KASIR BANK MEMPESONA - Sastra Education

Breaking

Kamis, 09 Juni 2016

KASIR BANK MEMPESONA




Cerah hari tiada kelabu. Bergetar angin dbawah pohon perdu. Dalam bayangan yang indah membuta hatiku. Selalu terbayang dalam renungan cintaku. Terdengar sayup – sayup membisikkan di telinggaku. Membuat aku tenggelam dalam gubangan cinta palsu. Suara angin yang sepoi – sepoi bagai akan menerpa hatiku. Bahagia selalu dalam bayangan ingatnku.
Inilah saat aku mendapatkan gadis pujaanku. Gadis impian yang aku impikan setiap malam. Aku seorang wiraswasta dalam perdagangan bisnis dunia. Pekerja dalam perdagangan ekspor – impor untuk indonesia. Tubuh tinggi dan perkasa bukan jaminan untak mendapatkan wanita sempurna. Wajah tampan bukan jalan mendapatkan kemudahan jodoh dalam kehidupan. inilah aku pemuda gagah dan rupawan yang masih membujang. Karier pekerjaan memang mampan dan memenuhi standar kehidupan modern. Saat ini aku berumur 24 tahun. Rumah mewah dan megah telah berdiri dengan hasil peras keringatku. Di kota besar Jakarta namanya Bukan tanggung – tanggung lagi. Rumah besar dan indah bagai surga serasa telah membawa dalam kesuksesan usaha. tapi sayang pendamping hidup belum ketemu dalam bayangan hatiku.
Bukannya sombong. Kehidupan kaya tidak melupakanku pada sang Pencipta. Sholat, puasa, zakat aku lakukan untuk bersyukur pada-Nya. Tak lupa dengan uangku, aku sanggup menyantuni anak – anak yatim piatu. Dirumah yang aku didirikan aku mengasuh dua puluh anak – anak yatim. Sebagai rasa syukur pada sang Pencipta.
Teringat akan pesan sang bunda. Agar segera mencari pendamping hidup dalam suka dan duka. Layangan itu semakin membuat hati tak menentu. Apa lagi calon wanita tak ada dalam bayangan.
Pagi hari telah menyongsong. Cahaya terang masuk dalam jendela kamar. Suara – suara parau para penghuni gedongan. Sekumpulan anak asuh telah siap menanti kehadiranku. Untung dalam anak yang aku asuh, ada beberapa anak yang memasuki sekolah SMA. Jadi untuk masalah makan seluruh anak asuh aku percayakan pada anak asuh yang menginjak dewasa. Biaya dan kehidupan aku berikan sesuai kebutuhannya.
Dan aku sendiri memang bukan suka hura – hura setiap malam. Aku lebih suka duduk dalam ketenangan menghadap sang Pencipta dalam kegelapan malam. Hidup sederhana aku terapkan agar tidak ada kesenjangan dalam kehidupan.
Masakan telah disiapkan oleh anak asuhku. Makanan sederhana dengan gizi seimbang untuk tubuh dan raga. Berkumpul bersama di meja makan besar. Ruangan yang aku sediakan untuk makan besar seluruh anggota keluarga.
Tiba – tiba sebuah dering telopon terdengar. Kring.....kring.......!. bunyi yang menggangu kenikmatan makan. Kubiarkan tetap berbunyi. Aku segera mengangkat  teleopon. Sayup suara merdu mutiara. Hiasan indah dalam gambaran surga. Asalamu’ alaikum suara merdu na syahdu dari kabel eletronik.
“Apa ini bapak Herman.....?”
Aku terbayang akan sosok bidadari pujaan. Hati melayang menebus bayangan. Melamun dengan tenang.
“Halo....halo.....maaf apa ini bapak Herman .......?”
“Halo.....!”
“Iya benar......kalau boleh tahu ini dari siapa ya.....?”
“Oh maaf pak, saya petugas dari bank memberitahukan kepada bapak untuk datang ke bank Mandiri Syariah karena akan masalah mengenai tabungan bapak.............!”
“Baik saya akan segera ke sana..............!”
Telopon ditutup rasa hati selalu berdebar. Suara alunan dari bibir merdu melalui kabel telah hilang terdengar. Hati berdebar, jantung berdetak kencang. Seakan hidup baru akan masa depan.
Anak asuh telah bersiap untuk berangkat ke sekolah. Aku siap untuk pergi ke bank karena ada masalah yang harus aku selesaikan. Aku mengantarkan ke depan pintu gerbang sekolah. Hari ini rasa hati berdebar. Sosok suara perempuan dalam kabel telepon masih berkumandang dalam hatinya. Seakan akan harapan calon hidup dalam dekapan.
Aku segera membalikkan kendaraan menuju bank tujuan. Tiba disana aku masuk kedalam. Aku segera menanyakan kepada security. Karena tak tahu harus bertemu siapa aku kebingungan. Bingung pusing tidak karuan.
Ada apa pak.......?” tanya security.
“Pak tadi pagi saya mendapatkan telepon dari bank, saya disuruh datang untuk menemui ....salah satu petugas bank...........!” kata Herman.
“Apa anda Pak Herman......?” tanya security.
“Iya .......!” kata Herman
“Oh anda sudah ditunggu, silakan ikut saya.........!” kata security.
“Baik.....!”
aku berjalan menuju tempat seorang kasir cantik, muda dan menawan.
“Bu .....ini pak Herman.........!” kata security.
“Oh silakan duduk.........!” kata kasir.
Aku duduk termanngu memandang cantik rupawan sang kasir bank. Terlihat indah dan menawan. Kerundung biru bagai lamunan samudra. Cantik seorang gadis muda telah membuat terpana. Tertulis di ID card anita namanya. Nama yang cantik seperti wajahnya.
“Pak .....Herman.......!”
“Pak......Herman.....!”
“Pak....Herman......!”
“Wah cantik sekali anda ini..........!” kata Herman
“Ada apa Pak......?”
“Oh tidak........!”
“Tadi ibu memanggil saya melalui telepon ada apa ya......?”
“Oh ini pak. Total rekening bapak telah melebihi kapasitas maka kami saran untuk mengalihkan ke rekening lain.......bagimana.......pak.....?”
“Iya .........!”
Terlihat anggun penuh pesona. Menawan bagai mawar bunga ditaman harapan. Aku melihat wajah dan mata penuh dengan harapan dan kesopanan. Pesona rembulan dan bintang menawarkan sebuah ikatan. Hati tak kuasa menahan untuk mengungkapkan. Tapi ini diruang pekerjaan tak pantas melakukan percakapan diluar pekerjaan.
Hati berdebar akan menahan perasaan. Meluap bagai bah air siap diluntahkan.
“Pak rekening bapak telah siap kami pindahkan........ini surat dan tabungan bapak yang kedua............!”
Tangan memegang dengan lambain cinta terdalam. Memandang dengan penuh harapan. Wajah cantik telah membutakan mata lakian. Surat aku pegang tak sengaja menyentuh tangan. Tersipu malu bagai wanita malu dihadapan kaum Adam.
“Maaf pak......!”
“Ah jangan panggil pak........, panggil saja mas......!”
“Ya mas......!”
“Mbak nita, boleh saya menanyakan sesuatu .........!”
“Oh silakan mas......!”
“Apa mbak  sudah mempunyai pacar.......?”
“Sebenarnya saya ini masih single, pacar atau suami belum ada yang cocok.......!”
“Oh ......kalau begitu apa boleh saya mendekati hatimu............mbak Nita........!”
“Boleh tapi jangan panggil mbak, panggil Nita saja.......!”
“Oke......! hari minggu ini apa Nita ada acara.........?”
“Tidak.....! memang ada apa ?”
“Aku ingin mengajak kamu untuk pergi ke suatu tempat...........!”
“Boleh.........nanti hub ke no telepon...ini.....!”
Diserahkan sebuah kartu nama kepada Herman. Herman bahagia karena jodoh sudah ada dihadapan. Tak tahu bahwa jodoh selama ini yang ia cari berada di luar pekerjaannya.
Wanita yang selama ini dalam mimpi adalah seorang kasir bank yang penuh kesopanan. Watak dan karakter dambaan seorang lakian.
Pagi hari yang cerah, suasana indah. Hari minggu telah tiba. Acara pertemuan cinta antara dua manusia akan terlaksana.  Herman membaca sebuah kartu nama. Nama Anita Lestari. Alamat rumah tertulis dengan huruf yang bisa dibaca. Tertera sebuah no hp yang siap aku hubungi. Nomer aku simpan dan aku telepon sang wanita pujaan.
♥♥♥
Didalam kamar tidur. Indah dan menawan kamar bersih terawat dengan teraturnya. Anita telah bangun dari tudur malam. Siap menemui cinta pertamanya. Rumah sederhana ia tempati dengan seorang ibu yang tua renta. Ibu Anita tua tapi perkasa. Masakan pagi telah disipakan nya untuk putrinya. Putri satu – satunya yang ia cintai selamanya. Anita masih muda umur menginjak 20 tahun di usianya. Siap menerima lelaki yang sesuia harapannya.
Wajah cantik dan mempesona. Kerundung penutup kepala merupakan ciri khas. Karena ia berjalan sesuai agama. Hp berdering lagu islam. Suara tembang menghanyutkan perasaan. Sebuah nomer masuk tanpa kenal. Penasaran akan seseorang. Diangkatnya hp dengan hati berbedar. Suara masuk yan ia kenal. Sesosok yan pernah ia temui di bank tempat pekerjaan.
“Halo.....Nita apa kamu sudah siap aku akan segera menjemputmu.........!”
Perasaan berguncang bagai lambaian tangan. Hati dan perasaan menyatu dalam lautan asmara. Hati Nita berdetak kencang. Genderang perang siap berkumandang. Suara tak mampu mengucapkan kata – kata dalam bayangan.
“Belum mas tunggu 15 menit aku persiapan..........!”
Dalam persiapan menghadapi guncangan cinta pertama. Bagai sebuah tawanan perang. Pakaian yang layak ia kenakan harus dipilih dengan keopastian. Ibu melihat anak tak ada karuan. Baru pertama kali anak kesayangan menjadi senang dan bahagia dalam perasaan. Terlihat pakaian – pakaian berantak karena memilih kecocokannya. Anita bingun mengenai baju yang dikenakan. Sang ibu mendekati putri kesayangan.
“Nita baju apa saja pantas buat kamu dipadukan dengan kerundung merahmu........?”
“Oh begitukah bunda.......!”
Anita memakai baju kesayangan. Baju yang ia beli sewaktu ada diskon di toko baju muslimah. Dikenakan...dipadukan dengan kerundung merah bagai pesona rembukan berkilauan.
Sebuah mobil telah datang. Bunyi klakson berkumandang.
“Siapa itu Nita........?” tanya ibunya.
“Oh itu kawan bu.........!”
Terlihat sesok lelaki tampan dan perkasa keluar mengenakan jas hitam. Terlihat gagh dan perkasa di tanah garuda. Lelaki itu menuju ke pintu depan. Bunyi bel telah di deringkan.
“Nita itu ada tamu.........!”
“Ya bu.....!”
Anita menuju ruang tamu. Dibuka pintu depan. Terlihat Anita cantik dan menawan dimata Herman. Begitu juga sosok Herman yang tampan mengundang senyuman di bibir Anita.
“Silakan masuk mas.........maaf rumah kami sederhana........!”
“Tak apa sederhana tapi pemiliknya bagai bidadari surga........!”
“Ah mas biasa saja.......!”
“Siapa Nit.....?”
“Kawan bu.......!”
“Oh ada tamu.....apa kamu kawan Nita........?”
“Ya Bu.......!”
“Nita laki itu teman atau pacar.....!”
“Oh ibu nanti aku kasih tahu........!”
“Nita apa kamu sudah siap........?”
“Ya mas .....!”
“Bu Nita pergi dulu.......!”
“Hati – hati  , nak tolong jangan anak saya........!”
“Ya bu......!”
Kedua telah meninggalkan rumah. Herman mengajak Anita makan disebuah restoran. Restoran sederhana dengan makanan penggugah selera. Obrolan panjang dilakukan tapi ada yang menyangkut masalah cinta dan hubungan. Anita terdiam.
Hari semakin siang tak ada kata – kata ungkapan cinta dari mulut Herman. Hati senang Anita menjadi murung dan bimbang. Melihat wajah yang didambakan terlihat tak ada gairah.
“Kamu sakit Nita.......!”
“Ya mas kepalaku sedikit pusing..........!”
“Ayo kuantar kamu pulang...........!”
Mobil tiba dirumah. Anita masuk tak ada kata diucapkan. Herman bingung dan bimbang. Tangan menghambat untuk diantarkan. Hati Herman menjadi kesalahan. Nita masuk ke dalam rumah.
Herman langsung melaju kendaraan. Anita kira Herman akan mengikuti biarpun dihentikan tapi ia malah meninggalkan sendirian. Perasaan hancur dalam lamunan.
“Bagaimana Nita.....?”
“Bagaimana apanya Bu......?”
“Oh mas Herman.....tak tahulah bu..........!”
Murung dalam sebauh penantian. Anita termanngu memandang rembulan. Tak ada kata cinta dari lelaki pujaan. Tidur akan cinta belum ada kepastian. Pagi hari cerah telah tiba. Hari Anita masuk kerja. Wajah lesu dan pucat tak ada semangat. Cinta tak ada kepastian telah meluntahkan hati dan perasaan. Anita telah siap dengan pakian kerja terlihat anggun dan mempesona.
Biar tak ada semangat tapi penampilan terjaga. Anita berangakat kerja. Kendaraan umum sebagai jalan menuju tempat  kerja. Tiba dalam kantor. Terlihat sesok lelaki yang ia kenal membawa sbungkus bunga mawar. Mawar merah dan menawan. Didepan pintu Bank Anita berhenti karena hadangan lekaki bernama Herman yang ia kenal.
Menghadang ....menghentikan.......
“Ada apa mas......?”
Ambil posisi lari marothon kaki tertunduk di paha. Sebauh bunga di hadapan pada dirinya. Kata cinta terucap dari mulut Herman. Malu tak terkira Nita. Ucapan menggelegar di seluruh suasana bank. Teman dan pimpinan bertepuk tangan.
Cinta tak ada kepastian telah diucapkan hati senang dan bahagia. Apalagi lamaran juga dilayangkan. Cinta antara pengusaha dan kasir bank. Romantis cinta untuk sebuah penghargaan. Herman melamar Anita dengan penuh kesaksian di tempat pekerjaan. Bank syariah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar