Benarkah Partai Politik Kuat dan Demokratis! - Sastra Education

Breaking

Minggu, 06 Januari 2019

Benarkah Partai Politik Kuat dan Demokratis!


Indonesia negara demokrasi. Jika demokrasi dipimpin raja. Maka kalimat dari rakyat untuk rakyat oleh rakyat dipantas disematkan untuk negara yang dipimpin oleh raja. Raja berkuasa mutlak tak ada hukum tertinggi yang menyalahkan bahkan UUD 45 berada dibawanya  ataupun para petinggi MPR/DPR berada dibawahnya.
Jika kita membicarakan raja, maka dimana nilai histori para pejuang kemerdekaan. Para Pahlawan yang berjuang mempertahankan kemerdekaan mereka semua dinyatakan sia-sia. Hal ini akan memicu konflik pertentangan budaya di berbagai kalangan. Bahkan Pancasila yang mulai ditumbuhkan mungkin akan menghilang.

Raja untuk negara penganut monarki tetapi negara kita republik. Dimana rakyat memiliki peran penting untuk menentukan pemimpin. Bahkan dalam penegakan tugas hukum dan UU rakyat turut serta dalam pertimbangan matang, seharusnya dengan wakil-wakil rakyat yang dipercaya. Raja memang pemimpin tetapi tugas mutlak tanpa batas, bahkan hukum dan UU tidak berlaku untuknya. Disini raja pengaruh luas dan memiliki darah kuat dalam kebijaksanaan dan keadilan. Bahkan haki/wibawa untuk menundukkan rakyatnya. Dimana kekuasan tak terbatas akan menunjukkan kedigdayaan kekuasaan.
Masyarakat sipil menjadi pusat perhatian karena perubahan situasi politik yang terjadi di Indonesia yang sedang bertransisi dari rejim Orde Baru menciptakan banyak kesempatan-kesempatan baru bagi organisasi masyarakat. Fenomena ini disebabkan oleh beberapa faktor: organisasi masyarakat sipil memainkan peranan yang sangat penting dalam memimpin perlawanan terhadap Rezim Diktator Orde Baru disaat partai politik tidak dapat berfungsi secara benar; munculnya reaksi penentangan terhadap partai politik dari masyarakat di Indonesia yang menganut sistem satu partai; dan munculnya dukungan dari para pejabat dan pengusaha yang mapan dalam demokrasi yang sebenarnya memiliki bayangan yang salah mengenai sistem kepartaian dan kemudian menempatkan harapan-harapan mereka dalam masyarakat sipil sebagai alat pembaharuan politik dan sosial.
Di saat para pemimpin politik berjuang dengan perpecahan yang tidak dapat dikendalikan dan supremasi hukum memberi jalan pada kekerasan dan terorisme, kemajuan tidak mungkin terjadi sampai tercapainya akomodasi yang sekaligus merangkul aspirasi-aspirasi yang beragam dari berbagai kalangan masyarakat. Pengakomodasian tersebut dapat tercapai melalui negosiasi-negosiasi antara para pemimpin politik dengan dukungan dari masyarakat sipil. Tidak dapat diragukan bahwa peran masyarakat sipil merupakan elemen penting dalam mencapai suatu konsensus, tetapi tanpa keterlibatan penuh partai-partai politik, tidak akan ada kesepakatan yang dapat dicapai.
Pada tahap yang kritis dalam pembangunan dan konsolidasi partai, para pemimpin dan banyak pejabat kunci partai yang ditarik kedalam proses pemerintahandan legislatif, sehingga membuat partai mereka yang baru berkembang menjadi lemah. Banyak partai yang tidak siap untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhan baik pemerintah maupun oposisi, dan tidak mampu memenuhi harapan-harapan warga negara. Hal ini hanya memperparah kesinisan publik.
Pada saat demokrasi mulai bermunculan di Indonesia, partai politik berada dalam kondisi antara terlalu lemah, terlalu personal, terlalu terbatasi oleh pemerintah yang opresif, atau terlalu korup dan tidak tersentuh untuk dapat memperoleh rasa hormat dan dukungan dari publik.
Kekhawatiran mengenai kondisi demokrasi di Indonesia jelas-jelas berhubungan dengan tidak adanya partai politik yang kuat dan demokratis. Dua puluh setelah runtuhnya Orde Baru, Indonesia telah menghasilkan partai-partai politik yang kuat atau demokratis, tetapi, sayangnya, tidak banyak partai yang kuat dan demokratis.
Demokratisasi partai-partai politik harus menjadi prioritas dalam upaya untuk membangun kembali kepercayaan publik terhadap partai politik dan proses demokrasi secara keseluruhan. Partisipasi warga negara yang lebih besar, akuntabilitas kepemimpinan, transparansi, dan ketentuan-ketentuan institusional sekarang menjadi lebih penting dari sebelumnya agar upaya demokratisasi ini berhasil. Organisasi-organisasi dan institusi-institusi yang memiliki komitmen dan keahlian untuk membawa dan mempromosikan prakarsa-prakarsa ini kurang memiliki sumber daya untuk melakukan hal-hal tersebut sekarang ini. Sama halnya dengan upaya-upaya yang paling kecil yang sekarang ini dilakukan, upaya-upaya tersebut dapat kehilangan artinya karena kurangnya bantuan dari organisasi-organisasi internasional yang terlibat dalam upaya-upaya demokratisasi global.
Masyarakat sipil tidak dapat disalahkan atas penurunan partai politik, dan sama halnya dengan mereka yang mempromosikan peningkatan bantuan bagi partisipasi warga negara diluar dari sistem partai. Di sisi lain, kita tidak dapat berdiam diri dalam krisis yang berlangsung pada saat ini, karena penurunan partai politik pada akhirnya akan mengancam fondasi demokrasi.
Selama dua puluh tahun, ada keyakinan bahwa bantuan pembangunan ekonomi oleh negara-negara donor dapat mencapai pertumbuhan ekonomi dan kesempatan yang akan mengarah pada stabilitas sosial di negara-negara berkembang. Tetapi meskipun sukses, penekanan terhadap pertumbuhan ekonomi sering kehilangan momentum karena tidak dibarengi dengan pertumbuhan politik.
Hal ini menjadi semakin jelas bahwa sejumlah permasalahan yang terus berkembang di Negara berkembang berada diluar jangkauan bantuan ekonomi tradisional. Ketika mereka menghadapi konsekuensi-konsekuensi ekonomi, masalahnya bukan hanya bersifat ekonomi, masalah tersebut merupakan masalah politik. Benar halnya bahwa pembangunan yang berkelanjutan memerlukan kapasitas untuk menyelesaikan permasalahan tanpa menggunakan kekerasan atau represi.
Selama dua puluh tahun terakhir, terdapat perubahan sikap yang besar dalam komunitas donor dan institusi-institusi keuangan internasional yang akhirnya mengakui sistem politik yang demokratis dan ekonomi pasar bebas merupakan dua bagian dari proses yang sama, yang satu mendukung yang lain. Ketika jaminan atas hak-hak individu dalam masyarakat tidak ada, maka akan timbullah hasil yang tidak dapat dihindari, yaitu eksploitasi, korupsi, stratifikasi, dan ketidakmampuan bersaing-terutama di dunia yang lebih demokratis dan kompetitif.
Faktanya adalah, dislokasi pedesaan, degradasi lingkungan dan tidak berjalannya kebijakan-kebijakan pertanian yang mengarah pada kelaparan dan melawan semua jejak sistem politik dimana para korban tidak memiliki suara, dimana institusi-institusi pemerintah merasa tidak berkewajiban untuk menjelaskan kepada rakyat, dan dimana kepentingan-kepentingan tertentu merasa bebas mengeksploitasi sumber daya tanpa takut diawasi atau merasa harus bertanggung jawab.
Harus ada panggilan aksi oleh masyarakat demokrasi untuk menempatkan pembangunan partai politik secara internasional pada pijakan yang sama dengan program-program yang dukungan bagi masyarakat sipil. Upaya ini akan menegakkan kembali nilai-nilai yang kita miliki bersama dan mampu memenuhi kepentingan strategis kita. Karena, dunia yang lebih demokratis merupakan tempat yang lebih manusiawi, damai, stabil dan sejahtera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar