BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam
rangka mengatasi kesenjangan antarwilayah dan antara desa dan kota, pemerintah
menerapkan paradigma “Membangun dari Pinggiran” yang berarti membangun daerah-daerah
tertinggal dan kawasan-kawasan perdesaan Pemerintah. Pembangunan berbasis pedesaan
sangat penting dan perlu untuk memperkuat fondasi perekonomian negara, mempercepat
pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan antarwilayah. Sebagai solusi
bagi perubahan sosial, desa mempunyai posisi strategis sebagai basis perubahan.
pertumbuhan ekonomi harus digerakkan ke perdesaan sehingga desa menjadi tempat
yang menarik sebagai tempat tinggal dan mencari penghidupan karena dipandang
memberi peluang untuk peningkatan kesejahteraan. Infrastruktur desa, seperti
irigasi, sarana dan prasarana transportasi, listrik, telepon, sarana
pendidikan, kesehatan dan sarana-sarana lain yang dibutuhkan, harus menjadi
lebih baik dan merata sehingga memungkinkan desa maju dan berkembang. Mengingat
kemiskinan merupakan fenomena multidimensi yang disebabkan tidak saja oleh
faktor ekonomi namun juga dan keterbatasan akses terhadap layanan dasar dan
tidak terpenuhinya pelayanan dasar, maka selain untuk infrastruktur, dana desa
sebaiknya digunakan untuk kegiatan peningkatan ketersediaan pelayanan dasar dan
pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Namun pembangunan
Nasional pada pelaksanaannya masih
dihadapkan dengan masalah pokok
pembangunan seperti ketimpangan pembangunan
antara desa dan kota
di Indonesia. Ketimpangan Pembangunan terjadi karena banyak
factor yang mempengaruhinya sehingga
pembangunan di Indonesia tidak
merata sehingga berdampak
pada tingginya kemiskinan
di Indonesia. Menanggapi
permasalahan tersebut, strategi
pemerintah untuk mengatasi
ketimpangan pembangunan yaitu dengan melaksanakan pembangunan
nasional yang menaruh perhatian besar terhadap
pembangunan desa.
Pembangunan
desa mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam rangka Pembangunan
Nasional dan Pembangunan
Daerah, karena di
dalamnya terkandung unsur pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya
serta menyentuh secara langsung kepentingan sebagian besar masyarakat yang bermukim
di pedesaan dalam rangka
upaya meningkatkan kesejahteraan
mereka. Dalam pembangunan desa pemerintahan
desa berkedudukan sebagai subsistem dari sistem
penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, sehingga desa
memiliki kewenangan, tugas dan
kewajiban untuk mengatur
dan mengurus kepentingan
masyarakatnya sendiri.
Dalam
menyelengarakan kewenangan, tugas,
dan kewajiban desa
dalam penyelenggaraan pemerintahan
maupun pembangunan maka
dibutuhkan sumber pendapatan desa. Pada sisi mekanisme pendanaan
pemerintah desa, proses yang dikerjakan adalah bagaimana desa mengelolan asset
sumber daya alam secara bijaksana dan berkelanjutan. Penguatan basis ekonomi
rakyat yang bersumber pada asset desa merupakan pilihan menuju kemandirian.
Djiwadono,
1981 (dikutip Nurman 2015: 241) menyebutkan bahwa tujuan pembangunan desa
meliputi; Pertama, tujuan ekonomi meningkatkan produktiviti di daerah pedesaan
dalam rangka mengurangi kemiskinan didaerah pedesaan. Kedua, tujuan sosial
diarahkan kepada pemerataan kesejahteraan
penduduk desa. Ketiga, tujuan kultural dalam arti menigkatkan kualiti hidup
pada umumnya dari masyarakat pedesaan.
Keempat, tujuan kebijakan
menumbuhkan dan mengembangkan partisipasi
masyarakat desa secara
maksimal dalam menunjang usaha-usaha
pembangunan serta dalam
memanfaatkan dan mengembangkan
hasil-hasil pembangunan.
Pembangunan desa
perlu diarahkan pada
terwujudnya “desa yang mandiri”, yaitu
desa yang warganya
mempunyai semangat untuk
membangun yang tinggi, yang
mempunyai kemampuan untuk
mengidentifikasikan permasalahan
desanya, menyusun rencana
untuk memecahkan permasalahan serta melaksanakan
rencana tersebut dengan
seefisien dan dan
seefektif mungkin, dengan pertama-tama
bertumpu pada sumber
daya dan dana
yang berasal dari masyarakat
desa, dan mampu
menjaga kelangsungan proses pembangunan. (Moeljarto Tjokrowinoto,
2012:41).
Arah
pemeberdayaan masyarakat desa yang paling efektif adalah dengan melibatkan masyarakat
dan unsur pemerintahan yang memang mempunyai kebijakan pembangunan yang lebih
reaktif memberikan prioritas
kebutuhan masyarakat desa dalam
alokasi anggaran sehingga
mereka mampu untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki
daerah masing-masing.
BAB
II
ISI
Dalam
segi dampak yang terjadi, pembangunan desa merupakan pontesi desa untuk
mandiri. Dimana infrastruktur, pendidikan, dan ekonomi mengalami kemajuan. Segi
ini mungkin akan memunculkan perubahan dalam masyarakat desa dari desa non
produktif menjadi desa produktif.
Skill
dan ketrampilan berkembang pesat, memunculkan banyak komunitas pembangun desa
di desa-desa. Hal ini dapat menunjangkan kemajuan desa sebagai desa mandiri.
Selain memiliki dampak baik, dana desa juga dapat menyebabkan korupsi dikalangan
perangkat desa. Maka dampak yang terjadi sebagai berikut:
·
Dampak
Positif (Good Impact)
1. Perubahan
masyarakat dari non produktif menjadi produktif.
Pengalokasian dana desa sebagai upaya pemerintah
meningkatkan kemampuan dan ketrampilan masyarakatnya. Pemberdayaan masyarakat
terhadap kebutuhan hidup semakin tinggi dan berdaya saing. Ketrampilan dan
kemampuan merupakan hal utama untuk menerjang badai kehidupan. Dana desa
merupakan azas untuk memberikan masyarakat tentang ketrampilan modern. Dengan
diadakannya pelatihan-pelatihan yang modern, kemampuan masyarakat desa akan
lebih produktif.
Dalam pemberdayaan masyarakat sangat banyak Desa
yang mengarahkananggaran ADD-nya
bagi pembiayaan yang lebih produktif
semisal pembentukan BUMDes, Bank
Desa, Pasar Desa, pinjaman modal secara
bergulir tanpa bunga untuk kegiatan pengembangan UKM/RT diwilayahnya,
pengembangan produk unggulan
Desa, ataupun kegiatan produktif lainnya.
Dengan kata lain pelaksanaan ADD selama ini lebih berkecenderungan
sebatas pemerataan anggaran bagi masing-masing
RT/RW tanpa memberikan kontribusi jangka panjang bagi pemberdayaan masyarakat.
2. Pembangunan
Infrakstruktur lebih maju
Pemberian dana desa bagi pembangunan desa merupakan
wujud pemerintahan agar infrakstruktur desa dapat lebih maju. Infrastruktur
modern akan meningkatkan kemajuan desa agar menjadi desa mandiri dan berdaya
saing.
Pembangunan Masyarakat Desa adalah sebagai suatu
proses dimana anggota-anggota masyarakat desa pada awalnya mendiskusikan dan
menentukan keinginan mereka, kemudian merencanakan dan mengerjakan bersama
untuk memenuhi keinginan mereka
tersebut. Pembangunan Masyarakat Desa mempunyai ruang lingkup dan tujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat,
terutama masyarakat yang tinggal di wilayah
dalam strata pemerintahan yang disebut sebagai pemerintahan terbawah
atau desa yaitu pemerintahan di tingkat
„grass roots’ peningkatan taraf
hidup yang berupa lebih
banyak pengenalan atas
benda benda fisik yang
bernilai ekonomis, mungkin dapat
saja diberi penilaian secara standar
dan kemudian dijadikan ukuran. Pembangunan Masyarakat Desa pada dasarnya
adalah bertujuan untuk mencapai suatu
keadaan pertumbuhan dan peningkatan
untuk jangka panjang dan sifat peningkatan akan lebih
bersifat kualitatif terhadap pola
hidup warga masyarakat, yaitu
pola yang dapat mempengaruhi perkembangan
aspek mental (jiwa), fisik
(raga), intelegensia
(kecerdasan) dan kesadaran bermasyarakat dan
bernegara. Akan tetapi pencapaian
objektif dan target pembangunan desa
pada dasarnya banyak ditentukan
oleh mekanisme dan struktur yang dipakai
sebagai Sistem Pembangunan Desa.
·
Dampak
Negatif (Bad Impact)
1. Melenggangnya
pejabat korupsi.
Korupsi merupakan budaya buruk negara. akar-akar
korupsi mungkin akan susah di matikan. Budaya semenjak nenek moyang kita.
Tetapi terus melenggang hingga reformasi tiba.
Kehijauan dana Desa membuat mata-mata pejabat
khilaf. Korupsi sudah menjelma menjadi penyakit masyarakat yang mengakar.
Kuatnya akar-akar korupsi sudah gila untuk kekayaan pribadi.
Dana desa yang begitu besar mungkin akan membuat
mata para perangkat desa menjadi hijau. Karena lemah iman mereka akan melakakun
tindakan yang dapat merugikan negara. tindakan ini juga akan berdampak pada
pembangunan dan pemberdayaan fiktif.
Kurangnya pengawas pada dana menjadi ladang hijau
bagi pejabat desa untuk menambah pundi-pundi kekayaannya. Rekayasa biaya
pembangunan bermasalah mungkin akan dilakukan bagi pejabat desa yang lemah
iman. Tergiur akan kekayaan dunia. Mungkin para pejabat desa akan membuat
laporan yang tidak sesuai dengan lapangan. Dengan rician yang melebihi biaya
sesungguhnya yang dikeluarkan dilapangan.
Tantang ini merupakan kelemahan pada dana desa yang
memberikan dampak negatif. Terlihat sekarang bahwa dana desa digunakan para
pejabat desa untuk kebutuhan pribadi bukan kepentingan masyarakat. Melalaui
rekayasa pembangunan fiktif dana desa, dapat ditilep para pejabat desa. Melihat
potensi dana desa yang begitu mengiurkan di tahun 2018, mata hijau para pejabat
seperti ladang hijau yang diberi pupuk. Lemah iman, kurangnya sikap pancasila
menjadi lemahnya kepribadian para pejabat desa.
2. Pemerataan
Dana Desa yang kurang.
Manfaat dana desa mungkin akan dirasakan bagi para
pejabat desa saja, kurangnya pengawasan dan penyuluhan membuat masyarakat
kurang tahu apa yang harus di alokasi dari dana desa. Alokasi dana desa yang
kurang maksimal membuat kemandirian desa menjadi terhambat.
Padahal kalau kita melihat, bagaimana mengalokasikan
dana desa harus adil dan merata. Penyuluhan yang kurang maksimal tentang
alokasi dana desa membuat masyarakat masih kebinggungan tentang kegunaan dana
desa. Bahkan disisi lain pembangunan yang tidak diperlukan sering dilakukan
agar dapat mendapat dana desa pada tahap berikutnya. Sumber daya manusia
dari penduduk desa
yang rendah dapat dilihat
dari tingkat pendidikan
mayoritas penduduk yaitu lulusan
SD sedangkan perangkat desa
sendiri mayoritas lulusan SMP. Hal tersebut berdampak pada
kegiatan pengelolaan ADD pada
tahap perencanaan.
Pada
proses perencanaan ADD
pada Desa menerapkan
sistem musyawarah desa. Dalam
proses musyawarah desa telihat bahwa partisipasi masyarakat tinggi, namun
bentuk-bentuk usulan kegiatan
dari masyarakat cenderung
bersifat pembangunan fisik seperti
perbaikan jalan, irigasi,
dan lain-lain. Padahal kegiatan
tersebut tidak bersifat
pemberdayaan pada diri masyarakat sendiri. Monotonnya pola pikir masyarakat
dalam perencanaan penggunaan dana ADD
tersebut merupakan cerminan dari
rendahnya tingkat pendidikan
masyarakat dan perangkat
desa, sehingga belum ada bentuk
kreativitas dan inovasi
dalam pengelolaan ADD untuk
pemberdayaan masyarakat.
Rendahnya
swadaya masyarakat desa dinilai
sangat kurang, padahal swadaya masyarakat merupakan Pendapatan Asli Desa
(PADes) yang sah. Kurangnya swadaya
masyarakat merupakan cerminan dari tingkat kesejahteraan
masyarakan desa yang masih dinilai kurang
sejahtera. Dilihat dari mayoritas mata
pencaharian masyarakat desa
yang sebagai buruh
tani, maka berdampak pada tingkat keswadayaan masyarakat dalam
pembangunan desanya.
Fenomena
tersebut tidak sesuai
dengan tujuan ADD menurut
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 37 Tahun
2007 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Desa, yang menjelaskan
bahwa salah satu tujuan ADD adalah mendorong peningkatan
keswadayaan masyarakat. Hal
tersebut menunjukkan bahwa kurang
berhasilnya pengelolaan ADD pada
desa berdampak pada rendahnya
Swadaya masyarakat.
BAB
III
PENUTUP
Pelaksanaan program-program pembangunan
di Desa dalam pemanfaatan dana desa dapat dikatakan
pembangun fiktif. Hal ini dapat dibuktikan dengan jumlah kegiatan
pembangunan yang tidak
terealisasi sesuai dengan rencana pembangunan yang telah ditetapkan.
Dana
desa yang begitu besar mungkin akan membuat mata para perangkat desa menjadi
hijau. Karena lemah iman mereka akan melakakun tindakan yang dapat merugikan
negara. tindakan ini juga akan berdampak pada pembangunan dan pemberdayaan
fiktif.
Kurangnya
pengawas pada dana menjadi ladang hijau bagi pejabat desa untuk menambah
pundi-pundi kekayaannya. Rekayasa biaya pembangunan bermasalah mungkin akan
dilakukan bagi pejabat desa yang lemah iman. Tergiur akan kekayaan dunia.
Mungkin para pejabat desa akan membuat laporan yang tidak sesuai dengan
lapangan. Dengan rician yang melebihi biaya sesungguhnya yang dikeluarkan
dilapangan.
Tantang
ini merupakan kelemahan pada dana desa yang memberikan dampak negatif. Terlihat
sekarang bahwa dana desa digunakan para pejabat desa untuk kebutuhan pribadi
bukan kepentingan masyarakat. Melalaui rekayasa pembangunan fiktif dana desa,
dapat ditilep para pejabat desa. Melihat potensi dana desa yang begitu
mengiurkan di tahun 2018, mata hijau para pejabat seperti ladang hijau yang
diberi pupuk. Lemah iman, kurangnya sikap pancasila menjadi lemahnya
kepribadian para pejabat desa.
Daftar Pustaka
Nurman.
2015. Strategi Pembangunan Daerah. Jakarta: Rajawali Pers.
Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 37
Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Desa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar