Oke guys aku akan membahas tentang moral cinta
"Selamat Membaca ....!"
Ada
satu moral, yaitu cinta memancar dari
penyangkalan diri dan berkembang dalam perbuatan baik. Orang mungkin berkata bahwa cinta pun
merupakan sumber perbuatan buruk, tetapi
tidak demikian; sumbernya adalah tiadanya cinta. Amal
baik kita terbuat
dari cinta, dan
dosa-dosa kita disebabkan
oleh tiadanya cinta.
Cinta mengubah dosa
menjadi kebaikan. Tanpa
cinta, perbuatan baik
tak bermakna. Ketika
seorang wanita yang dituduh telah
melakukan dosa dibawa kepadanya, nabi Isa berkata, "Dosa-dosanya telah diampuni, karena ia sangat
mencintai." Surga menjadi indah karena cinta, dan hidup menjadi neraka tanpa cinta. Cinta dalam
kenyataannya menghasilkan keserasian
dalam hidup seseorang di dunia dan
kedamaian di akhirat. Seorang gadis penari,
ketika menyaksikan dua
pemakaman dari balik
jendela, berkata kepada
pemuda kekasihnya, "Yang pertama dari keduanya adalah jiwa yang telah pergi ke surga,
yang kedua adalah
jiwa yang telah
pergi ke neraka,
aku yakin." Pemuda itu
berkata, "Bagaimana engkau,
seorang gadis penari, pura-pura tahu sesuatu yang hanya diketahui orang
suci?" Gadis itu menjawab, "Aku
tahu dari kenyataan
sederhana bahwa orang
yang mengikuti pemakaman pertama semua
bermuka sedih, bahkan
banyak yang meneteskan air
mata; sedangkan orang- orang
pada pemakaman kedua
semuanya gembira. Yang
pertama membuktikan bahwa
ia mencintai dan memperoleh
kasih sayang dari
banyak orang sehingga
tentu ia berhak
masuk surga; sedangkan yang kedua
tentu tak menyukai seorang pun karena
tak ada yang mengangisi kepergiannya."
Oleh
karena itu, sebagaimana dunia ini merupakan neraka bagi orang tanpa cinta,
neraka yang sama akan
menjadi nyata di
dunia berikutnya. Bila
jiwa dan hati tak
mampu mencintai, maka meskipun ia
seorang kerabat atau
teman terdekat, ia
adalah orang asing.
Ia tak mempedulikan
mereka, dan tidak menyukai kebersamaan dengan mereka. Mudah sekali untuk mulai mencintai, dan
inilah yang dilakukan semua orang. Tetapi sangat sulit untuk memelihara
cinta, karena cinta
membuka mata pecinta
untuk melihat melalui
kekasihnya, meskipun ia menutup
mata pecinta terhadap
semua yang lain. Mula-mula,
semakin pecinta mengetahui kekasihnya,
semakin banyak ia
melihat cacat maupun
kebaikannya, yang secara
alami pada awal
cinta menjatuhkan kekasih
dari ketinggian di
mana pecinta menempatkan kekasihnya.
Hal lain
adalah bahwa di
samping atribut-atribut yang
memikat pecinta satu
sama lain, terdapat
kecenderungan pada masing-masing untuk menghancurkan. Ego selalu
memainkan siasat dalam membawa dua hati bersatu dan kemudian memisahkannya
kembali. Karena itu di dunia ini hampir semua orang
berkata, "Aku cinta,"
atau "Aku telah
mencintai," tetapi sangat
jarang cinta yang senantiasa
meningkat sejak dimulai. Bagi pecinta sejati, sungguh aneh mendengar orang
berkata,
"Aku
telah mencintinya, tetapi kini aku tak mencintainya lagi."
Cinta harus
secara mutlak bebas
dari pementingan diri
sendiri, karena bila
tidak, ia tak
akan menghasilkan cahaya yang benar. Bila api tak menyala, ia tak memberi
cahaya, hanya asap yang keluar darinya, asap yang menyebalkan. Demikianlah
cinta yang mementingkan diri sendiri; baik cinta kepada manusia maupun kepada
Allah, ia tak berbuah karena meskipun tampak seperti cinta kepada orang
lain maupun kepada
Allah, ia sesungguhnya
adalah cinta kepada
diri sendiri.
Gagasan
yang masuk ke dalam pikiran seorang pecinta seperti, "Jika engkau mau
mencintaiku, aku akan mencintaimu, tetapi bila engkau tak mencintaiku, aku pun
tak akan mencintaimu," atau
"Aku mencintaimu sebesar cintamu kepadaku," dan semua pernyataan
serupa, adalah pernyataan cinta yang
palsu.
Peran
yang dijalankan seorang pecinta dalam hidup lebih sulit daripada peran kekasih.
Tirani dari pihak kekasih dipandang
dengan toleran dan
sabar oleh pecinta
sebagai sesuatu yang
alami dalam jalur
cinta. Hafiz berkata
tentang menyerah kepada
kehendak kekasih: "Aku
telah memecahkan gelas kehendakku
ketika berbenturan dengan kehendak kekasihku. Apa yang dapat dilakukan bila
hatiku takluk oleh kekasih yang keras hati, yang mengikuti kehendaknya sendiri
dan mengabaikan kehendak pecintanya?" Itulah
hasil studi mengenai
sifat pecinta dan
kekasihnya, bahwa sang kekasih
melakukan apa yang
diinginkan, sedangkan pecinta
hidup dalam cinta.
Penyimpangan dari
keadaan itu hanya
terjadi pada kematian
pecinta. Satu-satunya cara
ialah penyerahan diri, baik dalam hal kekasih duniawi maupun Kekasih
ilahi. Pecinta tak pernah mengeluh mengenai ketidak-adilan terhadap dirinya,
dan ia menyembunyikan setiap kesalahan kekasihnya. Pecinta selalu berusaha agar
tidak menyakiti perasaan kekasihnya dalam setiap perbuatannya.
Meskipun
cinta
adalah cahaya, ia
menjadi kegelapan bila
hukumnya tidak dipahami.
Seperti air yang dapat membersihkan semua benda, air itu
menjadi lumpur bila bercampur tanah.
Demikian pula cinta, bila
tidak dipahami dengan
benar dan bila
salah arah, ia
menjadi kutukan, bukan berkah.
Ada lima
dosa utama terhadap
cinta, yang mengubah
madu menjadi racun.
Pertama, bila demi cintanya pecinta
merampas kebebasan dan
kebahagiaan kekasihnya. Kedua,
bila pecinta membiarkan
kecemburuan atau kepahitan dalam cinta. Ketiga, bila pecinta ragu, tak percaya,
dan curiga kepada
orang yang dicintainya. Keempat,
bila cinta menyusut
akibat membiarkan kesedihan,
masalah, kesulitan, dan penderitaan yang datang dalam jalur cinta. Kelima, bila
pecinta memaksakan kehendaknya sendiri, bukan menyerah kepada kehendak kekasih.
Itu semua adalah penyebab alami dari
petaka dalam hati
yang mencinta, seperti
penyakit bagi tubuh
fisik.
Lenyapnya
kesehatan membuat hidup menyedihkan, demikian pula lenyapnya cinta membuat hati
tertekan. Hanya pecinta yang menghindari kesalahan di atas akan memperoleh
manfaat dari cinta, dan tiba dengan selamat di tempat tujuannya. Cinta terletak
di dalam pelayanan. Hanya sekedar melakukan, bukan demi ketenaran atau
nama, bukan mengharap penghargaan atau
terima kasih, adalah pelayanan cinta. Pecinta
menunjukkan kebaikan dan
kemurahan kepada kekasihnya.
Ia melakukan apapun
yang dapat dilakukannya bagi kekasihnya
dalam bentuk membantu,
melayani, berkorban,menenangkan, atau menyelamatkan, tetapi menyembunyikan semuanya
dari dunia, bahkan
dari kekasihnya. Bila sang kekasih
melakukan sesuatu baginya ia
melebih-lebihkannya, mengidealkannya, membuat pasir menjadi bukit. Ia
mengambil racun dari tangan kekasih sebagai
gula, dan derita
cinta dalam luka
hatinya sebagai kegembiraan.
Dengan memperbesar dan mengidealkan apapun
yang dilakukan kekasih
terhadapnya dan dengan
melupakan apa yang dilakukannya
bagi kekasihnya, ia mengembangkan penghargaan diri sendiri, yang menghasilkan semua
kebaikan dalam hidupnya.
Kesabaran, pengorbanan,
penyerahan, kekuatan, dan
pengabdian dibutuhkan dalam
cinta, dan tiada
sesuatu kecuali harapan,
hingga ia bersatu
dengan kekasihnya. Pengorbanan
dibutuhkan dalam cinta untuk
memberi semuanya: kekayaan, harta milik, tubuh, hati, dan jiwa. Tiada lagi
"Aku" yang tersisa, yang ada hanya "engkau", sampai
"engkau" itu berubah menjadi "aku". Di mana ada cinta di
situ ada kesabaran,
di mana tiada
kesabaran di situ
tak ada cinta.
Pecinta mengambil harapan sebagai
sari dari agama cinta, karena harapan adalah satu-satunya hal yang membuat api hidup
tetap menyala. Bagi
pecinta, harapan adalah
tali keselamatan di
laut.
Menurut hukum
alam, perpisahan diperlukan
meskipun ini paling
menyakitkan. Bila dua
hati bersatu dalam cinta,
perpisahan menunggu mereka. Perpisahan harus diterima. Seorang penyair Persia
berkata, "Andai aku
tahu kepedihan akibat
perpisahan dalam cinta,
aku tak akan
pernah membiarkan cahaya cinta
menyala di dalam hatiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar