Kapten Garuda (Munculnya Pahlawan) - Sastra Education

Breaking

Jumat, 12 Oktober 2018

Kapten Garuda (Munculnya Pahlawan)


Petir meretih di angkasa. Angin kencang kian menjadi. Manusia menjerit, terjerembap, dan mencengkeram tiang. Awan Badai Terpuntir Menjadi Angin topan mini. Angin puting beliung mengular ke arah kota bagaikan tentakel monster ubur-ubur.
Anak-anak menjerit dan lari ke dalam bangunan. Angin merampas bangunan, kantor, masjid ,hotel dan perumahan. Seorang pemuda meluncur menyeberangi kota. Gagah dan tinggi. Memakai pakaian ketat tetapi tak seketat pakaian wanita. Topeng yang ia kenakan sedikit berbeda dengan para pahlawan di film-film modern sekarang. Pakaian bergaris merah putih didada lambing Pancasila dan bercelana batik sepatu boot serta topeng yang hampir mirip kepala garuda membawa perisai segi lima.
Pemuda berlari ke arah badai, tapi rasanya seperti berlari di tiup angin sepoi-sepoi. Angin seolah tidak dapat menghadangnya, ia mendorong angin ke depan.
“Tolong!...tolong!...tolong!” teriak para manusia.
Salah satu manusia tua cuma berdiri di sana sambil nyengir bodoh, seakan dia mendadak menikmati badai tersebut.
“Maaf, penduduk kota,” kata salah satu manusia tua . “Sampai di sini saja aku berbuat baik pada kalian.”
Salah satu manusia tua menyentakkan pergelangan tangan, dan Para penduduk pun terbang ke belakang, menghantam bangunan dan meluncur di jalan.
Pemuda bertopeng berusaha menerjang maju, tapi badai tak menghalanginya. mendorong angin ke depan.

“Hei kau siapa?,” kata pemuda bertopeng. “Lepaskan mereka!”
Manusia tua itu memberi senyum psikopat girang. “Oh, ayolah, kau siapa?. Biarkan aku memuaskan hasratku! Bagaimanapun, kau tidak ada urusan dengan ini. Kota ini adalah milikku, biarkan hasrat kejahatanku mendapatkan kepuasan? Aku sudah berada dalam kota sepanjang musim ini, dan kau bahkan tidak tahu. Kau sudah menghalangi jalanku, pemuda.”
“Kau belum kenal diriku,” kata pemuda bertopeng. “Sebelum aku menyebutkan namaku, kau siapa dahulu berani merusak kotaku.”
“Kota ini sungguh aneh,” kata manusia tua itu. “Kau lebih muda dariku kau seharusnya menyebutkan namamu terlebih dahalu. Dimana sopan santunmu?”
“Kau datang bagai badai kejahatan,” kata pemuda bertopeng. “Tak pantas orang jahat macam kau di beri kesopanan.”
Badai masih menerjang diantara manusia tua dan pemuda bertopeng. Berita menyebar. Salah satu stasiun tv mendapatkan kesempatan. Seorang penyunting kamera dalam lautan badai. Ia menyalakan camera. Gambar dan suara ia rekam dalam percakapan kedua orang dalam badai menerjang.
“Sungguh bodoh sekali.” Kata manusia tua sambil ketawa. Untuk apa aku menjawab pertanyaanmu, tetapi karena keberanianmu, maka sudah sepantas aku memberitahu namaku.”
Dengan tangan gemetaran memegang kamera. Seorang cameramen terus merekam percakapan. Ia mengambil resiko demi mendapatkan berita utama.
“Cepat bicaralah tanpa basa-basi,” kata pemuda bertopeng. “Kau mau kehempaskan atau kulumatkan.”
“Jangan sombong,” kata manusia tua. “Memang aku takut padamu, aku tak gentar padamu bocah!”
“Cepat sebutkan namamu,” kata pemuda bertopeng dengan keras.
“Aku mantra,” kata manusia tua.
“Mantra!” tegas pemuda bertopeng.  “Jangan kau bersembunyi dibalik topeng manusiamu. Cepatkan sebutkan namamu yang asli.”
“Memang itu namaku bocah,” kata manusia. “Aku hanya manusia tua yang mempunyai usaha.”
“Kau masih belum mau memberitahuku mengenai kedokmu,” kata pemuda bertopeng. “Kekacaun kota, penjarahan, narkoba, pencurian, perampok, pembunuhan dan perjudian, semua itu kau adalah dalangnya.”
“Mana mungkin pemuda,” kata manusia tua.  “Usaha hotel, resort dan restoran yang aku jalankan tak seburuk dalam pandangan.”
“Kau masih saja berkelit,” kata pemuda bertopeng. “Pembunuhan menteri sekretaris Negara yang terbunuh dalam keadaan telanjang di hotel itu adalah ulahmu.”
“Mana mungkin,” kata manusia tua. “Saat kejadian terjadi aku ada dikantor, dan pak menteri terbunuh dirumahnya. Mana mungkin aku membunuhnya.”
“Kau masih saja menggelak,” kata pemuda bertopeng. “Apa harus memperlihatkan wujudmu?”
“Memang wujudku seperti apa?” kata manusia tua mungkin penasaran.
“Sudah basa-basinya,” kata pemuda itu. Saat masih dalam pusaran badai.
Hantaman keras menunjamkan ke arah Mantra. Pemuda bertopeng menlancarkan serangan bertubi-tubi ke arah muka Mantra. Ia menghindar dengan mudahnya.
“Kau bodoh atau apa anak muda?” kata Mantra. “Kau menyerangku tanpa menyebutkan namamu. Kau mau mati tanpa nama pemuda.”
“Kau gesif Mantra,” kata pemuda bertopeng. “Pukulan telak yang aku lancarkan dengan mudah kau menghindarinya.”
“Jangan sombong anak muda,” kata Mantra. “Biar sudah tua, aku masih gesif sepertimu anak muda, kau belum menyebutkan nama anak muda. Kau mau mati dalam bungkusan pakaian norakmu itu tanpa nama.”
“Siapa juga yang mau mati di tanganmu, Pak Tua?” kata pemuda bertopeng. “Panggil aku kapten Garuda.”
“Kapten Garuda!” kata Mantra. “Norak sekali namamu.”
“Namamu saja yang norak,” kata Kapten Garuda (KG). “Namamu masih kuno untuk jaman sekarang.”
Cameramen yang masih merekam percakapan dan pertarungan keduanya. Ia gemetaran tapi takjud akan keadaan. “Kapten Garuda,” gumannya.
“Kuno katamu,” kata Mantra.
“Kau kuno,” kata KG. “Kau harusnya mati dan binasa di jaman ini seharusnya. Kau merusak tatanan Negara, menghancurkan anak muda, menghancur kota, kau harus binasa.”
“Memang kau sanggup membunuhku,” kata Mantra. “Tanganmu saja tak mampu menyentuh kulitku.”
“Jangan sombong kau pak tua,” kata KG. “Tadi aku hanya bermain saja. Sekarang kedokmu mungkin akan kubuka.”
Layangan keras pukulan mengenai kepala Mantra. Baru kali ia tak dapat menghindari dari KG. pukulan keras telah mengenai kepala. Perubahan bentuk tubuhnya. Seakan cameramen yang merekam tak percaya. Ia berubah menjadi raksasa tinggi, ganas dan menyeramkan. Tak disangka ia berkuasa atas seluruh usaha gelap di dunia. Seorang kakek tua menjadi raksasa ganas dan bengis. Wujudnya sungguh berbeda. Mata tajam dan melotot tajam ke arah KG.  Tubuh raksasa tiga meter tinggi. Wajahnya bengis dan seram mungkin hampir mirip Hulk.
“Kedok sudah terbongkar,” kata KG. “Kau telah banyak melakukan kejahatan.”
“Hebat kau KG,” katanya agak serak-serak kasar dan mengguncang. “Kau bisa membuka kedok yang selama ini aku sembunyikan bertahun-tahun. Orang akan percaya dengan wujud manusiaku. Sambil aku melebarkan sayapku di dunia usaha. Kuputar balikkan dunia. Dengan uang aku puaskan hasratku. Membunuh, merampok, dan kejahatan lainnya dibalik usaha yang aku jalankan. Serangan badai yang aku lancarkan ini adalah serangan terakhir untuk melenyapkan umat manusia.”
“Melenyapkan manusia,” kata KG. “Akan ku gagalkan seluruh usahamu. Dengan kekuatanku ini, akan ku musnahkan kau dibumi ini.”
“Sombong sekai kau anak muda,” kata Mantra. “Memangnya kau manusia super atau iron man atau para pahlawan lainnya. Bahkan Superman, Thor sekalipun tak mampu melenyapkanku. Kau anak manusia berharap dapat menang dariku.”
“Kalau belum mencoba siapa tahu,” kata KG. “Sebelum mati sebutkan nama aslimu.”
“Begitukah yang kau perlukan,” kata Mantra. “Nama asli Kalamantra.”
“Jadi itu namamu sebenarnya,” kata KG. “Rasakan hantaman terakhirku.”
Badai masih menyelubingi dalam pertarungan Kapten Garuda dan Kalamantra. Cameramen masih merekam pertarungan keduanya.
Kalamantra menunjuk KG, dan angin puting beliung pun mewujud di sekelilingnya. KG dapat menahan serangan badai Kalamantra. Suara tawa Kalamantra bagaikan tornado yang memorak-porandakan atap. Dua angin puting beliung mendarat di kiri-kanan KG dan berubah yang mirip hantu dengan sayap setipis asap serta mata yang berkilat laksana petir. KG mengepalkan tinju dan bersiap menyerang, tapi dia tidak memperoleh kesempatan itu.Kalamantra mengangkat tangan, lengkungan listrik mengalir di antara jari-jarinya, dan menyetrum KG di bagian dada.
Gedubrak! KG mendapati dirinya telentang. Mulutnya terasa seperti kertas alumunium yang terbakar. Dia mengangkat kepala dan melihat bahwa pakaiannya berasap. Sambaran petir itu menjalari tubuhnya dan menghantam sepatu kirinya hingga copot. Jari-jari kakinya hitam terkena jelaga.
Kalamantra tertawa. Angin mengamuk. Tornado gelap bersayap yang memiliki mata petir, menjulang di atas KG.
“Stop,” kata KG parau. Dia bangun sambil terhuyung-huyung, dan dia yakin siapa yang lebih kaget: dirinya sendiri atau Kalamantra.
“Bagaimana mungkin kau masih hidup?” sosok Kalamantra berkedip-kedip. “Petir tadi seharusnya cukup untuk membunuh dua puluh orang!”
“Giliranku,” ujar KG.
  Hantaman Kapten Garuda dilancarkan. Serangan dhasyat menghujani tubuh Kalamantra. Tak sadar dan tak dapat menghindar. Tubuhnya hancur berkeping-keping. Tubuh raksasa tinggi tiga meter jadi debu terkena hantaman Kapten.
Kumpulan debu itu menyatu menjadi satu kembali. Kekuatan Kalimantra kembali sempurna. Kalamantra melolong murka. Dia memandang ke bawah, seolah-olah berharap rekannya akan mewujud kembali, tapi mereka tetap menjadi serbuk emas dan tersebar ditiup angin. “Mustahil. Kau ini siapa, anak muda?”
Cameramen begitu terperanjat sampai-sampai dia menjatuhkan cameranya. Lalu, ia mengambil dan merekam kembali kejadian itu.
Kalamantra mendesis kepada KG, KG dapat melihat kilatan rasa takut di matanya. Bosku akan menghancurkan semua manusia. Perang ini takkan bisa kalian menangi.”
Di atas mereka, badai menggila menjadi topan ganas. Retakan menyebar di titian. Hujan deras tumpah ruah, dan KG harus berjongkok untuk menjaga keseimbangan.
Sebuah lubang terbuka di antara awan-awan, sebuah pusaran hitam dan perak.
“Kau tak akan menang melawanku!” teriak Kalamantra girang. “Dan kau, mati bersama pakaian nyentrikmu!”
Dia menyerang KG, tapi KG menjegal Kalamantra itu dari belakang. Walaupun Kalamantra terbuat dari asap, KG entah bagaimana berhasil menyentuhnya. Kalamantra melepaskan angin kencang yang menjatuhkan KG.
KG meluncurkan tendangan keras dan tajam ke arah Kalamantra, menghajarnya dengan hamtaman tajam dan kuat, Kalamantra ganti mencengkram lengan sang KG. KG berusaha menyundulnya, lalu menendangnya dan menyebutnya bocah lembek. Mereka membubung ke udara, semakin cepat.
Kalamantra terlontar jauh di bawah tanah. Ia bangkit dan menguat serangan. Tubuh kembali kekal dan kuat untuk melontarkan serangan. Badai hitam dan pekat dikeliling halilintar menyerang ke arah KG. KG menahan dengan perisainya. Halilintar terus mendorongnya ke belakang. Dengan kekuatan penuh ia menahan dan menerima serangan Kalamantra. Tubuhnya kembali terjungkal. Ia bangkit dan melancarkan serangan. Pukulan telak kuat dan tajam mengarah ke tubuh Kalamantra. Ia hancur dan lebur dalam debu kedua kali. Kalamantra tak bisa bangkit dan pulih kembali. Tubuhnya hancur menjadi debu hilang seketika.
Dengan membalik badan Kapten Garuda pergi dan terbang melesat entah kemana.  Seorang cameramen berhasil mengabadikan pertarungan keduanya. Gambar yang diambil memang tak sekualitas bluray tetapi ini membuktikan bahwa ada pahlawan yang menghentikan kehancuran kota.
 Badai telah reda. Kota kembali dalam bayangan kerusakan. Tetapi kejahatan telah menghilang. Orang-orang dalam kebingungan. Bangunan rumah, tata jalan rusak akibat badai pertarungan.
Cameramen segera menerbitkan berita. Surat kabar nasional berguncang mengenai sosok pahlawan misterius yang menamai diri Kapten Garuda.
Apa yang terjadi
Berita cepat menyebar. Pertarungan Kapten Garuda dan Raksasa tayang di media tv. Banyak orang bertanya-tanya.
“Siapa dia?”, kata penonton yang menyaksikan. “Dimana?”
Itulah awal munculnya Pahlawan Kapten Garuda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar