam kehidupan bermasyarakat
1.      Keselarasan
2.      Rasa tanggung jawab
3.      Kepatuhan pada aturan
4.      Pemanfaatan telepon
5.      Penggunaan kosakata
6.      Pengungkapan sikap, dst
f.       Data bina diri
1.      Pemahaman atas keterkaitan antara pekerjaan dengan kehidupan
2.      Daya pertimbangan atas berbagai hal
3.      Kesiapan bertindak
4.      Daya kendali diri
5.      Daya rencana hidup, dst
5.  Asesmen Bagi Anak Tunalaras
Asesmen bagi ketunalarasan tidak dilaksanakan secara tersendiri. Mengukur perilaku termasuk salah satu asesmen yang paling sulit, seperti halnya mendefinisikan istilah tersebut. Menurut Mc Longhlin dan Lewis (1981), hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Terminologi yang dipakai
b. Definisi
c. Adanya berbagai model konsep tentang ketunalarasan
Bagaimanapun sulitnya, asesmen terhadap perilaku harus dilakukan, sehingga setiap anak memperoleh layanan yang layak, sesuai dengan kebutuhan individualnya. Kauffman (1985) mengidentifikasi tiga kelompok besar metode yang dapat dipakai dalam proses asesmen ketunalarasan, yaitu:
a)      Tes Standar/Baku
Tes baku yang mungkin dapat dipakai dalam asesmen ketunalarasan adalah tes intelegensi dan tes kepribadian. Tes intelegensi mengukur kemampuan umum siswa  sedangkan tes kepribadian mengukur kemampuan traits (karakteristik) atau mekanisme psikis dasar yang menyebabkan berbagai pola perilaku.
b)      Wawancara
wawancara dapat dilakukan terhadap anak yang bersangkutan atau dengan orang dewasa lain yang mengetahui tentang anak. Kanfer dan Grimm (dalam Kauffman, 1985) mengidentifikasi hal dan masalah yang dapat digali melalui wawancara, antara lain:
            1. Jenis perilaku yang tidak dimiliki anak
            2. Perilaku yang berlebihan, misalnya ceas, rendah diri
            3. Cara mengendalikan lingkungan secara tidak benar
            4. Cara merespon diri dengan tidak benar
            5. Cara lingkungan memperlakukan anak dengan tidak tepat
c)      Observasi dan rating
Konsep behavioristik mulai menekankan observasi langsung atas perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari, dengan asumsi bahwa apa yang terjadi sebelum dan sesudah perilaku menyimpang muncul sangat berpengaruh pada perilaku tersebut. Observasi diharapkan dapat menggali informasi, seperti:
1.   Setting, tempat perilaku menyimpang terjadi.
2.   Frekuensi atau durasi tingkah laku.
3.   Apa yang terjadi sebelum perilaku itu muncul.
4.   Respon atau jenis perilaku menyimpang lain yang juga muncul.
5.   Jenis perilaku yang baik yang dapat dilatihkan untuk mengurangi perilaku   menyimpang yang terjadi.
d)     Tes Fisik dan Psikologis
Seperti diketahui, penyakit dan gangguan fisik dapat mempengaruhi perilaku anak dan orang dewasa. Mc Loughlin dan Lewis (1981) mengelompokan instrument asesmen berdasarkan obyek yang diukur, yaitu perilaku menyimpang (umum), perilaku murid, dan faktor lingkungan yang berpengaruh pada perilaku.
6.      Asesmen bagi Anak Berkesulitan Belajar
Ada dua jenis asesmen yang seharusnya digunakan untuk mengetahui kesulitan belajar menulis, yaitu asesmen formal dan informal. Asesmen informal yang mungkin dapat membantu para guru dalam memberikan bantuan kepada anak berkesulitan belajar menulis.
a. Asesmen Kesulitan Menulis dengan Tangan (Menulis Permulaan)\
Guru dapat melakukan observasi terhadap berbagai kemampuan sebagai berikut ini:
            1. Menulis dari kiri ke kanan
            2. Memegang nama panggilannya sendiri
            3. Menulis huruf-huruf
            4. Menyalin kata-kata dari papan tulis ke buku atau kertas dan,
            5. Menulis pada garis yang tepat
b. Asesmen Kesulitan Mengeja
Berbagai kesalahan yang sering dilakukan oleh anak-anak dalam   mengeja adalah:
            1. Pengurangan huruf
            2. Mencerminkan dialeg
            3. Mencerminkan kesalahan ucap
            4. Pembalikan huruf dalam kata
            5. Pembalikan konsonan
            6. Pembalikan konsonan atau vocal
            7. Pembalikan suku kata
c. Asesmen Kesulitan Menulis Ekspresif
Untuk mengetahui kemampuan menulis ekspresif anak-anak SD, Johnson seperti dikutip oleh Lovitt (1989:254) telah mengembangkan instrument informal yang meminta anak-anak menuliskan suatu cerita yang mencangkup bagian permulaan, pertengahan, dan akhir. Berdasarkan tulisan cerita tersebut guru melakukan evaluasi berdasarkan:
            1. Panjang karangan
            2. Ejaan, tanda baca, dan tata bahasa
            3. Kematangan dan keabstrakan tema
            4. Bentuk tulisan tangan dan huruf, dan
            5. Panjang kalimat dan perkembangan perbendaharaan kata
7.    Asesmen bagi Anak Berbakat
Asesmen sebagai identifikasi keberbakatan adalah untuk membantu mengoptimalkan potensi unggul anak berbakat sehingga menjai prestasi unggul. Alat identifikasi yang dipergunakan haruslah yang abash dan dapat dipercaya. Berikut ini alat identifikasi untuk anak berbakat:
a.       Kemampuan intelektual umum
Kemampuan membedakan sensoris tertinggi ada pada mereka yang memiliki kemampuan intelektual tinggi pula (Khatena, 1992). Cattel percaya bahwa pengukuran kemampuan intelektual umum diperoleh melalui  pengukuran kekuatan otot, kecepatan gerak, sensitivitas terhadap rasa sakit, kecermatan dalam pendengaran dan penglihatan, perbedaan dalam ingatan dan lain-lain.
b.      Tes intelegensi umum
Tingkat kesukaran tes ditetapkan secara empiris. Skor seseorang pada tes tersebut mencerminkan umur mental seseorang, yang kemudian dibandingkan dengan umur kronologis (Wiliam Sterm, 1930 dan Stanford Binet, 1960, dalam Khatena, 1992)
c.       Tes kelompok kontra tes individual
Beberapa dari tes intelegensi seperti Stanford Binet dan skala Wechsler yang terutama diaplikasikan di dalam klinik-klinik psikologi atau sanggar konseling tertentu secara individual, tes kelompok lebih banyak digunakan dalam system pendidikan, pelayanan pegawai, industri dan militer.
Beberapa keuntungan tes kelompok dibandingkan dengan tes individual adalah bahwa latihan yang agak ekstensif yang diperlukan untuk tes Stnaford-Binet, tak seberapa diperlukan bagi pengetes tes kelompok, asalkan pengetes tersebut mampu membaca intruksi tes dengan baik dan tepat waktu dalam mengadakan testing tersebut . Tes individual seperti skala Binet kelompok itemnya dikembangkan sesuai dengan tahap perkembangan kelompok umur.
d.      Pengukuran hasil belajar
Berbeda dari tes bakat, tes hasil belajar berfungsi untuk mengukur hasil perolehan belajar setelah suatu pendidikan, latihan atau program tertentu selesai diikuti seseorang. Jadi tes hasil belajar ini berbeda dengan tes bakat atau tes intelegensi mengukur pengalaman belajar yang sudah terstandarisasikan, terawasi dan terancang sebelumnya. Sedangkan tes bakat mengukur pengalaman secara kumulatif diperoleh melalui pengalaman sehari-hari dan secara relatif menggali pengalaman yang tak terancang ( Anastasi,1976).
Tekanan tes hasil belajar terutama pada apa yang dapat dilakukan individu pada kala itu setelah latihan atau pendidikan tertentu. Konsep baru yang kini banyak digunakan untuk menggantikan pengukuran bakat dan hasil belajar adalah kemampuan yang sudah dikembangkan ( developed abilities). Didalamnya tercakup semua tes intelegensi baterei bakat jamak, bakat khusus, hasil belajar.
e.       Tes hasil belajar individual
Pada umumnya tes hasil belajar adalah tes kelompok yang bermaksud membandingkan kemajuan belajar antar individu sebaya. Dua tes hasil belajar individual yang terkenal ( Kitano & Kirby, 1986) adalah: Peabody Individual Achievement Test (PIAT) dan Wide Range Achievement Test (WRAT). Sesuai kode etik psikologis, item-item tes tersebut tidak dapat dipublikasikan (Anastasi’90).
PIAT adalah alat ukur yang mengacu pada norma (norm referenced), yang bermaksud mengukur kemajuan belajar dalam lima bidang akademis yaitu matematika, bacaan pemahaman, bacaan dalam hati, ejaan dan informasi umum. Ke empat subtes pertama bersifat tertulis dan terdiri dari item pilihan ganda ataupun bentuk lain, sedangkan subtes terakhit=r harus dijawab secara lisan oleh siswa. PIAT dipakai bagi siswa TK sampai SMA/SMU.
WRAT  juga mengacu pada norma, merupakan tes tertulis juga, mengukur kinerja siswa dalam membaca, berhitung dan mengeja. Tes tingkat I dikembangkan untuk siswa dibawah umur 12 tahun dan tes tingkat II adalah untuk siswa di atas 12 tahun. 
Selain kedua tes tersebut terkenal juga the Stanford Achievement Test (SAT) untuk siswa SD sampai SLTP/SMP.  The Stanford Early School Achievement Test adalah untuk siswa TK dan SD. Sedangkan Stanford Test of Academic Skills adalah untuk siswa SLTP/SMP. Kedua tes masing-masing mengacu pada norma dan criteria (Kitano & Kirby, 1986), yang di Indonesia terkenal PAN & PAK ( Pengukuran Acuan Norma dan Pengukuran Acuan Kriteria).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar