Cerah hari tiada kelabu. Bergetar
angin dbawah pohon perdu. Dalam bayangan yang indah membuta hatiku.
Selalu terbayang dalam renungan cintaku. Terdengar sayup – sayup membisikkan di
telinggaku. Membuat aku tenggelam dalam gubangan cinta palsu. Suara angin yang
sepoi – sepoi bagai akan menerpa hatiku. Bahagia selalu dalam bayangan
ingatnku.
Inilah saat aku
mendapatkan gadis pujaanku. Gadis impian yang aku impikan setiap malam. Aku
seorang wiraswasta dalam perdagangan bisnis dunia. Pekerja dalam perdagangan
ekspor – impor untuk indonesia. Tubuh tinggi dan perkasa bukan jaminan untak
mendapatkan wanita sempurna. Wajah tampan bukan jalan mendapatkan kemudahan
jodoh dalam kehidupan. inilah aku pemuda gagah dan rupawan yang masih
membujang. Karier pekerjaan memang mampan dan memenuhi standar kehidupan
modern. Saat ini aku berumur 24 tahun. Rumah mewah dan megah telah berdiri
dengan hasil peras keringatku. Di kota besar Jakarta namanya Bukan tanggung –
tanggung lagi. Rumah besar dan indah bagai surga serasa telah membawa dalam
kesuksesan usaha. tapi sayang pendamping hidup belum ketemu dalam bayangan
hatiku.
Teringat akan
pesan sang bunda. Agar segera mencari pendamping hidup dalam suka dan duka.
Layangan itu semakin membuat hati tak menentu. Apa lagi calon wanita tak ada
dalam bayangan.
Pagi hari telah
menyongsong. Cahaya terang masuk dalam jendela kamar. Suara – suara parau para
penghuni gedongan. Sekumpulan anak asuh telah siap menanti kehadiranku. Untung
dalam anak yang aku asuh, ada beberapa anak yang memasuki sekolah SMA. Jadi
untuk masalah makan seluruh anak asuh aku percayakan pada anak asuh yang
menginjak dewasa. Biaya dan kehidupan aku berikan sesuai kebutuhannya.
Dan aku sendiri
memang bukan suka hura – hura setiap malam. Aku lebih suka duduk dalam
ketenangan menghadap sang Pencipta dalam kegelapan malam. Hidup sederhana aku
terapkan agar tidak ada kesenjangan dalam kehidupan.
Masakan telah
disiapkan oleh anak asuhku. Makanan sederhana dengan gizi seimbang untuk tubuh
dan raga. Berkumpul bersama di meja makan besar. Ruangan yang aku sediakan
untuk makan besar seluruh anggota keluarga.
Tiba – tiba
sebuah dering telopon terdengar. Kring.....kring.......!. bunyi yang menggangu
kenikmatan makan. Kubiarkan tetap berbunyi. Aku segera mengangkat teleopon. Sayup suara merdu mutiara. Hiasan
indah dalam gambaran surga. Asalamu’ alaikum suara merdu na syahdu dari kabel
eletronik.
“Apa ini bapak
Herman.....?”
Aku terbayang
akan sosok bidadari pujaan. Hati melayang menebus bayangan. Melamun dengan
tenang.
“Halo....halo.....maaf
apa ini bapak Herman .......?”
“Halo.....!”
“Iya
benar......kalau boleh tahu ini dari siapa ya.....?”
“Oh maaf pak,
saya petugas dari bank memberitahukan kepada bapak untuk datang ke bank Mandiri
Syariah karena akan masalah mengenai tabungan bapak.............!”
“Baik saya akan
segera ke sana..............!”
Telopon ditutup
rasa hati selalu berdebar. Suara alunan dari bibir merdu melalui kabel telah
hilang terdengar. Hati berdebar, jantung berdetak kencang. Seakan hidup baru
akan masa depan.
Anak asuh telah
bersiap untuk berangkat ke sekolah. Aku siap untuk pergi ke bank karena ada
masalah yang harus aku selesaikan. Aku mengantarkan ke depan pintu gerbang
sekolah. Hari ini rasa hati berdebar. Sosok suara perempuan dalam kabel telepon
masih berkumandang dalam hatinya. Seakan akan harapan calon hidup dalam
dekapan.
Aku segera
membalikkan kendaraan menuju bank tujuan. Tiba disana aku masuk kedalam. Aku
segera menanyakan kepada security. Karena tak tahu harus bertemu siapa aku
kebingungan. Bingung pusing tidak karuan.
Ada apa
pak.......?” tanya security.
“Pak tadi pagi
saya mendapatkan telepon dari bank, saya disuruh datang untuk menemui ....salah
satu petugas bank...........!” kata Herman.
“Apa anda Pak
Herman......?” tanya security.
“Iya .......!” kata
Herman
“Oh anda sudah
ditunggu, silakan ikut saya.........!” kata security.
“Baik.....!”
aku berjalan
menuju tempat seorang kasir cantik, muda dan menawan.
“Bu .....ini pak
Herman.........!” kata security.
“Oh silakan
duduk.........!” kata kasir.
Aku duduk
termanngu memandang cantik rupawan sang kasir bank. Terlihat indah dan menawan.
Kerundung biru bagai lamunan samudra. Cantik seorang gadis muda telah membuat
terpana. Tertulis di ID card anita namanya. Nama yang cantik seperti wajahnya.
“Pak .....Herman.......!”
“Pak......Herman.....!”
“Pak....Herman......!”
“Wah cantik
sekali anda ini..........!” kata Herman
“Ada apa
Pak......?”
“Oh
tidak........!”
“Tadi ibu
memanggil saya melalui telepon ada apa ya......?”
“Oh ini pak.
Total rekening bapak telah melebihi kapasitas maka kami saran untuk mengalihkan
ke rekening lain.......bagimana.......pak.....?”
“Iya .........!”
Terlihat anggun
penuh pesona. Menawan bagai mawar bunga ditaman harapan. Aku melihat wajah dan
mata penuh dengan harapan dan kesopanan. Pesona rembulan dan bintang menawarkan
sebuah ikatan. Hati tak kuasa menahan untuk mengungkapkan. Tapi ini diruang
pekerjaan tak pantas melakukan percakapan diluar pekerjaan.
Hati berdebar
akan menahan perasaan. Meluap bagai bah air siap diluntahkan.
“Pak rekening
bapak telah siap kami pindahkan........ini surat dan tabungan bapak yang
kedua............!”
Tangan memegang
dengan lambain cinta terdalam. Memandang dengan penuh harapan. Wajah cantik
telah membutakan mata lakian. Surat aku pegang tak sengaja menyentuh tangan.
Tersipu malu bagai wanita malu dihadapan kaum Adam.
“Maaf pak......!”
“Ah jangan
panggil pak........, panggil saja mas......!”
“Ya mas......!”
“Mbak nita, boleh
saya menanyakan sesuatu .........!”
“Oh silakan
mas......!”
“Apa mbak sudah mempunyai pacar.......?”
“Sebenarnya saya
ini masih single, pacar atau suami belum ada yang cocok.......!”
“Oh ......kalau
begitu apa boleh saya mendekati hatimu............mbak Nita........!”
“Boleh tapi
jangan panggil mbak, panggil Nita saja.......!”
“Oke......! hari
minggu ini apa Nita ada acara.........?”
“Tidak.....!
memang ada apa ?”
“Aku ingin
mengajak kamu untuk pergi ke suatu tempat...........!”
“Boleh.........nanti
hub ke no telepon...ini.....!”
Diserahkan sebuah
kartu nama kepada Herman. Herman bahagia karena jodoh sudah ada dihadapan. Tak
tahu bahwa jodoh selama ini yang ia cari berada di luar pekerjaannya.
Wanita yang
selama ini dalam mimpi adalah seorang kasir bank yang penuh kesopanan. Watak
dan karakter dambaan seorang lakian.
Pagi hari yang
cerah, suasana indah. Hari minggu telah tiba. Acara pertemuan cinta antara dua
manusia akan terlaksana. Herman membaca
sebuah kartu nama. Nama Anita Lestari. Alamat rumah tertulis dengan huruf yang
bisa dibaca. Tertera sebuah no hp yang siap aku hubungi. Nomer aku simpan dan
aku telepon sang wanita pujaan.
♥♥♥
Didalam kamar
tidur. Indah dan menawan kamar bersih terawat dengan teraturnya. Anita telah
bangun dari tudur malam. Siap menemui cinta pertamanya. Rumah sederhana ia
tempati dengan seorang ibu yang tua renta. Ibu Anita tua tapi perkasa. Masakan
pagi telah disipakan nya untuk putrinya. Putri satu – satunya yang ia cintai
selamanya. Anita masih muda umur menginjak 20 tahun di usianya. Siap menerima lelaki
yang sesuia harapannya.
Wajah cantik dan
mempesona. Kerundung penutup kepala merupakan ciri khas. Karena ia berjalan
sesuai agama. Hp berdering lagu islam. Suara tembang menghanyutkan perasaan.
Sebuah nomer masuk tanpa kenal. Penasaran akan seseorang. Diangkatnya hp dengan
hati berbedar. Suara masuk yan ia kenal. Sesosok yan pernah ia temui di bank
tempat pekerjaan.
“Halo.....Nita
apa kamu sudah siap aku akan segera menjemputmu.........!”
Perasaan
berguncang bagai lambaian tangan. Hati dan perasaan menyatu dalam lautan
asmara. Hati Nita berdetak kencang. Genderang perang siap berkumandang. Suara
tak mampu mengucapkan kata – kata dalam bayangan.
“Belum mas tunggu
15 menit aku persiapan..........!”
Dalam persiapan
menghadapi guncangan cinta pertama. Bagai sebuah tawanan perang. Pakaian yang
layak ia kenakan harus dipilih dengan keopastian. Ibu melihat anak tak ada
karuan. Baru pertama kali anak kesayangan menjadi senang dan bahagia dalam
perasaan. Terlihat pakaian – pakaian berantak karena memilih kecocokannya. Anita
bingun mengenai baju yang dikenakan. Sang ibu mendekati putri kesayangan.
“Nita baju apa
saja pantas buat kamu dipadukan dengan kerundung merahmu........?”
“Oh begitukah
bunda.......!”
Anita memakai
baju kesayangan. Baju yang ia beli sewaktu ada diskon di toko baju muslimah.
Dikenakan...dipadukan dengan kerundung merah bagai pesona rembukan berkilauan.
Sebuah mobil
telah datang. Bunyi klakson berkumandang.
“Siapa itu
Nita........?” tanya ibunya.
“Oh itu kawan
bu.........!”
Terlihat sesok
lelaki tampan dan perkasa keluar mengenakan jas hitam. Terlihat gagh dan
perkasa di tanah garuda. Lelaki itu menuju ke pintu depan. Bunyi bel telah di
deringkan.
“Nita itu ada
tamu.........!”
“Ya bu.....!”
Anita menuju
ruang tamu. Dibuka pintu depan. Terlihat Anita cantik dan menawan dimata
Herman. Begitu juga sosok Herman yang tampan mengundang senyuman di bibir
Anita.
“Silakan masuk
mas.........maaf rumah kami sederhana........!”
“Tak apa
sederhana tapi pemiliknya bagai bidadari surga........!”
“Ah mas biasa
saja.......!”
“Siapa Nit.....?”
“Kawan
bu.......!”
“Oh ada tamu.....apa
kamu kawan Nita........?”
“Ya Bu.......!”
“Nita laki itu
teman atau pacar.....!”
“Oh ibu nanti aku
kasih tahu........!”
“Nita apa kamu
sudah siap........?”
“Ya mas .....!”
“Bu Nita pergi
dulu.......!”
“Hati – hati , nak tolong jangan anak saya........!”
“Ya bu......!”
Kedua telah
meninggalkan rumah. Herman mengajak Anita makan disebuah restoran. Restoran
sederhana dengan makanan penggugah selera. Obrolan panjang dilakukan tapi ada
yang menyangkut masalah cinta dan hubungan. Anita terdiam.
Hari semakin
siang tak ada kata – kata ungkapan cinta dari mulut Herman. Hati senang Anita
menjadi murung dan bimbang. Melihat wajah yang didambakan terlihat tak ada
gairah.
“Kamu sakit
Nita.......!”
“Ya mas kepalaku
sedikit pusing..........!”
“Ayo kuantar kamu
pulang...........!”
Mobil tiba
dirumah. Anita masuk tak ada kata diucapkan. Herman bingung dan bimbang. Tangan
menghambat untuk diantarkan. Hati Herman menjadi kesalahan. Nita masuk ke dalam
rumah.
Herman langsung
melaju kendaraan. Anita kira Herman akan mengikuti biarpun dihentikan tapi ia
malah meninggalkan sendirian. Perasaan hancur dalam lamunan.
“Bagaimana
Nita.....?”
“Bagaimana apanya
Bu......?”
“Oh mas
Herman.....tak tahulah bu..........!”
Murung dalam
sebauh penantian. Anita termanngu memandang rembulan. Tak ada kata cinta dari
lelaki pujaan. Tidur akan cinta belum ada kepastian. Pagi hari cerah telah
tiba. Hari Anita masuk kerja. Wajah lesu dan pucat tak ada semangat. Cinta tak
ada kepastian telah meluntahkan hati dan perasaan. Anita telah siap dengan
pakian kerja terlihat anggun dan mempesona.
Biar tak ada
semangat tapi penampilan terjaga. Anita berangakat kerja. Kendaraan umum
sebagai jalan menuju tempat kerja. Tiba
dalam kantor. Terlihat sesok lelaki yang ia kenal membawa sbungkus bunga mawar.
Mawar merah dan menawan. Didepan pintu Bank Anita berhenti karena hadangan
lekaki bernama Herman yang ia kenal.
Menghadang
....menghentikan.......
“Ada apa
mas......?”
Ambil posisi lari
marothon kaki tertunduk di paha. Sebauh bunga di hadapan pada dirinya. Kata
cinta terucap dari mulut Herman. Malu tak terkira Nita. Ucapan menggelegar di
seluruh suasana bank. Teman dan pimpinan bertepuk tangan.
Cinta tak ada
kepastian telah diucapkan hati senang dan bahagia. Apalagi lamaran juga
dilayangkan. Cinta antara pengusaha dan kasir bank. Romantis cinta untuk sebuah
penghargaan. Herman melamar Anita dengan penuh kesaksian di tempat pekerjaan.
Bank syariah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar