Asesmen
memiliki beberapa pengertian yang pada dasarnya adalah suatu prosses untuk mengenal dan memahami
lebih dalam tentang sesuatu. Menurut Ronald L. Tailor merupakan proses
pengumpulan informasi atau data tentang penampilan individu yang relevan untuk
mengambil keputusan, sedangkan menurut John Salvia & James E Ysseldyke
(1981), asesmen sebagai suatu proses untuk menentukan dan memahami penampilan
individu-individu dan lingkungannya.
Pada tahun 1991, Munawir Yusuf mendefinisikan Deteksi kelainan
Anak (DKA) sebagai usaha guru dan orang tua untuk mengetahui apakah anak didik
memiliki kelainan fisik, mental, emosi, dan sosial.
Kegiatan asesmen memberikan manfaat antara lain :
1.
Untuk mengetahui mengenai identitas
anak secara lengkap dan terperinci
2.
Untuk mengetahui tingkat kemampuan
dan kebutuhan anak
3.
Pedoman untuk mengklasifikasi dan
menyusun program-program kegiatan anak
4.
Pedoman untuk penyusunan program dan
strategi pengejaran
5.
Pedoman untuk penyusunan pengajaran
individu
- TUJUAN ASESMEN
Tujuan
asesmen adalah untuk mengenal dan memahami anak dalam menentukan diagnosis.
Diagnosis digunakan untuk menetapkan kemungkinan masalah yang dihadapi anak
serta latar belakangnya, sehingga program yang dibuat sesuai dengan kebutuhannya.
- KEGUNAAN ASSESMEN
Kegunaan
asesmen menurut John Salvia & James E. Yssdyke (1981) yang dikutip Musjafak
A. (1995). Kegunaan hasil asesmen adalah :
1.
Skrining anak
2.
Klasifikasi atau penempatan anak
3.
Perencanaan program
4.
Evaluasi program
5.
Asesmen kemajuan individu anak
- TEMPAT MELAKUKAN ASESMEN
Asesmen
dapat dilakukan di tempat anak belajar dan bergaul, dalam keseharian melakukan
aktifitas kehidupan, atau ditempat dimana mereka melakukan terapi dan
konsultasi masalah kesehatannya.
Tempat tersebut yaitu :
1.
Sekolah
2.
Rumah
3.
klinik tumbuh kembang, klinik fisioterapi dan
klinik bina bicara (speech therapy)
4.
Lembaga konsultasi bagi anak yang
memerlukan layanan pendidikan khusus
5.
Laboratorium pendidikan luar biasa
6.
Rumah sakit unit Instalasi
Rehabilitasi Medik
- ASPEK YANG MENJADI OBYEK ASESMEN
Aspek
yang menjadi obyek asesmen dalam pengumpulan data dan informasi masalah anak
adalah tentang :
1.
Identitas anak
2.
Riwayat tumbuh kembang anak,
pendidikan dan riwayat sakit (anamnesa)
3.
Kondisi dan kemampuan fisik
a.
Kondisi fisik anak
b.
Kemampuan melakukan kegiatan
sehari-hari
c.
Kemampuan koordinasi
4.
Kondisi dan kemampuan psikis anak
a.
Sikap dan kehidupan emosional
b.
Kepribadian
c.
Bakat,minat, dan hobi
5.
Kemampuan intelektual anak
a.
Intelektual luar biassa tinggi
(superior)
b.
Intelektual dibawah rata-rata
(retardasi mental)
6.
Aspek sosial
7.
Aspek perilaku
- KERJA TIM PELAKSANA ASESMEN
Pelaksana
asesmen tidak dapat dilakukan terpisah, tetapi perlu dibentuk satu tim kerja
yang ada relevasinya ,dan telah terlatih sebagai ahli dalam bidang asesmen. Tim
tersebut terdiri dari:
1.
Guru umum yang terlatih bidang PLB
2.
Guru Khusus
3.
Psikolog
4.
Perawat, pekerja sosial
5.
Administrator/tata usaha sekolah
bidang akademik
6.
Terapis, dokter umum, dokter ahli,
dokter rehabilitasi
7.
Orang tua, teman dekat
8.
Lembaga Swadaya Masyarakat yang
mengkhususkan bidang PLB
- PROSEDUR ASESMEN
Prosedur
asesmen adalah urutan kegiatan asesmen dan awal sampai akhir, yang terdiri dari
3 tahap, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan tahap diagnosis dan tindak
lanjut.
1. Tahap
persiapan meliputi kegiatan :
a.
Perumusan program asesmen yang
berisi perumusan tujuan,sasaran,obyek asesmen,pelaksana,tempat,waktu dan jadwal
pelaksanaan
b.
Persiapan instrument asesmen, baik
instrument yang dikembangkan sendiri.
c.
Persiapan alat-alat dan tempat
asesmen
2. Tahap
pelaksanaan meliputi kegiatan :
a.
Pengisian formulir identitas anak dan keluarganya
b.
Pengecekan identitas
c.
Assesmen riwayat anak
d.
Observasi kondisi anak
e.
Tes anak secara umum
f.
Tes kemampuan gerak
g.
Pelaksanaan tes khusus
h.
Tes kecacatan penyerta
3.
Tahap diagnosis
Merupakan
prosedur penentuan, jenis kecacatan apa hasil dari asesmen yang telah dilakukan
disertai rekomendasi dan para ahli (team work) dan selanjutnya menentukan
prognosis dan perencanaan tindakan lebih lanjut. Asesmen untuk anak yang
memerlukan layanan pendidikan khusus, pada umumnya sama hanya berbeda pada
aspek yang menjadi obyek sasaran. Misalnya untuk anak tunanetra, aspek
penginderaan, pendengaran, penciuman, rata-rata yang dites kemampuan dari
indera-indera tersebut. untuk anak tunadaksa kemampuan motorik, sebagai aspek
yang menjadi obyek sasaran dan kemampuan motorik yang masih dapat dikembangkan.
Contoh
instrument tes sebagai alat untuk asesmes bagi anak yang memerlukan layanan
pendidikan khusus:
1)
Asesmen
bagi Anak Tunanetra
a) Asesmen bagi anak tuna netra
total,meliputi:
1. Identifikasi anak secara umum.
2. Penyebab kebutaan dan waktu
mengalami kebutaan.
3. Kemampuan yang dimiliki anak,
seperti:
Ø Keterampilan
dasar
Ø Kemandirian
anak dalam mengerjakan sesuatu,tanpa diperintah
Ø Melalui
intruksi oleh guru, apakah anak dapat melakukannya
Ø Dengan
petunjuk peragaan, apakah anak mengerti yang diperintahkan
4. Kemampuan dalam bidang akademik
meliputi berbahasa, membaca, menulis, berhitung.
5. Kemampuan dalam bekerja dan
berkarya.
6. Kemampuan mengadakan sosialisasi.
7. Kebutuhan anak secara menyeluruh, misalnya kebutuhan akan kemampuan
untuk membaca, menulis, berhitung, berjalan mandiri dan lain sebagainya.
b) Asesmen bagi anak tuna netra low vision,
untuk mengetahui tingkat ketajaman penglihatan dan untuk menentukan tingkat
fungsi daya liat.
1. Mengukur berapa jarak antara mata
anak dengan halaman kertas atau benda yang dipegangnya misal 10 cm, 15 cm,
dan 20 cm.
2. Bagaimana care melihatnya, apakah
dengan kedua matanya sekaligus, hanya menggunakan satu mata saja, atau satu
persatuan baru kedua-duanya,menggerakkan kepalanya dalam mengamati gambar atau
menggerakan kertas dalam mengamati gambar hingga bisa menemukan titik gambar
yang dimaksud.
3. Bagaimana dalam menangkap gambar,
dapat sekaligus, melihat bagian demi bagian secara berurut, atau melihat secara
sembarang.
4. Komentar dan reaksi anak saat
melihat gambar.
5. Bagaimana perhatian saat melihat
gambar, terang, santai, atau acuh tak acuh.
6. Bagaimana reaksi terhadap cahaya,
menghindari atau mencari cahaya agar dapat melihat dengan jelas.
7. Penggunaan cahaya penerangan
25W, 40W, atau 100W,
8. Reaksi lainnya, seperti menangis,
tertawa, menaikkan alis, takut, meraba-raba benda yang sedang dibawa,
mengubah-ubah posisi benda dari dekat ke jauh atau sebaliknya.
9. Penggunaan warna yang dapat dilihat,
umumnya warna dasar yaitu hitam, merah, biru, hijau, dan kuning pada kertas
putih.
10. Dapat
dipergunakan spidol kecil untuk membuat sebuah gambar sederhana seperti garis,
kurva, lingkaran atau sebagainya pada kertas. Dari tes dapat terlihat, apakah
anak masih mampu meniru atau tidak, karena gambar akan terlihat ditengah,
diatas atau diluar garis.
2)
Asesmen
bagi Anak Tunarungu
Aspek yang menjadi objek asesmen yaitu:
a) Identitas anak
b) Riwayat tumbuh kembang anak,
pendidikan dan riwayat sakit (anamnesa)
c) Riwayat perkembangan wicara
d) Sekolah/ pendidikan
e) Hubungan sosial
f) Riwayat keluarga
g) Hasil pemeriksaan medis
h) Pemeriksaan pernapasan
i) Tingkah laku
j) Kesan intelegensi
k) Pemeriksaan alat wicara
l) Pemeriksaan gigi
m) Pemeriksaan lidah
n) Pemeriksaan langit-langit keras
o) Pemeriksaan palatopharing
p) Pemeriksaan fauces
q) Pemeriksaan rongga hidung ( Nasal
Cavities )
r) Pemeriksaan pergerakan oral
3)
Asesmen
bagi Anak Tunagrahita
Aspek yang menjadi
obyek asesmen, yaitu:
a) Identitas anak
Identitas anak disertai kelengkapan nama, tempat tanggal
lahir,alamat,diagnose dokter yang menangani disertai terapis-terapis yang
menangani anak tersebut.
b) Kemampuan sensori atau
penginderaandalam keterampilan mendengar, perabaan (taktil), penglihatan,
penciuman dan rasa.
c) Kemampuan motorik (gerakan), kasar
atau halus dalam bergerak dan posisi tubuh serta koordinasi mata dan tangan
atau mata, tangan dan kaki.
d) Perilaku sosial dan psikis serta kemampuan bantu diri (bina
diri).
e) Kemampuan pre-akademik dalam hal
kemampuan berbahasa reseptif dan bahasa ekspresif
4)
Asesmen
bagi Anak Tunadaksa
Teknik/metode sesmen anak tunadaksa, terdiri dari teknik tes
dan non tes yaitu observasi, interview, tes dan pemeriksaan klinis. Sedangkan
instrumen yang distandarisasikan dan istrumen hasil perkembangan yang berupa
table atau format yang berisi keterangan atas obyek-obyek asesmen. Prosedur
asesmen anak tunadaksa umumnya terdiri dari tahap persiapan, pelaksanaan
asesmen, diagnosa, dan tindak lanjut.
Asesmen terhadap laterisasi, yaitu penggunaan bagian tubuh
yang dominan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
a) Laterisasi tangan, dilakukan dengan
care menyuruh anak mengabil obyek (member salam, melempar kearah sasaran tertentu,
menggunting, dan memasukan mote ke dalam botol).
b) Laterisasi kaki, kematangannya dapat
diketahui dengan cara menyuruh anak melakukan aktivitas kaki, misalnya
menendang bola kearah sasaran tertentu,bersila, berdiri dan melompat dengan
satu kaki, membuat garis lingkaran dengan jari kaki dan sebagainya.
c) Laterisasi mata, dapat diketahui
dengan cara
menyuruh anak melihat sesuatu dengan menggunakan alat bantu (teropong tunggal,
melalui lubang kunci, dan membidik sasaran) kemudian dilakukan pemeriksaan
berulang-ulang. Dalam analisis diadakan perbandingan mana yang lebih dominan
yang digunakan.
Istrumen Identifikasi Aspek Sosial
Salah satu instrumen untuk identifikasi aspek sosial anak
istrumen kematangan sosial dari Edgar A.D. tahun 1935 adalah tes VSMS (Vineland
Sosial Maturity Scale), untuk anak 0-15 tahun. Isi instrumen tersebut membagi 6
wilayah sebagai wilayah penyusun dari “daya bermasyarakat”, yaitu:
a. Kebiasaan kerja yang melekat pada
dirinya
1. Sikap terhadap pekerjaan
2. Gairah kerja
3. Daya tahap
4. Curahan perhatian
5. Kehematan
b. Data kerja
1. Daya hitung
2. Panjangnya dan kuatnya daya paham
3. Pengenalan waktu
4. Perhatian atas benda/ perihal
berbahaya
5. Daya pemberesan pekerjaan, dst
c. Daya tindak/ mobilitas
1. Daya kendali/atur waktu
2. Daya tindak yang diperlakukan dalam
rangka pekerjaan
3. Daya paska kerja, dst
d. Daya tukar pesan
1. Kemampuan mengucapkan/mengungkapkan
salam
2. Memberikan jawaban
3. Pelaporan pekerjaan
4. Pesan-pesan, dst
e. Keikutsertaan dalam kehidupan
bermasyarakat
1. Keselarasan
2. Rasa tanggung jawab
3. Kepatuhan pada aturan
4. Pemanfaatan telepon
5. Penggunaan kosakata
6. Pengungkapan sikap, dst
f. Data bina diri
1. Pemahaman atas keterkaitan antara
pekerjaan dengan kehidupan
2. Daya pertimbangan atas berbagai hal
3. Kesiapan bertindak
4. Daya kendali diri
5. Daya rencana hidup, dst
5. Asesmen Bagi Anak Tunalaras
Asesmen bagi ketunalarasan tidak dilaksanakan secara
tersendiri. Mengukur perilaku termasuk salah satu asesmen yang paling sulit,
seperti halnya mendefinisikan istilah tersebut. Menurut Mc Longhlin dan Lewis
(1981), hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Terminologi yang dipakai
b. Definisi
c. Adanya berbagai model konsep tentang ketunalarasan
Bagaimanapun sulitnya, asesmen terhadap perilaku harus
dilakukan, sehingga setiap anak memperoleh layanan yang layak, sesuai dengan
kebutuhan individualnya. Kauffman (1985) mengidentifikasi tiga kelompok besar
metode yang dapat dipakai dalam proses asesmen ketunalarasan, yaitu:
a) Tes Standar/Baku
Tes baku yang mungkin dapat dipakai dalam asesmen ketunalarasan
adalah tes intelegensi dan tes kepribadian. Tes intelegensi mengukur kemampuan
umum siswa sedangkan tes kepribadian
mengukur kemampuan traits (karakteristik) atau mekanisme psikis dasar yang
menyebabkan berbagai pola perilaku.
b) Wawancara
wawancara dapat dilakukan terhadap anak yang bersangkutan
atau dengan orang dewasa lain yang mengetahui tentang anak. Kanfer dan Grimm
(dalam Kauffman, 1985) mengidentifikasi hal dan masalah yang dapat digali
melalui wawancara, antara lain:
1. Jenis
perilaku yang tidak dimiliki anak
2. Perilaku
yang berlebihan, misalnya ceas, rendah diri
3. Cara
mengendalikan lingkungan secara tidak benar
4. Cara
merespon diri dengan tidak benar
5. Cara
lingkungan memperlakukan anak dengan tidak tepat
c)
Observasi dan rating
Konsep
behavioristik mulai menekankan observasi langsung atas perilaku anak dalam
kehidupan sehari-hari, dengan asumsi bahwa apa yang terjadi sebelum dan sesudah
perilaku menyimpang muncul sangat berpengaruh pada perilaku tersebut. Observasi diharapkan dapat menggali
informasi, seperti:
1. Setting, tempat perilaku menyimpang terjadi.
2. Frekuensi atau durasi tingkah laku.
3. Apa yang terjadi sebelum perilaku itu muncul.
4. Respon atau jenis perilaku menyimpang lain yang juga muncul.
5. Jenis perilaku yang baik yang dapat dilatihkan untuk
mengurangi perilaku menyimpang yang
terjadi.
d) Tes Fisik dan Psikologis
Seperti diketahui, penyakit dan gangguan fisik dapat
mempengaruhi perilaku anak dan orang dewasa. Mc Loughlin dan Lewis (1981)
mengelompokan instrument asesmen berdasarkan obyek yang diukur, yaitu perilaku
menyimpang (umum), perilaku murid, dan faktor lingkungan yang berpengaruh pada
perilaku.
6.
Asesmen
bagi Anak Berkesulitan Belajar
Ada dua jenis asesmen yang seharusnya digunakan untuk
mengetahui kesulitan belajar menulis, yaitu asesmen formal dan informal.
Asesmen informal yang mungkin dapat membantu para guru dalam memberikan bantuan
kepada anak berkesulitan belajar menulis.
a. Asesmen Kesulitan Menulis
dengan Tangan (Menulis Permulaan)\
Guru dapat melakukan observasi terhadap berbagai kemampuan
sebagai berikut ini:
1. Menulis
dari kiri ke kanan
2. Memegang
nama panggilannya sendiri
3. Menulis
huruf-huruf
4. Menyalin
kata-kata dari papan tulis ke buku atau kertas dan,
5. Menulis
pada garis yang tepat
b. Asesmen Kesulitan
Mengeja
Berbagai kesalahan yang sering dilakukan oleh anak-anak
dalam mengeja adalah:
1.
Pengurangan huruf
2.
Mencerminkan dialeg
3.
Mencerminkan kesalahan ucap
4.
Pembalikan huruf dalam kata
5.
Pembalikan konsonan
6.
Pembalikan konsonan atau vocal
7.
Pembalikan suku kata
c. Asesmen Kesulitan Menulis
Ekspresif
Untuk mengetahui kemampuan menulis ekspresif anak-anak SD,
Johnson seperti dikutip oleh Lovitt (1989:254) telah mengembangkan instrument
informal yang meminta anak-anak menuliskan suatu cerita yang mencangkup bagian
permulaan, pertengahan, dan akhir. Berdasarkan tulisan cerita tersebut guru
melakukan evaluasi berdasarkan:
1. Panjang
karangan
2. Ejaan,
tanda baca, dan tata bahasa
3.
Kematangan dan keabstrakan tema
4. Bentuk
tulisan tangan dan huruf, dan
5. Panjang
kalimat dan perkembangan perbendaharaan kata
7.
Asesmen
bagi Anak Berbakat
Asesmen sebagai identifikasi keberbakatan adalah untuk
membantu mengoptimalkan potensi unggul anak berbakat sehingga menjai prestasi unggul. Alat identifikasi yang
dipergunakan haruslah yang abash dan dapat dipercaya. Berikut ini alat
identifikasi untuk anak berbakat:
a.
Kemampuan
intelektual umum
Kemampuan membedakan sensoris tertinggi ada pada mereka yang
memiliki kemampuan intelektual tinggi pula (Khatena, 1992). Cattel percaya
bahwa pengukuran kemampuan intelektual umum diperoleh melalui pengukuran kekuatan otot, kecepatan gerak,
sensitivitas terhadap rasa sakit, kecermatan dalam pendengaran dan penglihatan,
perbedaan dalam ingatan dan lain-lain.
b. Tes
intelegensi umum
Tingkat kesukaran tes ditetapkan secara empiris. Skor
seseorang pada tes tersebut mencerminkan umur mental seseorang, yang kemudian
dibandingkan dengan umur kronologis (Wiliam Sterm, 1930 dan Stanford Binet,
1960, dalam Khatena, 1992)
c.
Tes
kelompok kontra tes individual
Beberapa dari tes intelegensi seperti Stanford Binet dan
skala Wechsler yang terutama diaplikasikan di dalam klinik-klinik psikologi
atau sanggar konseling tertentu secara individual, tes kelompok lebih banyak
digunakan dalam system pendidikan, pelayanan pegawai, industri dan militer.
Beberapa keuntungan tes kelompok dibandingkan dengan tes
individual adalah bahwa latihan yang agak ekstensif yang diperlukan untuk tes
Stnaford-Binet, tak seberapa diperlukan bagi pengetes tes kelompok, asalkan
pengetes tersebut mampu membaca intruksi tes dengan baik dan tepat waktu dalam
mengadakan testing tersebut . Tes individual seperti skala Binet kelompok
itemnya dikembangkan sesuai dengan tahap perkembangan kelompok umur.
d. Pengukuran
hasil belajar
Berbeda dari tes bakat, tes hasil belajar berfungsi untuk
mengukur hasil perolehan belajar setelah suatu pendidikan, latihan atau program
tertentu selesai diikuti seseorang. Jadi tes hasil belajar ini berbeda dengan
tes bakat atau tes intelegensi mengukur pengalaman belajar yang sudah
terstandarisasikan, terawasi dan terancang sebelumnya. Sedangkan tes bakat
mengukur pengalaman secara kumulatif diperoleh melalui pengalaman sehari-hari
dan secara relatif menggali pengalaman yang tak terancang ( Anastasi,1976).
Tekanan tes hasil belajar terutama pada apa yang dapat
dilakukan individu pada kala itu setelah latihan atau pendidikan tertentu.
Konsep baru yang kini banyak digunakan untuk menggantikan pengukuran bakat dan
hasil belajar adalah kemampuan yang sudah dikembangkan ( developed abilities).
Didalamnya tercakup semua tes intelegensi baterei bakat jamak, bakat khusus,
hasil belajar.
e.
Tes hasil
belajar individual
Pada umumnya tes hasil belajar adalah tes kelompok yang
bermaksud membandingkan kemajuan belajar antar individu sebaya. Dua tes hasil
belajar individual yang terkenal ( Kitano & Kirby, 1986) adalah: Peabody
Individual Achievement Test (PIAT) dan Wide Range Achievement Test (WRAT).
Sesuai kode etik psikologis, item-item tes tersebut tidak dapat dipublikasikan
(Anastasi’90).
PIAT adalah alat ukur yang mengacu pada norma (norm
referenced), yang bermaksud mengukur kemajuan belajar dalam lima bidang
akademis yaitu matematika, bacaan pemahaman, bacaan dalam hati, ejaan dan
informasi umum. Ke empat subtes pertama bersifat tertulis dan terdiri dari item
pilihan ganda ataupun bentuk lain, sedangkan subtes terakhit=r harus dijawab
secara lisan oleh siswa. PIAT dipakai bagi siswa TK sampai SMA/SMU.
WRAT juga mengacu
pada norma, merupakan tes tertulis juga, mengukur kinerja siswa dalam membaca,
berhitung dan mengeja. Tes tingkat I dikembangkan untuk siswa dibawah umur 12
tahun dan tes tingkat II adalah untuk siswa di atas 12 tahun.
Selain kedua tes tersebut terkenal juga the Stanford Achievement Test
(SAT) untuk siswa SD sampai SLTP/SMP.
The Stanford Early School Achievement Test adalah untuk siswa TK dan SD.
Sedangkan Stanford Test of Academic Skills adalah untuk siswa SLTP/SMP. Kedua
tes masing-masing mengacu pada norma dan criteria (Kitano & Kirby, 1986),
yang di Indonesia terkenal PAN & PAK ( Pengukuran Acuan Norma dan
Pengukuran Acuan Kriteria).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar