Makalah Pancasila Nafas Islam - Sastra Education

Breaking

Minggu, 19 November 2017

Makalah Pancasila Nafas Islam



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Setiap negara dibangun atas dasar falsafah tertentu. Adapun falsafah merupakan perwujudan atau cerminan dari cita-cita dan watak suatu bangsa. Falsafah setiap bangsa akan berbeda-beda, tergantung pada cita-cita, jiwa, cara pandang dan idealisme dari suatu bangsa.
Pancasila merupakan cita-cita, harapan, atau dambaan bangsa Indonesia yang diwujudkan dalam kehidupan. Pancasila merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh. Kesatuan system nilai yang dimiliki bangsa Indonesia yang menentukan pola sikap, tingkah laku, dan tindakan bangsa Indonesia. Pancasila bersifat dinamis dan terbuka. Pancasila luwes dan kreatif. Dapat diartikan Pancasila bisa digunakan untuk menghadapi dan menjalani zaman yang terus-menerus berkembang sesuai dengan keadaan dengan tanpa mengubah nilai-nilai dasarnya.

Menurut Prof. Notonagoro, sebagai dasar bangsa, Pancasila memiliki kedudukan yang istimewa dalam hukum dan kehidupan bernegara, yakni sebagai pokok kaidah yang fundamental. Dengan demikian Pancasila memiliki kedudukan yang tetap, tidak berubah.
Pancasila merupakan nafas dari rukun Islam. Karena nilai-nilai yang terkandung bersifat objektif dan subjektif. Pancasila bukan hanya merupakan hasil pemikiran seseorang seperti ideology yang dimiliki bangsa-bangsa lain. Ideologi Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat istiadat, budaya, serta agama masyarakat Indonesia sejak zaman sebelum terbentuknya negara Indonesia. Nilai-nilai itu digali dan dirumuskan oleh pendiri negara kemudian dijadikan sebagai dasar dan ideology negara.
Akhlak karimah dalam Pancasila merupakan nafas islam yang dijaga dan dimuliakan. Ideologi Pancasila merupakan bentuk sederhana dari nafas islam yang mulia. Dari sila pertama hingga kelima merupakan unsur Akhlak Karimah yang mulia. Pertama ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan adalah bagian Akhlak Karimah dalam Islam. Nilai-nilai ini adalah nilai yang universal karena sesungguhnya dapat diterapkan dan digunakan juga oleh bangsa-bangsa lain.
B.     Rumusan Masalah
1.      Mengapa nilai Pancasila bersifat objektif dan subyketif?
2.      Mengapa Pancasila nafas Islam?


BAB II
ISI
C.     Pembahasan
                                           I.            Nilai Objektif dan Subyektif.
Nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila bersifat objektif dan subyektif. Nilai-nilai Pancasila bersifat Objektif karena memiliki pengertian sebagai berikut:
1.      Rumusan setiap sila Pancasila sebenarnya mempunyai sifat umum dan abstrak. Hal ini karena rumusan itu merupakan nilai
2.      Nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa Indonesia baik dalam adat istiadat, budaya, negara maupun agama.
3.      Pancasila memenuhi syarat sebagai pokok kaidah yang Fundamental (staats fundamental norm). Maka, Pancasila menjadi sumber tertib hukum tertinggi di Indonesia yan isi dan kedudukannya tidak dapat diubah.
Nilai-nilai subjektif Pancasila dapat diartikan sebagai berikut:
1.        Nilai-nilai Pancasila mengandunh nilai-nilai kerohanian, seperti kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etika, keindahan dan agama yang perwujudannya sesuai hati nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada kepribadian bangsa Indonesia yang senafas dengan rukun Islam
2.        Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sebagai hasil pemikiran, penilaian kritis, serta perenungan filosofis bangsa Indonesia.
3.        Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat bangsa Indonesia merupakan jati diri bangsa yang diyakini sebagai sumber nilai mengenai kebenaran, keadilan, dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara.

                                        II.            Pancasila Nafas Islam
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara hakikatnya terletak pada kedudukannya sebagai sumber dari segala hukum di negara Indonesia. Sebagai sumber dari segala sumber hukum, nilai-nilai Pancasila menjadi pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum, serta cita-cita moral. Hal ini berlaku dalam segala bidang kehidupan
Rukun Islam merupakan syarat syah/wajib bagi seorang muslim, 5 rukun yang mengandung nilai-nilai mulia kehidupan dunia dan akherat. Syahadat, sholat, puasa, zakat dan umroh/haji merupakan dasar ideologi Islam.
Pancasila merupakan syarat wajib bagi warga Indonesia, 5 sila yang mengandung nilai-nila mulia untuk bangsa dan negara. Ketuhanan, Kemanusian, Persatuan, Kerakyatan serta Keadilan merupakan dasar ideology Indonesia.
Dalam sebuah Diskursus Islam dan Pancasila sebagai sebuah ideologi di Indonesia  menarik  untuk  dikaji, untuk  itu  dalam  bagian  ini  akan  diulas serta dianalisis sila-sila Pancasila  dalam kaitan dengan Islam melalui ayat-ayat Quran. Quran digunakan sebagai pisau analisis dalam tulisan ini karena ia adalah sumber acuan tertinggi dalam ranah hukum Islam. Ideologi Islam selalu mengacu kepada hukum tertingginya yang digunakan pula sebagai Grundnorm dalam konsep hukum Islam. Mengkaitkan keduanya dengan membedah sila serta ayat memiliki tujuan untuk melihat titik taut selain itu juga dikaji apakah terdapat benturan  filosofis  diantara  keduanya.
Sila Ketuhanan yang Maha Esa
Perdebatan sila Pancasila yang memuat nilai Ketuhanan ini menjadi mengemuka ketika muncul pertanyaan mendasar siapakah yang dimaksud dengan Ketuhanan Yang Maha Esa? Secara historis kultural,  Bangsa Indonesia telah mengenal konsep Tuhan melalui beragam cara. Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa jelas mengadopsi konsep bertuhan Islam, hal ini begitu jelas  dan  tegas  Tuhan  berfirman  dalam  Quran:
Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa” (Qs.an-Nahl [16]: 22), “Dan Allah berfirman: “Janganlah kamu menyembah dua tuhan, hanyalah Dia Tuhan Yang Maha Esa  (Qs.an-Nahl  [16]:  51).
Ketuhanan Islam dalam Sila Pertama Pancasila adalah tepat mengingat bahwa Islam telah berkembang sebagai agama Nusantara yang mewarnai kehidupan manusia Nusantara sejak lama hingga kini. Penerapan ideologi Islam dalam Pancasila Sila Pertama tidaklah mengandung makna menutup hak hidup bagi pemeluk agama lainnya di Indonesia.  Justru  menerapkan  ideologi  Islam  dalam sila pertama Pancasila memberikan ruang hidup bagi pemeluk agama lain di bumi  Indonesia.  Islam mengajarkan hubungan baik dengan sesama manusia. Rasulullah Saw sangat menghormati kaum dzimmi yang hidup dalam lindungan Islam.
Peletakan Sila pertama Pancasila dengan Ketuhanan yang Maha Esa sebagai landasan ideologi negara merupakan kemenangan para ideolog muslim Indonesia. Nilai Pancasila telah mengadopsi ideologi utama Islam yaitu Tauhid. Tauhid adalah dasar utama dalam sokoguru bangunan  ajaran Islam. Ideologi Islam yang berazaskan Tauhid telah diterapkan  oleh  para  Bapak Pendiri Bangsa dengan meletakkannya pada Sila pertama Pancasila.  Ayat Quran sebagai basis Tauhid umat Islam terdapat dalam  banyak  ayat  Quran, dan salah  satu  yang menegaskan  nilai  Tauhid adalah Quran Surah AlIkhlas. Surah Al-Ikhlas diakui sebagai inti dari ajaran Islam, yaitu Pengakuan atas Keesaan Tuhan. Nilai ini kemudian  diletak-kan dalam basis utama fondasi filosofi bangsa yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Nilai kemanusiaan dalam sila kedua Pancasila menunjukkan sebuah kesadaran sikap penghargaan atas nilai-nilai kemanusiaan tanpa memandang suku, agama, bangsa dan negara.  Kemanusiaan melampaui batas negara, ia adalah sikap untuk dengan sadar menghargai nilai-nilai kemanusiaan.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengilhami sila-sila berikutnya, dengan demikian dapat dikatakan bahwa nilai Tauhid Islam mewarnai sila-sila dalam Pancasila. Dalam konteks kemanusiaan yang adil juga beradab, maka Islam juga turut memasukkan nilai-nilai dasarnyanya yaitu sifat adil yang merupakan sifat utama Allah Swt yang wajib diteladani oleh manusia. Sifat beradab merupakan lawan dari sifat zalim, dan sifat adil serta beradab terdapat secara tegas di dalam Quran Surah an-Nahl [16]:90:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum  kerabat, dan Allah melarang dari berbuat keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kamu agar kamu dapat mengambil pengajaran”
Sikap manusia yang menghargai manusia lainnya, menghargai hak azasi manusia sebagai hak yang paling mendasar tampak nyata pula dalam Quran. Tuhan berfirman:
Dan sungguh kami telah memuliakan anak-anak Adam.” (Qs.al-Isra [17]:70).
Firman Tuhan ini menunjukkan sebuah ketegasan bahwa Tuhan memuliakan manusia semuanya. Tuhan memuliakan siapapun dengan tidak merendahkan manusia yang satu dengan yang lain. Manusia apapun keyakinan yang dianutnya merupakan anak-anak Adam, dan Tuhan memuliakan mereka semua. Ayat Tuhan tersebut berkait erat dengan Firman Tuhan di dalam Quran:
 “dan jangan kamu membunuh nyawa yang diharamkan Allah, kecuali dengan alasan yang benar..”  (Qs. al-Israa [17]:33).
Firman Allah ini merupakan perintah larangan tegas untuk membunuh nyawa yang diharamkan, kecuali dengan alasan yang dibenarkan. Alasan yang dibenarkan tentunya berkaitan dengan hukuman atas pelaku kejahatan (Qishas) yang telah menimbulkan kerusakan dimuka bumi.
Ketiga Firman Allah Swt tersebut menunjukkan sebuah perilaku kesusilaan, sebuah sikap manusia Indonesia yang bebrudi luhur, menghargai manusia tanpa memandang keyakinan  religiusnya. Inilah sumbangsih Islam guna mewujudkan manusia yang tak terpisahkan dari dunia internasional yang menghargai hak azasi manusia. Islam bukanlah agama yang merusak kemanusiaan, Islam adalah agama yang membangun peradaban manusia. Islam sangat menghargai nilai-nilai kemanusiaan,  bahkan  Rasulullah Saw sangat menghormati pemeluk agama lainnya dimana di Kota Madinah hidup masyarakat Islam dan Yahudi.
Sikap dan perilaku manusia yang adil dan beradab adalah pencerminan sifat Tuhan yang Maha Adil, dan Maha Memuliakan HambaNya. Sifat inilah yang wajib diteladani oleh manusia Indonesia yang menyatakan keadilan dan keberadaban sebagai sebuah ideologi. Ideologi manusia yang mengutamakan penghormatan dan penghargaan atas manusia. Dalam rukun Islam yang ketiga adalah Sholat, Sholat merupakan bentuk kewajiban seorang muslim setelah bertauhid kepada Allah SWT. Sholat dapat mencegah perbuatan buruk. Inilah penjelmaan hablum  minallah dan habluminanas dalam ideologi Pancasila  (Azhary,1992:22). Manusia melihat  dirinya  sebagai kreasi Tuhan Yang Maha Esa, dan untuk itu ia wajib menyadari dan sekaligus meneladani sifat-sifat keadilan dan kebajikanNya.
Sila Persatuan Indonesia
Persatuan Indonesia mengandung makna sebuah persatuan berbagai ragam bahasa, budaya, suku, dan beragam kehidupan manusia Indonesia. Inilah semangat nasionalisme Indonesia yang beragam. Penghargaan atas keberagaman dalam persatuan dalam Islam tergambar jelas dalam firman Allah Swt:
“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal” (Qs. al-Hujuurat [49]:13)
Masyarakat dan Bangsa Indonesia menciptakan kesadaran dalam sikap batin akan kesamaan nasib yang menyatukan semua komponen anak bangsa dalam sebuah semangat Nasional. Faham nasionalisme dalam konteks Islam juga dilakukan oleh  Rasulullah Saw ketika mengadakan sebuah perjanjian perdamaian dalam sebuah piagam yang dikenal dengan nama Piagam Madinah. Piagam Madinah memuat hubungan persaudaraan antara Kaum Muslimin dengan Kaum Yahudi yang bersama-sama tinggal di Madinah. Kedua belah pihak bersepakat untuk saling membantu dalam hal terjadinya peperangan yang mereka hadapi. Piagam Madinah menjadi contoh hubungan baik yang terjadi antara umat beragama yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Hubungan antar umat beragama terjalin dengan sebuah kesadaran bahwasanya  kita hidup di bawah atap langit yang sama.
Kehancuran antar umat beragama perlu dijalin dengan menghilang beragam prasangka buruk terhadap pemeluk agama lainnya.  Konsep  persaudaran antar umat beragama  membolehkan kita untuk saling bekerjasama, bermuamallah, saling tolong-menolong yang dilandasi oleh semangat persaudaraan dan persatuan seperti yang terangkum dalam perjanjian antar umat Islam dan Yahudi tersebut. Dalam lapangan muamallah kita diwajibkan untuk menciptakan rasa persaudaraan, dan Rasulullah Saw melarang  umat  Islam  untuk  mengganggu  tetangga, karena Islam adalah rahmat bagi semesta alam.
Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Permusyawaratan  Perwakilan
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu” (Qs.Ali Imran [3]:159) 
Islam adalah agama yang mengutamakan kemaslahatan umat, dengan demikian menjadi logis bahwa Islam mengutamakan musyawarah dan kerjasama konstruktif untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Kerjasama dan sikap saling menolong begitu utama dalam Islam  sehingga Rasulullah Saw dalam menghadapi berbagai peperangan perlu mengundang para sahabat untuk bermusyawarah. Rasulullah adalah orang yang suka bermusyawarah dengan para sahabatnya, bahkan beliau adalah orang yang paling banyak bermusyawarah dengan sahabat.
Begitu agungnya cara musyawarah untuk mencapai sebuah tujuan sehingga musyawarah merupakan bagian dari perintah Allah Swt bagi kaum muslimin setelah sholat. Allah Swt berfirman:
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka.” (Qs. as-Syuura [42]: 38)
Islam mewarnai nilai-nilai ideologi bangsa melalui proses bermusyawarah dalam penyelesaian setiap masalah yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia.
Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial berkait dengan pemerataan kesejahteraan bagi seluruh rakyat yang Indonesia, dan Islam telah mencanangkan bentuk masyarakat yang berkeadilan. Allah Swt berfirman dalam Qs. Az-Dzariyat [51]:19:
“Dan pada harta-harta mereka, ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.”
Konsep keadilan sosial dalam Islam juga berbeda dengan keadilan sosial dalam sistem sosialisme. Keadilan sosial dalam Islam memiliki basis tauhid, dimana Allah Swt sebagai Maha Pencipta menciptakan segala benda bagi kesejahteraan umat manusia. Harta diyakini sebagai karunia Tuhan Yang Maha  Esa  dan  setiap  orang  berhak  untuk  memperoleh  karunia  ciptaanNya  tersebut. Jika diruntut keadilan sosial Islam dengan Pancasila sila Kelima, maka  Sila  Pertama  Pancasila (tauhid) mewarnai setiap sila, maka sebagai Bangsa kita meyakini bahwa harta yang  kita peroleh adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa dan untuk itu maka kekayaan negara harus dirasakan oleh setiap warga Bangsa Indonesia.
Konsep keadilan sosial dalam Islam diterapkan secara konkrit dalam bentuk zakat. Zakat adalah bentuk nyata dari tebaran kesejahteraan bagi umat. Harta didistribusikan kepada segenap masyarakat, dan zakat adalah bersifat wajib mengandung makna pembersihan  menuju  kesucian.  Harta diperoleh dengan cara-cara yang dibenarkan oleh Islam serta disitribusikan secara adil. Pada ayat yang lain Allah Swt berfirman:
 “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bahagian tertentu, bagi orang (miskin)  yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang  tidak  mau  meminta).”  (Qs.  al-Ma’rij  [70]:24-25)
Penerapan keadilan sosial haruslah dimaknai bukan hanya sekedar membangun lembaga-lembaga keuangan yang berbasis Islam (syariah), akan tetapi keadilan sosial adalah pendistribusian kesejahteraan bagi seluruh rakyat.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Islam dan Pancasila bukanlah dua ideologi yang saling berbenturan. Islam adalah sebuah ajaran yang utuh, yang mengedepankan nilai-nilai Ketuhanan sekaligus kemanusiaan dan kemasyarakatan. Khazanah Islam telah diletakkan sebagai fondasi dalam ideologi Pancasila. Islam bukanlah Pancasila, akan tetapi nilai-nilai Islam telah masuk ke dalam Pancasila yang  hingga  kini  digunakan sebagai ideologi bangsa Indonesia. Perdebatan antara golongan Islam dan golongan Nasionalis harus menyadari bahwasanya Islam dan Pancasila mampu menciptakan proses dialogis, sehingga tak perlu lagi dibenturkan dalam dua ideologi yang saling bertolak belakang sekaligus berhadap-hadapan. Kemampuan para Bapak Bangsa dalam meletakkan fondasi ideologi bangsa yaitu Pancasila mulai dengan fondasi tauhid sebagai sokoguru utama Pancasila yang mewarnai sila-sila dalam Pancasila mengakhiri benturan tersebut.



DAFTAR PUSTAKA
Sugiyanto, 2009. Pendidikan  kewarganegaraan  untuk  SMP Dan MTs kelas VIII, Jakarta : Pusat perbukuan  Departemen  Pendidikan  Nasional.
Fokky Fuad, 2012. Islam dan Ideologi Pancasila, Sebuah Dialektika. Jurnal. Lex Jurnalica volume 9 nomer 3, Desember 2012. Jakarta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar